Didemo karena Dituding PHK Sepihak Mantan Karyawan, Universitas Terbuka Kendari Bela Diri
R. Anugrah, telisik indonesia
Kamis, 10 Juli 2025
0 dilihat
Direktur Universitas Terbuka Kendari, Anfas, saat menemui massa aksi di Gedung UT Kendari, Kamis (10/7/2025). Foto: R Anugrah/Telisik
" Kelompok Pemerhati Keadilan Masyarakat Sulawesi Tenggara melakukan aksi unjuk rasa di Universitas Terbuka (UT) Kendari di Jalan AH Nasution, Kelurahan Kambu, Kecamatan Kambu "

KENDARI, TELISIK.ID - Kelompok Pemerhati Keadilan Masyarakat Sulawesi Tenggara melakukan aksi unjuk rasa di Universitas Terbuka (UT) Kendari di Jalan AH Nasution, Kelurahan Kambu, Kecamatan Kambu, pada Kamis (10/7/2025).
Aksi tersebut dilakukan sebagai advokasi terhadap seorang mantan tenaga kerja di UT Kendari bernama Sarlin Lajiwa, yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dianggapnya dilakukan secara sepihak oleh pihak UT.
Kordinator aksi, Roslina Afi, mengatakan Sarlin Lajiwa merupakan tenaga kerja yang telah mengabdikan diri selama 15 tahun sebagai cleaning service di UT Kendari sejak 2010, namun mengalami PHK pada akhir Desember 2024 lalu.
Berdasarkan keterangan Sarlin Lajiwa, selama ia bekerja di UT Kendari, hak-haknya sebagai tenaga kerja tidak diberikan sepenuhnya oleh pihak UT. Selain itu, dalam proses PHK pun tidak memenuhi proses sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Baca Juga: Ricuh Demo Tolak Perpanjangan Jabatan Rektor UHO Zamrun Firihu, Mahasiswa Ajukan Delapan Tuntutan dan Minta Libatkan KPK
"Sarlin Lajiwa telah bekerja selama kurang lebih 15 tahun, namun justru di PHK. Tidak ada surat peringatan, BPJS dan pesangon tidak diberikan, dan gaji tidak sesuai upah minimum regional. Misalnya 2018-2019 ia hanya dibayar Rp 900.000 per bulan. Bahkan kami duga posisi Sarlin telah digantikan oleh sopirnya," terang Roslina.
Massa aksi juga menuntut agar pihak UT mempertimbangkan kembali tindakan PHK terhadap Sarlin Lajiwa dan berharap bisa direkrut kembali sebagai pekerja tetap.
Menanggapi hal itu, Direktur UT Kendari, Anfas, membantah semua tudingan yang dialamatkan pada institusinya.
Anfas mengatakan, PHK terhadap Sarlin Lajiwa merupakan keputusan yang diambil berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengharuskan penggunaan karyawan dengan melalui outsourcing.
"Sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan kita sudah diharuskan untuk outsourcing. Bukan cuma Ais (panggilan kepada Sarlin), tapi ada beberapa yang lain juga terpaksa di PHK,” tuturnya.
“Kami juga sudah berupaya mempertahankan dan melakukan negosiasi. Surat perintah dari pusat untuk outsourcing itu sebenarnya sudah dari tahun 2016," tambah Anfas, saat menerima perwakilan massa di ruang rapat UT Kendari.
Terkait dengan tudingan tidak adanya surat peringatan sebelum PHK, Anfas mengatakan bahwa itu tidak benar.
Baca Juga: SMP Negeri 4 Kendari Komitmen Jaga Mutu Pendidikan Akademik dan Andalkan Ekstrakurikuler
"Bahkan kami juga memanggil Ais, termasuk yang lain untuk disampaikan dalam rapat dan mereka hadir. Ini ada berita acara, mereka menandatangani juga," lanjut Anfas.
Sementara soal gaji, Anfas mengungkapkan gaji Sarlin sesuai kontrak telah melebihi upah minimum regional (UMR), yakni Rp 2.100.000 pada tahun 2018 dan Rp 2.678.000, serta uang makan dan uang lembur.
Namun, terkait dengan dugaan tidak dibayarkannya pesangon, Anfas berdalih telah dibayarkan melalui BPJS.
Setelah berdiskusi panjang dan merasa tak puas dengan tanggapan Direktur UT Kendari, massa aksi memutuskan untuk membawa persoalan tersebut ke jalur mediasi melalui Dinas Ketenagakerjaan Kota Kendari. (B)
Penulis: R Anugrah
Editor: Mustaqim
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS