Dampak Broadcast Informasi COVID-19 Melalui WhatsApp Terhadap Kecemasan

Muhammad Rizal Ardiansah Putra, telisik indonesia
Jumat, 08 Mei 2020
0 dilihat
Dampak Broadcast Informasi COVID-19 Melalui WhatsApp Terhadap Kecemasan
Muhammad Rizal Ardiansah Putra, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Buton. Foto: Ist.

" Pada era revolusi 4.0 media sosial dan instant messaging sangat berperan penting dalam membentuk berbagai persepsi di kalangan masyarakat, media sosial dan instant messaging saat ini telah menjadi suatu kekuatan yang sudah merasuk ke dalam kehidupan masyarakat. "

Oleh: Muhammad Rizal Ardiansah Putra

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Buton

Pada era revolusi 4.0 media sosial dan instant messaging sangat berperan penting dalam membentuk berbagai persepsi di kalangan masyarakat, media sosial dan instant messaging saat ini telah menjadi suatu kekuatan yang sudah merasuk ke dalam kehidupan masyarakat.

Instant messaging sebagai alat yang digunakan untuk berinteraksi sesama pengguna lainnya, selain untuk berinteraksi penyebaran informasi sangat cepat tersebar luas melalui instant messaging. Informasi yang tersebar melalui instant messaging khususnya WhatsApp datangnya dari beberapa kontak yang aktif menyebarkan informasi melalui fitur forward, penyebaran informasi yang sangat cepat dan dan up to date memberikan kredibilitas tersendiri bagi berita yang tersebar melalui fitur forward.

Baca juga: Keluarnya Narapidana di Masa Pandemik, Perlukah?

Dengan akses yang cukup mudah dalam berinteraksi, banyak dari pengguna yang tidak segan untuk melakukan broadcast informasi dengan menggunakan fitur forward, mulai dari berita lokal nasional hingga internasional disebarkan melalui instant messaging (WhatsApp).

Hampir setiap hari kita menerima sebaran pesan memberitakan tentang kasus-kasus yang sedang headline di Indonesia. Mulai dari kasus kriminal, selebriti, politik hingga kesehatan. Sejak akhir 2019 maraknya pemberitaan pendemi Coronavirus disease (COVID-19) yang menyebar di seluruh belahan dunia, membuat beberapa dari pengguna penyebar informasi tidak mau kalah cepat dan tepat mencari informasi tentang penyebaran pandemi COVID-19 yang sudah menjalar di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia.

Berdasarkan data yang dilansir dari covid19.go.id kasus infeksi virus Corona jenis baru yang menyebabkan penyakit COVID-19 dari 215 negara di seluruh dunia kini telah mencapai 3.640.692 kasus, 251.836 meninggal dunia dan ada 1.192.920 yang telah dinyatakan sembuh. Di Indonesia sendiri data COVID-19 per tanggal 6 mei 2020 8.769 kasus, 864 meninggal dunia dan 1.954 pasien dinyatakan sembuh.

Baca juga: Diskusi Demokrasi di Tengah Pandemi

Data dan fakta di atas setiap saat terus berubah menjadi bukti betapa dahsyatnya pandemi COVID-19 serta kuatnya dampak terpaan berita ancaman COVID-19 bagi keberlangsungan kehidupan dan  peradaban umat manusia.

Dimanapun kita berada baik di rumah, kantor,  kampus, pelabuhan, bandara, mall, pasar, hingga ruang terbuka lainnya informasi COVID-19 selalu hadir baik dalam bentuk cerita dengan orang sekitar, pamflet, spanduk, televisi hingga di aplikasi instant message terutama di WhatsApp.

Terpaan berita COVID-19 semakin membludak dan tak terbendung. Maka dari itu informasi dari pemberitaan COVID-19  menempati trending topic di berbagai media sosial. Serta mampu mempengaruhi sikap, perilaku dan hal-hal lainya. Termasuk dalam hal ini mempengaruhi kepedulian,  kecemasan, pengguna terhadap situasi yang ada.

Sikap sendiri terdiri dari kognitif afektif dan konatif sedangkan kecemasan merupakan bagian dari sikap afektif. Fenomena pemberitaan COVID-19 mengakibatkan kecemasan para pengguna instant messaging dan media sosial terutama untuk melakukan aktivitas yang sering dilakukan setiap harinya, seperti ke sekolah, kantor, tempat ibadah, dan tempat-tempat berkumpulnya orang banyak.

Baca juga: Mendadak E-Learning

Pengaruh terpaan berita kasus COVID-19  terhadap tingkat kecemasan masyarakat dalam melakukan aktivitas seperti yang telah dipaparkan di atas. Dari gencarnya penyebaran informasi tentang COVID-19 menimbulkan kekhawatiran akan terbentuknya persepsi dan sikap atau karakter negatif yang kuat. Salah satu efek dari penerimaan pesan (informasi) adalah perasaan cemas yang berkaitan dengan efek afektif.

Kecemasan merupakan respon subjektif individu terhadap situasi, ancaman, atau stimulus eksternal. Atkinson dan hilgrad mendefinisikan kecemasan sebagai suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan yang di tandai oleh perasaan takut, tidak percaya diri, khawatir, dan bingung.

Dilansir dari jurnal medis The Lencet mencatat dampak yang terjadi dari terpaan berita COVID-19 bisa sangat besar, mulai dari pemberitaan isolasi, karantina, dan beberapa update kasus hingga meninggalnya korban jiwa. Para ahli mengatakan bisa memicu berbagai masalah kesehatan mental mulai dari kecemasan dan kemarahan hingga gangguan tidur bahkan depresi dan post traumatic stress syndrome (PTSD).

Baca juga: Nasib Pemudik

Sebuah hasil studi terpisah dilakukan pada pasien Karantina sars pada 2003 menunjukkan bahwa seseorang yang diisolasi  atau di karantina menyebabkan 10%-29% Warga menderita PTSD. Profesor Ian Hickie di Universitas of Sydney’s Brain and Mind Centre, mengatakan manusia merupakan makhluk sosial, pemberitaan karantina atau isolasi sosial yang dilakukan dalam jangka waktu lama berkepanjangan (tanpa metode konpensasi) akan memperburuk Kecemasan, depresi dan rasa tidak berdaya.

Pada saat ini Kita telah mencermati perilaku-perilaku mencolok dari terpaan informasi karena kurangnya literasi media bagi masyarakat seperti: kekhawatiran berlebihan, rasa was-was, rasa curiga, serta kecemasan adalah bukti, pemrosesan informasi telah mencapai efek sekunder beberapa contoh tentang hal ini dapat dilihat dari tindakan panic buying, social distancing, bahkan proteksi diri yang sangat berlebihan dilakukan oleh beberapa kalangan masyarakat, dapat dilihat dari pesan berantai yang disebarkan melalui aplikasi WhatsApp.

Pesan singkat tersebut berisi sesuatu kajadian proteksi diri yang berlebihan yang didasari tingkat kecemasan yang tinggi, video berdurasi 45 detik tersebut memperlihatkan  pasangan suami istri yang berbelanja di salah satu supermarket di Jakarta pasangan tersebut menggunakan alat perlindungan diri  (APD) lengkap.

Baca juga: Muhasabah: Refleksi Komunikasi Politik di Masa Pandemi

Kejadian tersebut membuat seluruh masyarakat yang berbelanja di supermarket tersebut panik seketika dan salah satu dari pengunjung sempat merekam momen tersebut kemudian video tersebut tersebar luas. Kecemasan yang berlebih yang dilakukan oleh pasangan suami istri tersebut merupakan efek dari informasi yang tersebar di WhatsApp dan merambah ke media sosial lainnya.

Dengan fitur forward yang dimiliki WhatsApp pengguna dengan gampang menyebarluaskan informasi atau berita yang belum kita ketahui sumbernya. Kurangnya literasi media yang  dimiliki masyarakat dengan mudah kita terpengaruh untuk melakukan hal-hal yang tidak seharusnya kita lakukan.

Bebasnya penyebaran informasi tentang COVID-19 di aplikasi WhatsApp membuat WhatsApp membatasi para penggunanya meneruskan atau forward sebuah pesan hanya 5 kali, pembatasan ini akan berlaku di seluruh dunia termasuk Indonesia demi mengurangi penyebaran berita yang tidak mempunyai sumber yang jelas dan penyebaran berita hoax tentang COVID-19 yang berdampak pada kecemasan penerima pesan.

Beredarnya informasi-informasi yang kurang akurat bisa menjadi salah satu penyebabnya, baik itu dari pesan berantai, media sosial maupun dari website berita yang ada. Berita yang kadang diterimapun sering di modifikasi dan merubah narasi hingga terlihat lebih berbahaya.

Banyaknya unggahan foto maupun video terhadap suatu objek dan bertambah cepatnya informasi yang disebarkan, didukung dengan kebutuhan pengguna WhatsApp dan fitur forward dengan mudah informasi terhadap suatu objek dapat dilihat dengan dukungan visual, oleh karenanya terpaan informasi visual melalui WhatsApp dianggap sebagai media yang berpotensi mengakibatkan tingkat kecemasan yang berlebihan kepada masyarakat Indonesia. (*)

Artikel Terkait
Baca Juga