Pengamat Duga Ancaman Reshuffle Presiden Berkaitan dengan Penolakan RUU HIP

Rahmat Tunny

Reporter Jakarta

Sabtu, 11 Juli 2020  /  5:35 pm

Kennorton Hutasoit, Pakar Komunikasi Politik. Foto: Ist.

JAKARTA, TELISIK.ID - Ancaman reshuffle Presiden Joko Widodo kepada para menteri hingga kini belum dilakukan. Tercatat, sudah hampir masuk satu bulan pasca ancaman disampaikan di rapat kabinet pada 18 Juni 2020 kemarin, belum juga ditindaklanjuti oleh presiden.

Pakar Komunikasi Politik Kennorton Hutasoit mengatakan, ancaman reshuffle Presiden Jokowi bisa terjadi di bulan Juli hingga Agustus, karena di bulan ini presiden menerima laporan kinerja para menteri.

"Reshuffle pada Juli hingga Agustus tahun ini sangat mungkin dilakukan Presiden Jokowi. Kenapa pada bulan-bulan ini dilakukan reshuffle, ini kemungkinan besar karena pada bulan-bulan inilah Presiden Jokowi menerima laporan kinerja para menteri," kata Kennorton Hutasoit kepada Telisik.id di Jakarta, Sabtu (11/7/2020).

Dikatakan Hutasoit, langkah reshuffle yang akan dilakukan presiden tidak terlepas dari relasi kekuasaan. Karena kondisi ini pernah terjadi pada periode sebelumnya, dimana presiden melakulan reshuffle dan mengeluarkan Partai Amanat Nasional (PAN) dari koalisi karena tidak mendukung kebijakan pemerintah.

Baca juga: Bamsoet Ingatkan Isu Reshuffle Tak Boleh Jadi Bola Liar yang Kontraproduktif

"Reshuffle tergantung subjektivitas presiden, tapi dalam kenyatannya tidak terlepas dari relasi kuasa dalam situasi tertentu. Pada reshuffle 15 Agustus 2018, PAN dikeluarkan dari kabinet, ini dikait-kaitkan dengan penolakan PAN terhadap Perppu Ormas. Kalau reshuffle kabinet benar-benar dilakukan pada Juli hingga Agustus tahun ini, bisa saja ini dikait-kaitkan dengan isu atau penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila di DPR," ucapnya.

Lebih jauh kandidat doktor ini, presiden harus terlebih dulu mempertimbangkan siliditas koalisi yang tergabung dalam pemerintahan. "Presiden Jokowi dalam melakukan reshuffle perlu mempertimbangkan soliditas partai pendukung pemerintah, dan memastikan partai-partai pendukung yang loyal," sarannya.

"Untuk parpol-parpol yang ada di parlemen yang berada di luar pemerintah, sebaiknya tetaplah di luar pemerintahan. Fraksi-fraksi di DPR yang berada di luar pemerintahan diharapkan bisa lebih giat mengawasi pemerintahan terutama mencegah penyalahgunaan kekuasaan di tengah krisis pandemi COVID-19 dan mengawasi potensi penyelewengan dana penanggulangan COVID-19. Dana penanggulangan COVID-19 yang mencapai Rp 695,2 triliun, harus diawasi ketat untuk memperkecil terjadinya penyelewengan," tutup penguji di Dewan Pers ini.

Reporter: Rahmat Tunny

Editor: Haerani Hambali