DPR Usul Polisi hingga Jaksa Tak di-OTT KPK, Novel Baswedan: Sekalian Semua Pejabat

M Risman Amin Boti

Reporter Jakarta

Jumat, 19 November 2021  /  2:57 pm

Salah satu kasus OTT KPK. Foto: Repro jawapos.com

JAKARTA,TELISIK.ID – Semangat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK sebagai upaya menciptakan penyelenggara negara yang bebas korupsi rupanya tidak berbading lurus dengan sikap wakil rakyat di Senayan.

Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan berpendapat, aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim hendaknya tidak dapat ditangkap melalui instrumen OTT.

"Saya pribadi, saya sangat meyakini yang namanya polisi, hakim, jaksa itu tidak boleh di-OTT," kata Arteria Dahlan dikutip dari webinar yang digelar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dengan Kejaksaan Agung, Jumat (19/11/2021).

Politikus PDIP itu mengatakan demikian bukan karena dirinya pro atau mendukung koruptor. Namun dia berpendapat, karena para penegak hukum tersebut merupakan simbol negara.

"Bukan karena kita pro koruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum," ujar Arteria.

Arteria mengungkapkan, saat dia masih menjabat di Komisi II DPR, dia meminta agar penerapan OTT bagi kepala daerah, polisi, hakim, dan jaksa harus dicermati.

Baca Juga: 31 Ribu ASN Terindikasi Terima Dana Bansos Kemensos

Ia menegaskan bukannya tidak boleh OTT, melainkan menurutnya penegakan hukum agar tidak gaduh dan mengganggu pembangunan.

"Dulu kami di Komisi II meminta betul bahwa upaya penegakan hukum khususnya melalui instrumen OTT kepada para kepala daerah, tidak hanya kepala-kepala daerah, terhadap polisi, hakim, dan jaksa itu harus betul-betul dicermati. Bukannya kita tidak boleh, apa mempersalahkan, meminta pertanggungjawaban mereka, tidak," katanya.

"Kita ingin segala sesuatunya penegakan hukum itu adalah instrumen pembangunan, instrumen percepatan pembangunan, artinya dengan adanya penegakan hukum harusnya pemerintahan lebih baik, pemerintahan tidak gaduh, pembangunan dapat berjalan," lanjutnya.

Arteria berpandangan, OTT selama ini justru membuat gaduh dan menyebabkan rasa saling tidak percaya (distrust) antarlembaga.

Oleh sebab itu, menurut Arteria, OTT hendaknya tidak dimaknai sebagai satu-satunya cara untuk melakukan penegakan hukum.

Dia meyakini, lembaga-lembaga penegak hukum memiliki penyidik-penyidik yang andal sehingga dapat menguak sebuah kasus korupsi dengan melakukan konstruksi perkara, tidak hanya lewat OTT.

"Bukan hanya disharmoni lagi, sehingga hubungannya pada rusak, sehingga jauh dari apa yang dicita-citakan. Sedangkan kalau hanya untuk melakukan penegakan hukum ya kita masih bisa punya instrumen-instrumen yang lain," ujarnya.

Kendati demikian, Arteria pun menegaskan, usul yang ia sampaikan itu bukan berarti dirinya menghalalkan perilaku korup dalam institusi Polri, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung.

"Perlakuan di mata hukumnya sama, polisi bisa ditangkap, jaksa bisa ditangkap hakim bisa ditangkap, perbedaannya dengan cara menangkapnya atau melakukan penegakan hukumnya, itu bukan diskriminasi itu namanya open legal policy," ucap Arteria.

Menanggapi hal itu, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengkritik pernyataan Arteria tersebut yang menyebut polisi, jaksa, dan hakim tak seharusnya menjadi objek OTT dalam kasus dugaan korupsi.

Baca Juga: Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 5,73 Miliar Dolar AS

"Sekalian saja semua pejabat tidak boleh di-OTT agar terjaga harkat dan martabatnya. Mau korupsi atau rampok uang negara bebas," kata Novel dalam akun twitter @nazaqistsha.

"Kok bisa ya anggota DPR berpikir begitu? Belajar di mana," lanjut Novel.

Pernyataan Novel itu membalas tweet mantan penyelidik KPK, Aulia Postiera, yang menyebarluaskan pemberitaan berisi pandangan Arteria yang menyebut polisi, jaksa, dan hakim tidak seharusnya di-OTT karena mereka simbol negara di bidang penegakan hukum.

Aulia melalui akun twitter @paijodirajo menilai pandangan Arteria tersebut ngawur.

Hal itu, menurutnya, tak jauh berbeda dengan sejumlah pihak tertentu yang membangun fitnah bahwa ada Taliban di KPK.

"Argumentasi-argumentasi ngawur terkait OTT ini seperti sengaja dibangun seperti saat dulu mereka membangun fitnah bahwa ada Taliban di KPK yang berakibat adanya revisi UU KPK dan pemecatan pegawai dengan dalih TWK (Tes Wawasan Kebangsaan, red) abal-abal. Semua pejabat takut terkena OTT karena ketika tertangkap enggak bisa berkelit lagi," ujar Aulia. (A)

Reporter: M. Risman Amin Boti

Editor: Haerani Hambali