Pilkada Wakatobi 2020: Menjaring Suara Langit

Muhammad Rizky

Penulis

Minggu, 06 Desember 2020  /  8:16 pm

Muhammad Rizky, Penulis Lepas dari PP Nurul Furqon, Tomia Timur. Foto: Ist.

Oleh: Muhammad Rizky

Penulis Lepas dari PP Nurul Furqon, Tomia Timur

BEBERAPA hari lalu lembaga survei The Haluoleo Institute merilis siapa calon bupati dan wakil bupati yang meraih simpati terbanyak di Pilkada Wakatobi. Pasangan nomor urut 1, H. Arhawi-Mardin Laomu (Halo) mengungguli pasangan nomor urut 2, Haliana-Ilmiati Daud (Hati).

Pasangan nomor urut 1 terkenal dengan akronim Halo memperoleh tingkat keterpilihan 51,9 persen. Sementara tingkat keterpilihan pasangan nomor urut 2 atau yang kental dengan akronim Hati memperoleh 42,7 persen. Sisanya sebanyak 5,4 persen dimiliki swing voter (pemilih yang ragu-ragu menentukan pilihan).

Bagi pendukung petahana, hasil survei itu merupakan kabar baik yang dinanti-nanti. Sebab hasil survei itu semakin mengokohkan barisan Halo dan menganggap usaha selama ini tidak sia-sia. Akan tetapi berbeda dengan respon barisan pendukung Hati.

Mereka melakukan kontra narasi di media sosial, terutama melalui grup facebook Wakatobi Online. Bahwa hasil survei lembaga tersebut bukanlah hasil final pemungutan suara pada 9 Desember mendatang.

Bahkan ada yang menganggap hasil survei itu tak lebih dari manipulasi data yang tidak sesuai kenyataan. Maka perang narasi semakin memanas.

Baca juga: Solusi Sistematis Penanganan Gizi Buruk

Tetapi sebelum hasil survei itu dipublikasikan, warganet di grup facebook Wakatobi Online sudah ramai dengan narasi-narasi kebencian: pendukung petahana menganggap pasangan Hati miskin pengalaman mengelola birokrasi; sementara kubu Hati menilai pasangan Halo gagal membangun Wakatobi.

Begitulah rivalitas, setiap orang punya hasrat untuk memenangkan kandidat yang dianggapnya sesuai dengan pilihannya. Saking menggebu-gebu hasrat manusia, dunia irasional acapkali menjadi opsi mendapatkan petunjuk siapa bakal jadi jawara.

Penulis mendengar sejumlah pendukung Hati menyaksikan fenomena alam yang dikaitkan dengan Pilkada ini. Misalnya, tumbangnya pohon beringin di Kelurahan Tongano Barat, Tomia Timur. Menurut pendukung Hati, fenomena itu ialah pertanda kekalahan partai Golkar yang berlambang pohon beringin, dimana pasangan Halo berkendara.

Ada lagi salah satu anggota grup facebook Wakatobi Online menampilkan gambar jambu mete dua biji dalam satu buah. Terlepas apakah itu editan atau asli, yang jelas gambar jambu mete itu isyarat, setidaknya menurut pendukung calon bupati dan wakil bupati nomor urut 2, yakni Hati akan keluar sebagai kampiun Pilkada Wakatobi tahun ini. Cerita-cerita demikian adalah sesuatu yang wajar dan bukan hal yang baru.

Menarik melihat dua sudut pandang tersebut. Halo mendapat legitimasi kemenangannya melalui hasil survei. Sementara legitimasi kemenangan Hati diperoleh melalui hal-hal magis--kalau tidak mau dikatakan sebagai fenomena alam.  

Baca juga: Menyongsong Kapolri Baru, Tak Sekadar Nama dan Lulusan Tahun Berapa

Namun demikian, apapun cara yang kita lakukan agar lebih dulu mengetahui hasil Pilkada ini, seyogianya tidak membuat nurani kemanusiaan kita abai pada kenyataan. Bahwa fitrah manusia itu suci sehingga caci-maki, membenci, menghujat dan memfitnah adalah sifat tercela yang berasal dari luar diri manusia.

Maka dalam momentum Pilkada ini seharusnya kita kembali melihat ke dalam diri kita. Menjernihkan nurani dan pikiran supaya nanti saat berada di bilik Tempat Pemungutan Suara (TPS) kita benar-benar memilih sesuai tuntutan nurani, bukan memilih atas dasar uang dari calon tertentu.

Sebab penilaian yang jernih, dalam konteks ini terhadap calon bupati dan wakil bupati, berasal dari nurani dan akal sehat. Dalam suatu majelis pengajian yang pernah penulis ikuti, ada penjelasan menarik bahwa dalam diri manusia terdapat dunia kecil atau mikrokosmos. Dunia kecil yang dimaksud adalah nurani. Di sanalah Tuhan bersemayam.

Memilih salah satu calon bupati dan wakil bupati dengan menggunakan nurani dan akal sehat berarti kita "menjaring suara langit". Maka kalimat Vox Populi Vox Dei Est (suara rakyat adalah suara Tuhan) benar-benar menemukan makna sesungguhnya disini. Bukan uang, bukan jabatan, melainkan semata-mata memilih karena penilaian nurani dan akal sehat adalah hakikat demokrasi itu sendiri.

Lalu siapakah calon bupati dan wakil bupati yang layak memimpin Wakatobi selama 5 tahun mendatang? Wallahu a'lam. (*)