Ini Perkembangan Kasus Dugaan Ijazah Palsu Bupati Busel Menurut Ombudsman
Reporter Buton Selatan
Rabu, 22 April 2020 / 5:08 pm
PAPUA, TELISIK.ID - Penelusuran kasus dugaan ijazah palsu milik Bupati Buton Selatan (Busel), H. La Ode Arusani, oleh Ombudsman Papua terus mendapat titik terang. Setelah diketahui SMPN Banti tempat ijazah Arusani diterbitkan tak pernah terdaftar pernah menggelar ujian nasional tahun ajaran 2004/2005, ijazah alumni pertama SMPN Banti berbeda dengan ijazah yang dimiliki Arusani.
Menurut salah satu Komisioner Ombudsman Papua, Fernandez, pembuktian kasus tersebut agak sedikit sulit mengingat barang bukti yang diserahkan pelapor, Zeth Soni Awom berupa foto copy. Namun hal itu bukan suatu kendala dalam mengungkap kasus tersebut.
Sejauh ini, pihaknya sudah melakukan penelusuran termasuk meminta keterangan dari beberapa saksi.
"Rata-rata saksi dari Ombudsman mengatakan bahwa, yang bersangkutan tidak pernah sekolah di situ," ungkap Fernandez saat dikonfirmasi melalui sambungan teleponnya belum lama ini.
Kendati begitu, lanjutnya, fokus pemeriksaan Ombudsman bukan pada wilayah dugaan pemalsuan. Ombudsman lebih melihat pada kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika yang saat itu dianggap tidak melaksanakan atau mendengarkan keluhan pelapor terkait dengan adanya praktik dugaan pemalsuan ijazah.
"Nah, terakhir atau bulan Februari lalu, kami telah mendapatkan data dari dinas pendidikan provinsi yang menyatakan bahwa, pada tahun ajaran 2004/2005, tercatat 15 SMP yang melaksanakan ujian nasional, tapi tidak termasuk SMP Banti. Artinya, pada tahun ajaran 2004/2005, SMP Banti tidak tercatat pernah melaksanakan ujian nasional," jelasnya.
Kata dia, seluruh temuan ini sedang disusun dalam bentuk laporan hasil pemeriksaan (LHP). Hanya saja, kinerja Ombudsman sedikit terhambat dengan adanya wabah COVID-19 atau virus Corona.
Kendati begitu, pihaknya akan terus berupaya agar laporan ini rampung untuk kemudian diteruskan ke pelapor.
Baca juga: Bupati Busel Disomasi karena Belum Bayar Hutang Pilkada Rp 5 Miliar
Jika semua telah rampung, lanjutnya, pihaknya akan kembali meminta kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika untuk segera melakukan kajian lebih dalam berdasarkan hasil temuan serta bukti-bukti yang ada, seperti tak terdaftarnya SMPN Banti sebagai penyelenggara ujian nasional tahun ajaran 2004/2005.
Hal ini dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan bahwa, ijazah yang diterbitkan merupakan tanggungjawab satuan dinas pendidikan setempat dalam hal ini Dinas Pendidikan Kabupaten Banti.
Ia menilai, berdasarkan fisik ijazah Arusani yang diserahkan oleh pelapor ke Ombudsman benar-benar palsu. Itu diketahui melalui nomor seri ijazah yang menggunakan kode wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan kode penerbitan ijazah yang tidak tertera dalam fisik ijazah tersebut.
Kemudian, fisik ijazah Arusani yang berbeda dengan fisik ijazah yang dimiliki oleh alumni pertama SMPN Banti yang lulus tahun 2006, sesuai dengan data sekolah tersebut terkait pelaksanaan ujian nasional pertama kali dilakukan.
Mantan kepala sekolah setempat yang menerbitkan ijazah tersebut, Reky Tafre, mengatakan bahwa Arusani masuk di sekolah pedalam tersebut langsung menduduki bangku kelas dua SMP sangat tidak rasional. Jika benar adanya, harusnya Arusani masuk dalam kategori siswa pindahan. Sehingga Arusani tercatat sebagai siswa paket, bukan reguler.
Baca juga: Soal Ijazah Bupati Busel, SMP Banti Tidak Pernah Gelar Ujian Nasional Tahun 2005
"Tapi sekali lagi, yang kami lihat ini masih ijazah foto copy, jadi kita Ombudsman ini mengeluarkan stetmen harus hati-hati, kacuali kami bisa melihat ijazah aslinya baru bisa berkomentar. Cuman itu tadi, dari keterangan Dinas Pendidikan Provinsi, SMP Banti itu tidak pernah menggelar ujian nasional tahun 2005," ungkapnya.
Terkait dengan kewenangan pejabat yang melegalisir ijazah tersebut bukanlah pejabat yang berwenang, itu juga masuk dalam laporan. Namun semuanya berpulang pada dinas setempat sebab hal itu bagian dari kinerja dinas setempat. Diketahui, yang menandatangani legalisir ijazah Arusani merupakan mantan Kepala Sekolah SMPN Banti, Reky Tafre. Dalam ketentuannya, Reky Tafre tidak memiliki kewenangan atau sudah bukan pejabat berwenang mensahkan ijazah tersebut.
Kendati demikian, kewenangan Ombudsman daerah hanya melakukan tindakan korektif. Jika dalam temuannya terdapat unsur pidana, harusnya polisi segera merespon itu. Ombudsman hanya melakukan pengawasan saja.
"Sebenarnya bulan Februari kemarin saya kejar hasil laporan akhirnya sudah terbit. Tapi dalam ketentuannya, Ombudsman ini hanya memberikan rekomendasi atau saran. Itu saja. Kita tidak seperti KPK yang memiliki kewenangan melakukan penindakan. Kalau Ombudsman tingkat daerah hanya sebatas memberikan tindakan korektif melalui laporan akhir hasil pemeriksaan," tambahnya.
Berbeda dengan kewenangan Ombudsman pusat yang langsung menerbitkan rekomendasi. Artinya, kewenangan Ombudsman daerah hanya sebatas memberikan sangsi administrasi. Sedang rekomendasi wajib dilaksanakan.
"Kalau kita buka undang-undang tentang pemerintahan daerah, maka kita akan temukan berkaitan dengan kewajiban kepala daerah untuk menindak lanjuti rekomendasi Ombudsman," pungkasnya.
Reporter: Deni Djohan
Editor: Sumarlin