Putusan Janggal Perambah Hutan
Penulis
Sabtu, 14 Januari 2023 / 1:32 pm
Oleh: Muh. Amsar, S.Sos.I, SH
Ketua DPD KNPI Provinsi Sulawesi Tenggara
PENEGAKKAN hukum lingkungan merupakan isu sentral yang menjadi prioritas pemerintah kekinian. Ancaman kerusakan lingkungan nyata di depan mata. Mafia pertambangan bak raja, seperti sulit terjamah hukum.
Namun pesimisme itu tak boleh dibiarkan begitu saja. Masih ada penegak hukum yang garang terhadap pelaku kejahatan lingkungan. Hal ini tidak terlepas dari maraknya penambangan illegal dengan dampak ekologis serta kerugian negara yang cukup besar.
Beberapa waktu lalu, sebuah patroli mining yang dilakukan, ditemukan kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT Deven Mineral Sinergi 77 (PT DMS 77) di Desa Morombo, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara dengan menggunakan 27 unit alat berat jenis excavator, 1 unit grader dan 8 unit dump truck.
Tim Tipidter Ditreskrimsus Polda Sultra menemukan bukaan tambang yang lapisan atasnya sudah digali dengan menggunakan alat berat dan juga terdapat bukaan galian yang diduga ore nikel serta di samping bukaan juga terdapat beberapa tumpukan ore nikel. Jelas terjadi aktivitas pertambangan. Untuk memastikannya ativitas ini legal atau tidak dilakukan pengecekkan terhadap titik koordinat lokasi penambangan.
Titik koordinat lokasi alat berat dimasukkan atau ploting ke dalam lampiran keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.6623/MENLHK–PKTL/KUH/PLA.2/ 10/2021 tertanggal 27 Oktober 2021 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Tenggara sampai dengan Tahun 2020, bahwa seluruh titik koordinat yang dirambah masuk dalam Kawasan Hutan Lindung.
Tim penyidik Tipidter Polda Sultra kemudian menetapkan D sebagai Direktur PT DMS 77 tersebut sebagai tersangka pada 20 September 2022 atas dugaan melakukan kegiatan penambangan di dalam Hutan Lindung tanpa izin menteri dan dengan segaja membawa alat-alat berat dan alat-alat lainnya yang lazim yang akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri.
Janggalnya, ditetapkan sebagai tersangka, D ditangkap Subdit IV Tipidter Polda Sultra di Bandara Soekarno Hatta saat hendak ke Jerman. D pun langsung digiring penyidik ke Mapolda Sultra. Polda Sultra langsung melengkapi berkas perkara usai melakukan penelitian hasil penyelidikan pada berkas perkara.
Setelah dinyatakan lengkap atau P21, Kejati Sultra menyatakan berkas tersebut telah lengkap dan pernyataan kelengkapan berkas perkara juga sudah diterima Polda Sultra dengan nomor BP/ 44/X/ RES.5.6/ 2022/DITRESKRIMSUS pada tanggal 3 Oktober 2022.
Sidang perkara tersebut pun mulai digelar di Pengadilan Negeri Unaaha, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Ironisnya dalam sidang putusan, hakim memvonis bebas D dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Unaaha Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara pada 2 November 2022 dengan nomor perkara 181/Pid.B/LH/2022/PN Unh.
Direktur PT DMS 77 itu dinyatakan tidak bersalah dan bebas murni usai majelis hakim membacakan sidang putusan. Di saat aparat penegak hukum sedang gencar-gencarnya memberantas praktik penambang ilegal yang selama ini marak di Sulawesi Tenggara, pengadilan malah memutus bebas satu terdakwa.
Baca Juga: 2023, Polri dan Tuntutan Perubahan
Pertimbangan janggal majelis berpendapat bahwa oleh karena salah satu unsur dari Pasal 89 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Jo. Pasal 17 ayat (1) huruf a Jo.
Pasal 37 Angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak terpenuhi, maka terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kedua sehingga terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan tersebut.
Adaapun unsur yang tidak terpenuhi yakni: Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas Majelis Hakim berpendapat bahwa benar 27 (dua puluh tujuh) unit alat berat jenis excatavor meruapakan alat yang lazim digunakan dalam kegiatan pertambangan namun terdakwa bukan pelaku (dader) yang membawa masuk alat-alat berat ataupun kendaraan yang menjadi barang bukti dalam perkara ini ke Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT. ALK.
Akan tetapi hal tersebut dilakukan oleh Wilson Manalip selaku General Manager PT. Deven Mineral Sinergi 77 (PT. DMS 77), maka terhadap sub unsur kesalahan/kesengajaan pada diri terdakwa secara mutatis mutandis bukan berada pada diri terdakwa, sehingga dengan demikian majelis hakim berpendapat bahwa unsur ”dengan segaja membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang” tidak terpenuhi menurut hukum.
Dalam pertimbangan ini majelis terindikasi sengaja melepaskan pelaku dari kategorisasi pelaku dan membebaninya kepada Wilson Manalip selaku General Manager PT. Deven Mineral Sinergi 77 (PT. DMS 77). Kategorisasi pelaku secara expressive verbis menurut pasal 55 KUHP bisa saja berupa pelaku (pleger), yang menyuruh melakukan (doenpleger), yang turut serta (medepleger) atau penganjur (uitlokker).
Pertimbangan ini justru kontradiktif dengan pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa melakukan pengolahan nikel dengan cara terdakwa memasukkan alat-alat berupa exavator, dump truck dan greder kemudian diawali dengan membuka jalan hauling dengan menggunakan exavator dan dump truck.
Selanjutnya yang kemudian membuka lahan untuk pembuatan mess/base camp dengan cara meratakan areal lokasi pembuatan mess dan menumbangkan pohon-pohon di tempat akan dibangunnya mess/basecamp, hal tersebut dilakukan oleh saksi-saksi yang bertugas sebagai operator exavator dan diawasi oleh saksi-saksi yang bertindak sebagai pengawas lapangan, juga diawasi oleh saksi Melkianus sebagai orang kepercayaan terdakwa, dan di lokasi ditemukannya kegiatan penambangan tersebut ditemukan juga tumpukan ore nikel.
Dalam fakta persidangan tersebut tergambar jelas bahwa terdakwa berperan aktif dalam aktivitas ini. Sangat jelas terkualifisir ke dalam kategorisasi pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 KUHP.
Pertimbangan majelis yang menyatakan terdakwa bukan pelaku (dader) yang membawa masuk alat-alat berat ataupun kendaraan yang menjadi barang bukti dalam perkara ini ke Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT. ALK adalah penyesatan hukum yang nyata dan sangat menghina proses penegakan hukum.
Majelis juga menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan bahwa dalam persidangan terbukti jika kegiatan yang ada di dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT. Anugrah Lestari Kendari (PT. ALK) adalah kegiatan pekerjaan dan pembangunan tapak mess.
Hal terebut tidak termasuk dalam pengertian kegiatan penambangan sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang mendefinisikan pertambangan merupakan sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta kegiatan pasca tambang.
Menjadi pertanyaan publik ketika terjadi aktivitas persiapan pertambangan seperti kegiatan pembangunan tapak mess tidak terkualifisir sebagai kegiatan pertambangan sebagaimana dalam defenisi pertambangan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Baca Juga: Memaknai Salam 3B untuk Kerukunan Bangsa
Dalam defenisi tersebut terdapat frasa “konstruksi” yang bisa menjerat aktivitas pelaku. Hakim memainkan penafsiran restriktif dengan kaku dan terkesan mencoba menyelamatkan pelaku perambah hutan dengan kasar.
Bagaimana mungkin ada aktivitas persiapan penambangan tidak dikatakan sebagai aktivitas pertambangan? Dalam batas penalaran yang wajar, tidak mungkin ada aktivitas persiapan pertambangan di lokasi tersebut tanpa tujuan untuk melakukan penambangan.
Notabene yang terjadi adalah Kegiatan yang dilakukan oleh PT. Deven Mineral Sinergi 77 di Desa Morombo Kec. Lasolo Kepulauan Kab. Konawe Utara diantaranya ialah pembuatan jalan hauling, pembangunan mess/basecamp dan penambangan ore nikel.
Beberapa pertimbangan majelis sangat jauh dari rasa keadilan yang mengusik penegakan hukum lingkungan di Sulawesi Tenggara.
Putusan ini akan menjadi bahan eksaminasi publik, dan kami akan melaporkan hakim yang terlibat di Komisi Yudisial Republik Indonesia dan Mahkamah Agung. Bagaimanapun keadilan harus ditegakkan, sekalipun langit akan runtuh. Fiat Justitia Pereat Mundus! (*)
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS