Kepala Desa di Konawe Dituding Alihkan Anggaran Tanpa Musdes
Reporter
Kamis, 06 Februari 2025 / 7:42 am
KONAWE, TELISIK.ID – Warga Desa Puuwonua, Kecamatan Lalonggasumeeto, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja Kepala Desa Puuwonua yang diduga terlibat dalam penyelewengan anggaran desa, Rabu (5/2/2025).
Berdasarkan informasi yang diterima, sejumlah proyek pembangunan di desa tersebut tidak sesuai dengan hasil musyawarah desa (Musdes) dan dinilai tidak tepat sasaran.
Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Puuwonua, Muh Idham, mengungkapkan banyak keluhan masyarakat terkait pelayanan dan pelaksanaan pembangunan desa.
Salah satu keluhan adalah ketidaktransparanan dalam pengelolaan proyek pembangunan yang dibiayai dari dana desa, seperti pembangunan MCK di samping masjid. Proyek tersebut, menurut Idham, tidak pernah dibahas dalam Musdes dan diduga merupakan keputusan sepihak kepala desa.
Setelah ditelusuri, pembangunan MCK tersebut ternyata merupakan peralihan dari proyek rehabilitasi balai desa senilai Rp 400 juta, yang kemudian dialihkan untuk pembangunan MCK dengan anggaran Rp 131 juta.
Proses pengalihan anggaran ini tidak pernah dibahas ulang dalam Musdes dan dianggap tidak prosedural karena hanya berdasarkan keputusan pribadi kepala desa.
"Ternyata setelah dicek, pembangunan MCK ini merupakan peralihan dari proyek rehabilitasi balai desa senilai Rp 400 juta. Dana yang digunakan untuk pembangunan MCK sebesar Rp 131 juta, dan kami mempertanyakan ke mana sisa anggarannya," ujar Muh Idham kepada telisik.id.
Lebih lanjut, terdapat 11 program pembangunan fisik yang dilaksanakan pada tahun 2024, namun hanya 4 program yang pernah dibahas dalam Musdes. Kondisi ini memicu ketidakpuasan masyarakat. Bahkan, saat BPD mengedarkan undangan rapat evaluasi kinerja, kepala desa justru mengimbau para aparat desa untuk tidak menghadiri rapat tersebut.
Baca Juga: ATR/BPN Muna Barat Tegaskan Penerbitan Sertifikat Dibiayai APBN, 30 Desa Terima PTSL
Bahkan ketika rapat tetap dilaksanakan di luar Balai Desa karena kunci balai tidak disediakan, masyarakat tetap melanjutkan diskusi.
"Saat kami hendak mengadakan rapat, kunci Balai Desa tidak ada, terpaksa rapat dilakukan di luar. Seolah-olah kunci balai desa disembunyikan," tambah Idham.
Dalam rapat tersebut, warga menyampaikan berbagai keluhan terkait pembangunan yang tidak sesuai rencana. Salah satunya adalah proyek sumur bor yang menelan biaya Rp 63 juta untuk dua titik, namun hingga kini sumur tersebut tidak berfungsi karena tidak ada air.
Selain itu, proyek pembangunan drainase sepanjang 72 meter hanya terealisasi sepanjang 52 meter, meskipun anggaran yang digunakan mencapai Rp 55 juta.
Seorang warga setempat, Jusran, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan kepala desa.
"Sumur bor yang dibangun tidak ada gunanya. Kami menduga kepala desa terlibat dalam penyalahgunaan wewenang dan penyelewengan dana desa. Kami berharap kepala desa mengundurkan diri secara terhormat," tegasnya.
Ia juga menyoroti buruknya pelayanan publik di desa, di mana kepala desa sulit ditemui, sehingga warga harus menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan.
Menanggapi tuduhan tersebut, Kepala Desa Puuwonua, Syarifuddin, membantah adanya penyelewengan anggaran.
Ia mengakui, pembangunan MCK memang tidak dibahas dalam Musdes, tetapi sudah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa.
"Memang dalam Musdes tidak ada pembahasan soal MCK, tapi itu sudah ada dalam RPJM. Tidak ada penyelewengan," tegasnya.
Ia menjelaskan, pengalihan anggaran dari rehabilitasi balai desa ke pembangunan MCK dilakukan karena sisa anggaran yang tersedia tidak mencukupi untuk rehabilitasi balai desa. Saat penyusunan APBDes 2024, dana untuk rehabilitasi balai desa hanya tersisa sekitar Rp 70 juta.
"Dengan dana sebesar itu, rehab balai desa akan terbengkalai. Sementara saya harus menghadapi lomba desa tahun ini. Kalau balai desa dibongkar, kita mau pakai gedung apa?" ujarnya.
Syarifuddin juga menegaskan bahwa regulasi tidak mengizinkan penggunaan dana desa untuk pembangunan atau rehabilitasi balai desa. Karena itu, setelah lomba desa selesai, ia berencana membangun gedung serbaguna sebagai pengganti balai desa.
Terkait klaim bahwa anggaran awal untuk rehabilitasi balai desa mencapai Rp 400 juta, Syarifuddin membantah keras.
"Saya tidak tahu dari mana angka Rp 400 juta itu muncul. Itu fitnah," tegasnya.
Ia juga membantah tuduhan, beberapa program pembangunan tidak dibahas dalam Musdes. Menurutnya, tuduhan tersebut berasal dari pihak-pihak yang tidak pernah hadir dalam rapat desa.
"Waktu Musdes, yang hadir hanya sedikit karena masyarakat masih belum move on pasca Pilkades. Yang banyak bicara ini justru mereka yang tidak ikut rapat, jadi saya tidak tahu dari mana mereka dapat informasi itu," jelasnya.
Syarifuddin berharap masyarakat dapat memahami alasan di balik kebijakan pembangunan MCK, yang kini difungsikan sebagai tempat wudhu di samping masjid.
Baca Juga: Warga Segel Kantor Desa Biwinapada Buton Selatan Gegara Dana Desa
"Tempat wudhu di halaman depan masjid sudah mulai membahayakan kondisinya. Ini menjadi salah satu perhatian kami terhadap rumah ibadah," katanya.
Ia juga menyinggung, beberapa pihak yang kini kritis terhadap pembangunan tersebut justru jarang hadir di masjid.
"Yang paling banyak bicara soal masjid ini, dalam tiga tahun terakhir baru dua kali muncul di masjid," ujarnya.
Syarifuddin berharap masyarakat lebih bijak dalam menanggapi isu yang berkembang dan tidak mudah terprovokasi tanpa data yang jelas. (A)
Penulis: Erni Yanti
Editor: Fitrah Nugraha
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS