Komentar Peneliti Agraria dan Tanggapan Pemda atas Penggusuran Tanah Nanga Banda
Reporter Kupang
Selasa, 05 Juli 2022 / 11:08 pm
MANGGARAI, TELISIK.ID - Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Manggarai, NTT melalui Satgas Penertiban Aset telah bertindak mengamankan aset lahan Nanga Banda, Kelurahan Reo, Kecamatan Reok pada Rabu (29/6/2022) lalu dengan cara menggusur pilar.
Meski awalnya sempat mendapat perlawanan, pilar lahan yang diklaim oleh Herdin Bahrun dan H. Zainal Arifin Manasa itu tetap digusur.
Pemda mengklaim bahwa tanah seluas 16 hektare di Nanga Banda itu sudah sah milik pemda berdasarkan bukti dokumen yang lengkap.
Menanggapi itu Peneliti Agraria, Yosef Sampurna Nggarang menilai tindakan Pemda Manggarai ceroboh. Karena itu bukan tidak mungkin pemda berpotensi digugat secara pidana dan perdata karena sudah masuk dalam pasal 167 dan 251 KUHP serta pasal 1365 KUHP perdata.
Ia menjelaskan, diksi menertibkan yang dipakai Pemda Manggarai sesungguhnya adalah penggusuran yang tidak berdasar kekuatan hukum.
Menurutnya, ini tindakan pelanggaran hukum, sebab penggusuran itu berlaku jika lahan tersebut sudah sah ada keputusan berkekuatan hukum tetap dari lembaga berwenang, yakni pengadilan.
"Menyelesaikan konflik dengan cara menggusur hanya mau menunjukan power dengan segala instrumennya dan hal ini bukan cara yang tepat" ungkap Anggota Satgas Penertiban Aset Pemda Manggarai Barat itu, Selasa (5/7/2022).
Ia pun menyarankan agar pihak yang menjadi korban idealnya harus melakukan penyelesaian dengan cara melayangkan gugatan ke pengadilan.
Langkah ini, kata dia, untuk menunjukan bahwa klaim mereka memiliki lahan harus mempunyai dasar yang bisa dibuktikan di meja hukum.
"Gugat ke pengadilan saja. Ini cara yang elegan" kata pria yang disapa Yos itu.
"Apa yang saya ungkapkan ini adalah pengalaman mengadvokasi non litigasi persoalan lahan 20 hektare di Labuan Bajo Manggarai Barat selama 3 tahun. Alhasil lahan seluas 20 hektare itu tetap kembali jadi aset Pemda dengan dasar inkrah kasasi. Tapi tetap dengan cara yang elegan" katanya lagi.
Lebih jauh ia menuturkan bahwa konflik lahan antara pemda dan warga yang terus terjadi seakan mengkonfirmasi bahwa tata kelola pemerintahan yang baik, efisien, efektif, transparan memang belum terwujud.
Dalam konteks saling klaim lahan Nanga Banda antara Pemda Manggarai dan beberapa warga di Reo sama halnya menambah daftar corak konflik model vertikal di Manggarai.
Baca Juga: DPMD Akan Panggil Panitia, Saksi dan Calon Kepala Desa Bubu Barat Terkait Sengketa Pilkades
Kata dia, jika prinsip tata kelola pemerintahan dijalankan dengan baik maka otomatis tidak akan terjadi yang namanya konflik lahan pemda.
“Saya sangat menyayangkan corak konflik vertikal begini terjadi di Kabupaten Manggarai yang notabene kabupaten tertua, induk dari dua Kabupaten Manggarai Barat dan Manggarai Timur. Tertib administrasi dan pengalaman menyelesaikan konflik masa lalu mestinya menjadi role model untuk kabupaten lain,” ujarnya
Pemda yang memiliki instrumen mulai dari desa/kelurahan, kecamatan, bagian tata pemerintahan, bidang aset, bidang hukum mestinya melakukan telaahan yang mendalam dan berimbang.
Misalnya sejarah lahan itu hibah atau apa, kapan pemda menerima, dari siapa yang hibah, apa ada bukti yuridis formal, berapa luasnya, siapa saksi pelaku sejarah saat itu, baik dari pemberi dan perwakilan pemda.
Lalu, apakah tanah hibah itu sudah masuk dalam inventarisasi aset pemda atau tidak? Ini harus punya.
Terus harus ada data petunjuk awal untuk menguatkan klaim itu. Kemudian pemda mengundang secara resmi para pihak (warga) yang klaim ke pemda, duduk bersama untuk mediasi dengan tujuan menyelesaikan persoalan.
Untuk mengurai konflik tanah di Nanga Banda, Yos mengusulkan agar pemda mesti melibatkan Forkopimda sebagai saksi dan penengah.
Selain itu, dia juga meminta pemda perlu menghadirkan para tokoh pelaku sejarah, tokoh adat dari wilayah ulayat tanah tersebut, kepala desa atau lurah saat itu, mantan kepala tata pemerintahan atau mantan pejabat yang mengurusi aset tersebut jika mereka masih hidup.
“Di kesempatan ini para pihak harus terbuka. Ini tujuan meluruskan sejarah dan menemukan jalan keluar dari kemelut saling klaim,” sebutnya.
Sementara itu Kabag Tapem Manggarai, Karolus Mance menegaskan bahwa pemda tidak akan mundur selangkah jika persoalan tanah Nanga Banda digugat secara pidana dan perdata ke pengadilan. Hal tersebut sebagai wujud nyata menjaga kewibawaan negara.
Mance bilang tanah Nanga Banda itu sudah sah menjadi milik pemda, baik atas dasar kajian empiris, kajian historis maupun kajian pragmatis.
"Berdasarkan kajian empiris pemda sudah kuat secara undang-undang dan telah memiliki dokumen penyerahan tahun 1989. Sedangkan kajian historis dan pragmatis berdasarkan estetik sudah ada pengakuan dari beberapa okupan dan tokoh-tokoh sejarah bahwa tanah itu memang milik pemda" tutur Mance.
Sesungguhnya, kata Mance, pemda sudah melakukan aktivitas di atas tanah Nanga Banda sejak tahun 1985 sampai 2019. Hal tersebut dibuktikan dengan tambak garam, gudang garam dan podium pacuan kuda. Jadi saat itu memang sudah ada pengakuan bahwa tanah itu milik pemerintah.
Baca Juga: BPK Temukan Kerugian Rp 9,7 Miliar atas Proyek Pembangunan Bandara dan Pengaspalan di Kolaka Utara
Kemudian terkait tindakan penertiban, Mance menjelaskan bahwa pemda sedang mengamankan aset dari klaiman para pihak dan itu merupakan hak pemda berdasarkan bukti.
"Semua memang bisa klaim bahwa itu tanah saya. Tapi tindakan pemda mengamankan aset dengan cara menggusur pilar sudah berdasarkan bukti dokumen. Kalau ada yang tidak puas segera gugat ke pengadilan, kami tetap menghormati proses hukum" ungkap Mance.
"Justru kami mendorong agar mereka gugat ke pengadilan. Kalau memang pemda kalah saya pikir bupati dan wakil bupati akan menghormati keputusan itu" ungkapnya lagi.
Ia pun mengaku bahwa pemda secara struktur telah melibatkan semua elemen maupun instrumen sampai ke tingkat desa dan kelurahan dalam menyelesaikan proses sengketa ini.
Bahkan pemda sudah pernah bersurat kepada orang yang mengklaim tanah itu agar secara sukarela meninggalkan tanah itu dan tidak boleh melakukan aktivitas di dalamnya.
"Semua instrumen sudah kita libatkan dari awal proses. Kami juga sudah pernah duduk bersama menyelesaikan persoalan ini tetapi pihak sebelah masih tetap pegang pada pendirian" kata dia. (B)
Penulis: Berto Davids
Editor: Musdar