Cokelat Monggo, Oleh-oleh Yogyakarta yang Menggambarkan Budaya Jawa

Affan Safani Adham

Reporter Yogyakarta

Kamis, 06 Agustus 2020  /  7:43 pm

Cokelat Monggo. Foto: google

YOGYAKARTA, TELISIK.ID - Sejak 2005, Cokelat Monggo masuk daftar buah tangan favorit di Yogyakarta.

Olahan cokelat yang dikreatori Thierry Detournay, warga negara asli Belgia, memberi angin segar bagi wisatawan yang bosan dengan oleh-oleh khas Yogyakarta seperti Gudeg, Bakpia dan sebagainya.

Ketika datang ke Yogyakarta tahun 2001, Thierry Detournay kecewa dengan rasa cokelat yang ada di Indonesia. Karena itu, ia lantas membuat sendiri cokelat. Tahun 2005 muncul ide untuk membuka toko cokelat.

Kata Monggo berasal dari kata Jawa, yang berarti silakan, yang selalu digunakan oleh orang Jawa untuk mempersilakan jika ada tamu atau saat lewat depan orang.

Nama Monggo cukup menggambarkan budaya Jawa, khususnya Yogyakarta. Sehingga nama tersebut dipilih sebagai nama produk Cokelat Monggo.

Cokelat Monggo jadi oleh-oleh lantaran punya beragam varian rasa, mulai yang biasa hingga tak lazim. Beragam varian bisa diambil para pelancong di Jl Dalem KG III/978 Purbayan, Kotagede, Yogyakarta. Tak jauh dari Makam Raja-raja Mataram Kotagede.

Pengunjung pun bisa menyaksikan langsung cara pekerja mengolah cokelat pada pukul 08.00-16.00 WIB, karena dapur hanya dibatasi oleh dinding kaca saja. Bahkan, ada yang menjadikan kunjungan ke dapur Monggo sebagai agenda utama saat berlibur ke Yogyakarta. Selain itu dapat juga praktek membuat cokelat pralin dengan beragam cetakan unik yang tersedia.

Cokelat Monggo memiliki beberapa varian cokelat seperti Caramello, White Chocolate, Macademia, Marzipan sampai ada yang dicampur Red Chili, Mangga dan Durian.

Cokelat Monggo terbuat dari Premium Dark Chocolate dengan 58 persen Kakao. Cokelat Monggo diolah dari biji kakao pilihan dari Jawa, Sumatera dan Sulawesi.

Cokelat dengan ukuran paling kecil 40 gram punya sebelas varian rasa. Ada yang berisi krim dan pasta. Ragam isiannya pun berbeda-beda seperti Praline atau Kacang Mete, Durian, Kurma, Mangga, Kopi atau Cabai.

Baca juga: Pemkab Muna Terima Hasil Karya Bhakti Kodim 1416

Untuk cokelat berukuran 80 gram ada 16 varian rasa seperti manisan, kacang-kacangan, macadamia (kacang Australia yang sudah dibudidayakan di Indonesia).

Sedang cokelat berukuran paling besar 100 gram variannya lebih sedikit seperti susu dan praline, yang tidak seekstrem Cokelat Monggo berukuran 40 gram yang dikolaborasikan dengan berbagai komplemen rasa.

"Pralin berbeda dengan praline," terang Vinda, karyawan Cokelat Monggo.

Menurutnya, pralin itu sebutan untuk cara memasaknya. Sedangkan praline adalah cokelat yang berisi kacang mete. Cokelat pralin berisi adonan-adonan yang segar seperti gula merah, markisa, salty caramel, pandan dan hazelnut.

Cokelat pralin bisa dikemas menjadi oleh-oleh dengan pengepakan khusus asal dijaga tetap berada di suhu 5-8 derajat. Cokelat pun bakal aman. Kalau tidak, maka bisa meleleh.

Harganya berbeda, sesuai ukurannya, berkisar antara Rp 20 Ribu sampai Rp 235 Ribu. Dan jenis cokelat di Monggo tidak dijual di toko oleh-oleh. Tidak juga didistribusikan ke luar kota.

Kemasan Cokelat Monggo cukup unik dan elegan. Dikemas secara apik menggunakan kertas daur ulang dan kertas yang telah bersertifikat. Kemasannya pun menampilkan ciri khas kota Yogyakarta yang kental akan nilai-nilai tradisi dan budayanya.

Cokelat Monggo meminimalisir penggunaan plastik dalam proses produksinya karena untuk menjaga ramah lingkungan, namun tetap mempertahankan nilai dan kualitas.

Cokelat Monggo tidak semanis cokelat yang biasa kita nikmati. Karena cokelat ini adalah Dark Chocolate yang cenderung pahit. Dan tidaklah sama dengan Milk Chocolate yang banyak mengandung susu.

Reporter: Affan Safani Adham

Editor: Kardin

TOPICS