Melestarikan Tradisi Mosehe Wonua yang Sakral
Reporter
Minggu, 28 Juni 2020 / 9:42 am
KONAWE UTARA, TELISIK.ID - Tradisi tolak bala ada di banyak suku dan daerah di Indonesia. Masyarakat di Jawa melakukan tolak bala dengan melaksanakan bersih desa atau ruwatan massal.
Cara yang cukup berbeda dilakukan oleh masyarakat di Kalimantan bagian Selatan. Untuk menolak bala, mereka melakukan ritual dengan upacara yang diikuti dengan mandi dan menyucikan tubuh.
Selain di Jawa dan Kalimantan, tradisi tolak bala yang cukup unik juga dilaksanakan di Sulawesi Tenggara. Salah satu suku di Sulawesi Tenggara, Mekongga dan Tolaki, memiliki ritual yang secara turun-temurun tetap terjaga dan terpelihara hingga kini. Salah satu ritual yang dianggap paling sakral adalah Mosehe Wonua.
Mosehe Wonua adalah tradisi suku Mekongga dan Tolaki yang dilaksanakan secara besar-besaran, ramai dan penuh hikmat sakral sehingga diharapkan masyarakat ikut terlibat di dalamnya, termasuk seluruh utusan yang mewakili negerinya (daerah) masing-masing dari seluruh kerajaan Tolaki. Bahkan tokoh adat, masyarakat, agamawan, pemerintah sipil maupun militer akan larut bersama dalam prosesi upacara Mosehe Wonua.
Di Sulawesi Tenggara, Mosehe Wonua identik dengan ritual pensucian kampung yang dilakukan sejak abad ke-13, saat Kerajaan Mekongga Tolaki masih berjaya. Tradisi ini terus dipertahankan hingga raja-raja berikutnya yang bertahta dan memimpin masyarakat suku Tolaki yang masih bertahan dan menjadi masyarakat modern.
Dahulu kala, tradisi ini dilakukan saat dua kerajaan melakukan peperangan. Untuk menyucikan semua dosa dan juga dendam, raja melakukan upacara Mosehe Wonua ini. Dalam upacara yang dilakukan ratusan tahun lalu ini, Raja Tolaki juga menjodohkan anaknya sehingga permusuhan akhirnya reda. Sejak Mosehe Wonua dilakukan pertama kali, tradisi ini jadi rutin dilakukan untuk menolak bala dan juga mara bahaya.
Baca juga: Tradisi Adat Kawi'a Masyarakat Suku Moronene
Dalam bahasa Tolaki, Mosehe memiliki arti melakukan sesuatu yang suci. Berangkat dari sini, Mosehe Wonua bertransformasi menjadi sebuah ritual yang diadakan secara rutin untuk menolak bala dan menyucikan negeri dari hal-hal yang merugikan semua orang yang ada di dalam kawasan kerajaan.
Setiap tahun, penduduk suku Tolaki akan mengadakan tradisi yang sangat sakral ini. Bagi mereka, melakukan Mosehe Wonua tidak hanya meminta keberkahan saja. Mereka juga melestarikan tradisi nenek moyang yang akan sangat sayang jika sampai hilang dan akhirnya tidak bisa dilakukan lagi. Apalagi tradisi ini berasal dari kerajaan masa lalu dan telah berusia ratusan tahun.
Dari abad ke-13 hingga abad ke-17 awal, tradisi ini dilakukan dengan cara yang sesuai dengan kepercayaan animisme dan dinamisme. Seiring dengan berjalannya waktu, terutama saat Islam masuk ke nusantara dan menyebarkan ajaran Islam di kawasan kerajaan Konawe, unsur islami juga dimasukkan ke dalam ritual Mosehe Wonua.
Ritual penyucian negeri ini akhirnya disisipi doa-doa yang lebih islami. Selebihnya, urutan ritual tidak ada yang berubah seperti melakukan siraman kepada tubuh dari pemimpin atau raja yang dihormati. Saat kerajaan dari Konawe sudah tidak ada, masyarakat tetap melakukannya dan mengganti bupati sebagai orang yang ditinggikan di dalam ritual.
Di era modern seperti sekarang, Mosehe Wonua tetap dilakukan dan menjadi salah satu agenda besar pemerintah daerah. Saat ini Mosehe Wonua dilakukan di daerah Kabupaten Konawe Utara dengan Bupati Konawe Utara beserta wakil menjadi orang yang ditinggikan.
Tradisi ini berlangsung meriah dan disaksikan oleh banyak orang. Semua mata ingin menyaksikan seperti apa ritual yang sudah sangat tua ini. Masyarakat ingin tahu seperti apa sakralnya upacara yang diikuti dengan acara penyembelihan kerbau putih dan juga melakukan tradisi tari-tarian.
Inilah sedikit ulasan tentang Mosehe Wonua yang sangat sakral dan legendaris. Semoga tradisi yang sangat berharga ini terus dipertahankan agar kekayaan budaya di Indonesia tidak akan pernah habis seiring dengan berjalannya waktu.
Reporter: Siswanto Azis
Editor: Haerani Hambali