Jangan Sampai Amal Kita Sia-Sia Karena Ini
Reporter
Senin, 07 Februari 2022 / 9:39 pm
KENDARI, TELISIK.ID - Banyak sekali orang yang beramal, sedangkan amal tersebut sama sekali tidak memberikan apa-apa kecuali kelelahan di dunia dan dan siksa di akhirat.
Sungguh tipu daya setan itu sangat halus, sehingga banyak manusia tidak merasakannya sampai dia terjerumus pada sifat riya’, sum’ah dan ujub yang merusak nilai keikhlasan amalnya.
Oleh karena itu, kita harus mengetahui syarat diterimanya amal sebelum melakukan suatu amal shaleh. Dengan harapan amal kita bisa diterima di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Melansir muslimah.or.id, ada tiga syarat penting yang perlu diketahui oleh setiap hamba yang beramal, agar amal itu tidak sia-sia.
1. Mengesakan Allah
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal.” (QS. Al- Kahfi:107).
Tempat masuknya orang-orang kafir adalah neraka jahannam, sedangkan surga firdaus bagi mereka orang-orang yang mukmin, namun ada 2 syarat seseorang bisa memasuki surga firdaus yaitu:
a. Iman
Aqidah Islam dasarnya adalah iman kepada Allah, iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada para rasul-Nya, iman kepada hari akhir, dan iman kepada takdir yang baik dan yang buruk. Dasar-dasar ini telah ditunjukkan oleh kitabullah dan sunnah Rasul-Nya
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda sebagai jawaban terhadap pertanyaan malaikat Jibril ketika bertanya tentang iman:
“Iman adalah engkau mengimani Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kemudian, dan mengimani takdir yang baik dan yang buruk.” (HR Muslim).
b. Amal Shaleh
Yaitu mencakup ikhlas karena Allah dan sesuai dengan yang diperintahkan dalam syariat Allah.
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agamya yang bersih (dari syirik).” (Az-Zumar: 2-3).
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya.” (All-Mulk : 2).
Al-Fudhail berkata: “Maksud yang lebih baik amalnya dalam ayat ini adalah yang paling ikhlas dan paling benar.” (Tafsir al-Baghawi, 8:176).
2. Ikhlas karena Allah
Mungkin kita sudah bosan mendengar kata ini, seringkali kita dengar di ceramah-ceramah, namun kita tidak mengetahui makna dari ikhlas. Ikhlas adalah membersihkan segala kotoran dan sesembahan-sesembahan selain Allah dalam beribadah kepada-Nya. Yaitu beramal hanya karena Allah tanpa riya’ dan juga tidak sum’ah.
Orang-orang bertanya: “Wahai Abu Ali, apakah amal yang paling ikhlas dan paling benar itu?”.
Dia menjawab, “Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka ia tidak diterima. Jika amal itu benar namun tidak ikhlas maka ia tidak akan diterima, hingga amal itu ikhlas dan benar. Yang ikhlas ialah yang dikerjakan karena Allah, dan yang benar ialah yang dikerjakan menurut As-Sunnah.” Kemudian ia membaca ayat:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (Al-Kahfi :110).
Allah juga berfirman:
"Dan sipakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan?” (An-Nisa’ :125).
Menyerahkan diri kepada Allah artinya memurnikan tujuan dan amal karena Allah. Sedangkan mengerjakan kebaikan ialah mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnah Beliau.
Baca Juga: Begini Bacaan Niat dan Tata Cara Salat Jenazah Laki-laki dan Perempuan
Allah juga berfirman:
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan”. (QS. Al-Furqan: 23).
Amal yang seperti debu itu adalah amal-amal yang dilandaskan bukan kepada As-Sunnah atau amal yang dimaksudkan untuk selain Allah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqqash, “Sesungguhnya sekali-kali engkau tidak akan dibiarkan, hingga engkau mengerjakan suatau amal untuk mencari wajah Allah, melainkan engkau telah menambah kebaikan, derajat dan ketinggian karenanya.”
3. Sesuai sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Dari Ummul Mu’minin, Ummu Abdillah, Aisyah radhiallahu anha dia berkata: Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:
“Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim.
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
“Siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.”
Setiap perbuatan ibadah yang tidak bersandar pada dalil yang syar’i yaitu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As Sunnah maka tertolaklah amalannya. Oleh karena itu amalan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alahi wasallam merupakan amalan yang sangat buruk dan merupakan salah satu dosa besar.
Dikutip dari gombara.com, sungguh berbahagia orang yang keimanannya terhadap takdir Allah subhanahu wa ta’ala menghujam kuat di dadanya. Dia akan selamat dari rasa ujub, karena apabila dia mendapat musibah maka dia bersabar, tidak kecewa dan bersedih hati.
Apabila ia mendapat kesenangan dia bersyukur dan tidak merasa bangga atas apa yang telah ia usahakan karena tidak ada yang menetapkan musibah dan rezeki baginya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala.
Baca Juga: 8 Nama Neraka dan Calon Penghuninya Disebutkan dalam Al-Quran
Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al Hadid: 22-23)
Apabila dia diuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan amal shaleh yang telah diperbuatnya, dia tidak ujub dan merendahkan pelaku maksiat. Bila dia diuji Allah subhanahu wa ta’ala dengan perbuatan maksiat dia tidak terus-menerus dalam perbuatan tersebut, dia bertaubat dan tetap berprasangka baik kepada-Nya. (C)
Reporter: Haerani Hambali