Parang Kendari Tetap Diproduksi Tradisional, Jenisnya Beragam dari Sabit hingga Pisau Daging

Tim Telisik

Reporter

Selasa, 09 September 2025  /  3:31 pm

Seorang pengrajin parang di Kendari, Kasdi, terus berkarya di tengah gempuran modernisasi. Dengan keterampilan dan bahan daur ulang, ia menghasilkan parang berkualitas yang menjadi sumber penghidupan keluarganya. Foto:Brio Toto Aryanto/Telisik

KENDARI, TELISIK.ID – Di sebuah sudut Kota Kendari yang ramai, masih berdiri sebuah bengkel sederhana yang mempertahankan tradisi pembuatan parang secara manual.

Di tempat itu, beragam jenis alat, mulai dari parang, sabit, hingga pisau daging, terus diproduksi dengan cara tradisional meski modernisasi kian meluas.

Proses pembuatan parang di bengkel ini tidak hanya sekadar menempa besi, melainkan sebuah keterampilan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kasdi, pengrajin berusia 33 tahun yang sehari-hari bekerja di bengkel tersebut, menjelaskan bagaimana setiap bilah parang memiliki perjalanan panjang sebelum akhirnya siap digunakan masyarakat.

Baca Juga: Promo Besar-besaran, Hyundai Kendari Berhasil Gaet Konsumen hingga Luar Daerah

"Untuk membuat sebilah parang, biasanya saya membutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga hari, tergantung pada ukuran dan tingkat kerumitannya," ujarnya, Senin (9/9/2025).

Bahan baku yang digunakan juga tidak sembarangan. Alih-alih membeli besi baru, Kasdi memanfaatkan bahan bekas seperti per mobil dan bar gergaji mesin.

Menurutnya, bahan-bahan tersebut justru lebih kuat dan tahan lama setelah ditempa dengan teknik tradisional. 

"Besi bekas itu punya kualitas bagus kalau diolah dengan benar. Hasilnya bisa lebih tajam dan awet," jelasnya.

Meski kualitasnya dikenal baik, harga parang yang dijual Kasdi bervariasi sesuai ukuran dan jenis. Ia mematok harga mulai dari Rp380.000 hingga Rp700.000 per bilah. Namun, penghasilan yang diperoleh setiap bulan tidak menentu.

Baca Juga: WOW SALE, Diskon Fantastis hingga 50 Persen di INFORMA Kendari

"Terkadang, saya bisa mendapatkan Rp300.000, tetapi ada juga saatnya hanya Rp200.000. Semua tergantung pada jumlah pesanan yang masuk," tuturnya.

Di balik keterampilan dan kesabaran itu, tantangan besar tetap ia hadapi. Permintaan yang fluktuatif membuat pemasukan jauh dari stabil, apalagi di tengah persaingan dengan produk pabrikan modern. Namun, Kasdi tetap memilih bertahan.

"Selama masih ada yang membutuhkan, saya akan terus membuat parang. Ini sudah jadi bagian dari hidup saya," katanya mantap.

Penulis: Brio Toto Aryanto

Editor: Ahmad Jaelani

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS