Skandal Disertasi Menteri Bahlil Tentang Hilirisasi Nikel: UI Berani Hentikan dan Batalkan?
Reporter
Rabu, 05 Maret 2025 / 11:22 am
UI hadapi polemik disertasi Bahlil, keputusan pembatalan dan sanksi dinantikan. Foto: Repro Kompas
JAKARTA, TELISIK.ID - Dewan Guru Besar, Majelis Wali Amanat, Senat Akademik Universitas dan Rektorat Universitas Indonesia (UI) tengah menghadapi keputusan besar terkait disertasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia.
Kasus ini mencuat setelah Dewan Guru Besar UI merekomendasikan pembatalan disertasi Bahlil pada 10 Januari 2025. Rekomendasi tersebut didasarkan pada hasil sidang etik yang menemukan berbagai pelanggaran akademik dalam penyusunan disertasi Bahlil.
Disertasi berjudul "Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia" menjadi sorotan karena adanya dugaan manipulasi dalam proses akademik.
Dewan Guru Besar UI mengungkapkan, disertasi tersebut melanggar empat standar akademik, termasuk ketidakjujuran dalam pengambilan data dan proses kelulusan yang terlalu cepat. Selain itu, Bahlil diduga mendapatkan perlakuan khusus dalam bimbingan hingga sidang disertasinya.
Mengutip suara.com jaringan telisik.id, Rabu (5/3/2025), hasil sidang etik menyatakan bahwa disertasi Bahlil bermasalah sejak tahap pengambilan data.
Data dalam disertasinya dikumpulkan tanpa izin dari narasumber, sehingga menimbulkan keraguan terhadap validitas penelitian.
Selain itu, proses akademik yang dijalaninya dianggap tidak memenuhi persyaratan standar UI, terutama dalam durasi penyelesaian program doktoralnya.
Baca Juga: Pengecer Gas 3 Kg Diaktifkan Kembali, Bahlil Segera Eksekusi Solar Subsidi
Selain itu, ditemukan dugaan perubahan penguji secara mendadak sebelum sidang promosi doktor. Langkah ini menimbulkan spekulasi adanya intervensi terhadap proses akademik.
Lebih lanjut, keterlibatan promotor dan ko-promotor dalam kebijakan yang sedang dijalankan Bahlil sebagai Menteri Investasi dinilai menimbulkan konflik kepentingan yang mencederai integritas akademik UI.
Dewan Guru Besar UI akhirnya merekomendasikan agar Rektorat UI membatalkan disertasi Bahlil. Meski begitu, Bahlil tetap diberikan kesempatan untuk menulis ulang disertasi dengan topik yang baru, asalkan sesuai dengan standar akademik yang berlaku di UI.
Desakan untuk Pemberhentian Bahlil dari Program S3
Di tengah polemik ini, sejumlah akademisi menilai bahwa pembatalan disertasi saja tidak cukup. Herlambang Wiratraman, anggota Dewan Pengarah Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), menegaskan bahwa Bahlil seharusnya diberhentikan dari program S3 UI sebagai sanksi atas pelanggaran akademik yang dilakukan.
"Dia terbukti menciderai. Itu sanksinya harusnya diberhentikan sebagai mahasiswa," kata Herlambang, dikutip dari suara.com.
Menurutnya, keputusan yang tegas dari UI sangat penting untuk menjaga kredibilitas institusi akademik di Indonesia. Jika kasus ini tidak ditangani dengan tegas, dikhawatirkan akan merusak reputasi pendidikan tinggi, terutama dalam hal kejujuran akademik dan integritas penelitian.
Herlambang juga menyoroti peran promotor dan ko-promotor dalam kasus ini. Menurutnya, mereka yang terlibat dalam membimbing dan meluluskan disertasi yang bermasalah juga harus bertanggung jawab.
"Langkah mundur atau diberhentikan adalah langkah yang tepat untuk mereka," tambahnya.
Perlunya Pengawasan Ketat dalam Program Doktoral
Kasus Bahlil juga menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat dalam program doktoral, terutama bagi pejabat publik yang sedang menempuh pendidikan.
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES), Edi Subkhan, menilai bahwa potensi konflik kepentingan dalam dunia akademik harus menjadi perhatian utama.
"Jadi saya kira kalau dia punya potensi konflik of interest, itu perlu ada monitoring lebih ketat dibandingkan dengan yang lain," jelas Edi.
Menurutnya, banyak pejabat yang mengejar gelar akademik bukan demi pengembangan keilmuan, melainkan untuk meningkatkan citra mereka di mata publik.
Sanksi untuk Promotor dan Ko-Promotor
Sidang etik yang dilakukan Dewan Guru Besar UI tidak hanya merekomendasikan pembatalan disertasi Bahlil, tetapi juga memberikan sanksi kepada para akademisi yang terlibat dalam pembimbingan disertasi tersebut.
Ketua sidang promosi doktor Bahlil adalah Ketut Surajaya, dengan Chandra Wijaya sebagai promotor, serta Teguh Dartanto dan Athor Subroto sebagai ko-promotor.
Dewan Guru Besar UI merekomendasikan agar Chandra Wijaya dikenai sanksi larangan mengajar, membimbing, dan menguji selama minimal tiga tahun. Selain itu, ia juga diusulkan untuk ditunda kenaikan pangkat atau golongan selama tiga tahun dan diminta mundur dari jabatan struktural sebagai Dekan.
Sementara itu, Teguh Dartanto direkomendasikan mendapat teguran keras serta surat peringatan. Ia juga diusulkan mengalami penundaan kenaikan pangkat atau golongan maksimal dua tahun.
Untuk Athor Subroto, Dewan Guru Besar UI memberikan rekomendasi sanksi serupa dengan Chandra Wijaya. Athor dilarang mengajar, membimbing, dan menguji selama tiga tahun. Ia juga diusulkan mengalami penundaan kenaikan pangkat selama tiga tahun dan diminta mundur dari jabatan sebagai Direktur SKSG UI.
Sanksi terhadap promotor dan ko-promotor ini diberikan karena mereka dianggap telah melanggar etika akademik serta mencoreng reputasi UI.
Dewan Guru Besar UI menilai bahwa adanya dugaan perlakuan istimewa kepada seorang pejabat negara menunjukkan bahwa UI memberikan keistimewaan yang tidak seharusnya terjadi dalam dunia akademik.
Sikap Majelis Wali Amanat UI
Di tengah polemik ini, Majelis Wali Amanat (MWA) UI meminta semua pihak untuk menunggu keputusan resmi dari Rektorat UI. Anggota MWA UI, Dany Amrul Ichdan, menyatakan bahwa apapun hasil rapat Rektorat UI harus dihormati oleh semua pihak.
"Sebagai bagian dari MWA kami berharap semua pihak menghormati segala proses akademik dan tata kelola yang berlaku di internal UI," kata Dany. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS