Puluhan Pelajar Pingsan, Potret Pahit Gerak Jalan HUT RI ke-80 di Baubau

Eka Putri Puisi

Penulis

Rabu, 13 Agustus 2025  /  1:17 pm

Puluhan pelajar pingsan saat mengikuti gerak jalan dalam rangka HUT RI 2025 di Kota Baubau. Foto: Eka Putri Puisi/Telisik

BAUBAU, TELISIK.ID - Sejak pagi, langkah-langkah tegap peserta Gerak Jalan Indah (GJI) 2025 sudah memenuhi jalan-jalan utama Kota Baubau. Suara sorakan penonton, tabuhan drum, dan dentingan alat musik marching band berpadu menjadi irama yang membangkitkan semangat.

Kegiatan yang telah menjadi tradisi puluhan tahun dalam rangka perayaan HUT RI ini kembali digelar dengan antusiasme tinggi. Tahun ini, jumlah peserta membludak. Hari kedua bahkan mencapai hingga 240 barisan, menggabungkan pelajar dari berbagai jenjang pendidikan dengan kelompok masyarakat umum.

Pelaksanaan GJI HUT RI ke-80 2025 terbagi dalam tiga hari. Hari pertama menampilkan barisan karang taruna dan sebagian pelajar. Hari kedua, yang jatuh pada Selasa 12 Agustus, diisi oleh gabungan peserta umum dan pelajar yang tersisa. Di antara barisan itu tampak ibu-ibu Majelis Taklim, komunitas Kerukunan Keluarga Tomia Baubau (KKTB), dan kelompok masyarakat umum lainnya, serta kelompok sekolah dari tingkat SD hingga SMA.

Atmosfer kian semarak dengan penampilan beragam kostum dan koreografi kreatif dari tiap peserta. Rute yang ditempuh peserta dimulai dari depan Kampus Universitas Muhammadiyah, melewati jembatan gantung, Pantai Kamali, eks Rumah Jabatan Buton, hingga berakhir di pelataran Rumah Jabatan Wali Kota Baubau.

Jarak tempuh yang dilalui peserta bervariasi, namun barisan pelajar SD di pagi hingga siang hari menempuh sekitar 4 kilometer. Setelah itu giliran siswa SMP yang mengambil alih jalur hingga sore. Menjelang malam, barisan siswa SMA melanjutkan perjalanan, diikuti kelompok umum hingga penutup.

Salah satu barisan yang menjadi sorotan tahun ini adalah SLB Negeri 1 Baubau. Dipimpin Rahman, atau yang akrab disapa Okky Boy, mereka membawa semboyan “Bisa” yang tercermin dalam langkah rapi dan penuh percaya diri. Penampilan mereka memikat penonton dari awal hingga akhir.

Namun di balik kemeriahan, GJI 2025 menyisakan catatan serius. Jadwal yang seharusnya selesai sore hari molor hingga larut malam. Barisan terakhir berupa marching band penutup baru mencapai finis sekitar pukul 22.00 Wita. Durasi panjang ini berbeda jauh di banding tahun-tahun sebelumnya, di mana kegiatan biasanya berakhir sekitar pukul 17.00 Wita.

Baca Juga: Kalego, Rambi Wuna dan Bola Gotong jadi Magnet di Perayaan HUT ke-66 Muna dan HUT ke-80 RI

Seperti yang diceritakan oleh Zein, salah seorang warga Baubau yang rutin menyaksikan GJI setiap tahunnya. Biasanya, akan dilanjutkan keesokan harinya bila belum rampung. Lamanya waktu pelaksanaan berdampak pada kesehatan peserta.

Puluhan siswa tumbang di tengah jalan, sebagian pingsan karena kelelahan. Korban langsung dilarikan ke Puskesmas Wajo, Puskesmas Wolio, serta RSUD Palagimata. Sebagian lainnya sempat mendapat pertolongan darurat dari rekan setim menggunakan obat seadanya sebelum tim medis tiba. Salah satu yang pingsan adalah komandan barisan KKTB, yang bahkan juga berteriak histeris hingga harus dibopong ke rumah keluarga.

Di antara barisan yang tumbang, banyak yang adalah pelajar SMP dan SMA yang mendapat giliran start di jam-jam terik dan menjelang malam. Ketahanan fisik mereka terkuras karena harus menunggu lama sebelum berangkat. Penonton di pinggir jalan pun tak luput dari rasa lelah, namun banyak yang tetap bertahan hingga barisan terakhir lewat.

Kemacetan lalu lintas menjadi pemandangan lain yang mengiringi GJI 2025. Sejak pagi hingga malam, kendaraan mengular di sejumlah titik strategis kota. Aktivitas masyarakat terhambat, termasuk di pusat-pusat perbelanjaan. Beberapa pedagang mengaku mengalami penurunan omzet akibat akses yang sulit.

Dari sisi panitia, membludaknya peserta diakui menjadi penyebab utama molornya jadwal. Idealnya, maksimal hanya 150 barisan yang mengikuti lomba dalam sehari. Tanpa pembatasan jumlah, jalannya lomba menjadi tidak terkendali dan memakan waktu lebih lama dari perkiraan.

Pemerintah kota menyatakan akan melakukan evaluasi total. Perencanaan teknis, pembatasan jumlah peserta, dan penataan rute menjadi fokus pembenahan untuk tahun depan. Tujuannya agar GJI tetap berlangsung meriah tanpa mengorbankan kesehatan peserta dan kenyamanan warga.

Sebagian masyarakat menilai bahwa format GJI saat ini sudah waktunya diperbarui. Kegiatan yang terlalu panjang dan melelahkan dianggap kurang relevan dengan kondisi zaman. Usulan untuk mengganti atau mengombinasikannya dengan konsep karnaval mulai banyak terdengar.

Karnaval, seperti yang sukses digelar di Jember hingga Rio de Janeiro, dinilai dapat menghadirkan tontonan menarik sekaligus mempersingkat durasi. Konsep ini juga berpotensi menjadi daya tarik wisata baru bagi Baubau. Dengan demikian, semangat perayaan tetap terjaga, namun dikemas lebih segar dan tertata.

Meski penuh catatan, semangat para peserta patut diapresiasi. Dari langkah tegap barisan pelajar, kreativitas kostum komunitas, hingga hentakan drum marching band, semua menyatukan warga dalam euforia kemerdekaan. GJI 2025 menjadi bukti bahwa partisipasi masyarakat Baubau terhadap kegiatan budaya masih sangat tinggi.

Malam itu, sorak-sorai penonton tetap terdengar meski waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 Wita. Lampu-lampu jalan dan cahaya dari kamera ponsel penonton menerangi langkah-langkah terakhir barisan penutup. Tepuk tangan panjang mengiringi momen akhir, menandai penutupan GJI 2025.

Baca Juga: Ini Enam Paket Proyek Miliaran Rupiah di Muna Telah Teken Kontrak dan Satu Proses Tender

Bagi mereka yang tumbang, pengalaman ini menjadi pelajaran tentang pentingnya persiapan fisik dan teknis sebelum berlomba. Bagi panitia, ini menjadi peringatan bahwa antusiasme besar harus diimbangi dengan manajemen yang matang.

Kota Baubau, yang setiap tahun menantikan GJI sebagai salah satu puncak perayaan, kini dihadapkan pada pertanyaan: bagaimana membuat tradisi ini tetap hidup tanpa mengulang masalah yang sama? Jawabannya mungkin ada pada evaluasi yang dijanjikan pemerintah kota.

Tradisi yang telah mengakar puluhan tahun ini memang punya daya tarik tersendiri. Tetapi, seperti halnya tradisi lain, ia perlu beradaptasi dengan tuntutan zaman. Pembenahan format, durasi, dan jumlah peserta adalah langkah penting agar GJI di tahun-tahun mendatang bisa tetap menjadi kebanggaan tanpa harus berakhir larut malam.

Bila pembenahan itu berhasil, mungkin di tahun depan GJI akan kembali menjadi momen kegembiraan yang murni—penuh tawa, sorakan, dan langkah tegap—tanpa bayang-bayang kelelahan yang berlebihan. Untuk saat ini, GJI 2025 akan diingat sebagai tahun di mana Baubau berjalan jauh, sangat jauh, hingga malam menutup perayaannya. (B)

Penulis: Eka Putri Puisi

Editor: M Nasir Idris

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS