Utang Luar Negeri Indonesia Turun Rp 7.103 Triliun Kuartal III 2025, Tersisa Segini

Ahmad Jaelani

Reporter

Selasa, 18 November 2025  /  3:06 pm

Penurunan utang luar negeri Indonesia mencerminkan stabilisasi kebutuhan pembiayaan di tengah kondisi global. Foto: Repro Antara.

JAKARTA, TELISIK.ID - Penurunan utang luar negeri Indonesia pada kuartal III 2025 mencerminkan perlambatan kebutuhan pembiayaan dan perubahan arus modal, dengan posisi terkini menunjukkan kondisi yang lebih terjaga dibanding periode sebelumnya meski dinamika global masih berlangsung.

Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia mencapai US$424,4 miliar atau setara Rp7.103 triliun pada kuartal III 2025. Angka ini turun 1,8 persen dibandingkan kuartal II 2025 yang berada di level US$432,3 miliar.

Penurunan tersebut menempatkan posisi ULN Indonesia pada level yang dianggap lebih terkendali oleh otoritas moneter.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa tren penurunan ini sejalan dengan perlambatan kebutuhan pembiayaan dari sektor publik serta kontraksi pada utang sektor swasta.

“Posisi ULN Indonesia pada triwulan III 2025 tercatat sebesar 424,4 miliar dolar AS, menurun dibandingkan dengan posisi ULN pada triwulan II 2025 sebesar 432,3 miliar dolar AS,” ujar Ramdan, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (18/11/2025).

Baca Juga: Pemkab Muna Lunasi Utang Insentif Dokter Tahun 2024

Secara tahunan, ULN Indonesia juga menunjukkan tren penurunan sebesar 0,6 persen (yoy), berbeda dari kuartal II 2025 yang tumbuh 6,4 persen (yoy). Perubahan ini menurut BI menggambarkan adanya penyesuaian strategi pembiayaan baik dari pemerintah maupun pelaku usaha di tengah kondisi pasar global yang masih dipengaruhi ketidakpastian.

BI merinci perlambatan ULN pemerintah terjadi karena berkurangnya kebutuhan pembiayaan pada beberapa program prioritas. Pada kuartal III 2025, ULN pemerintah tercatat sebesar US$210,1 miliar atau tumbuh 2,9 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 10 persen (yoy) pada kuartal sebelumnya. Ramdan menjelaskan bahwa ULN pemerintah masih diarahkan pada sektor produktif yang mendukung layanan publik.

Ia menyebut pembiayaan tersebut digunakan pada sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 23,1 persen; administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 20,7 persen; jasa pendidikan 17 persen; konstruksi 10,1 persen; transportasi dan pergudangan 8,2 persen; serta jasa keuangan dan asuransi 7,5 persen.

Dari sisi swasta, posisi ULN juga menunjukkan penurunan. Pada kuartal III 2025, ULN swasta tercatat sebesar US$191,3 miliar, turun dibandingkan posisi kuartal II 2025 sebesar US$193,9 miliar. Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi 1,9 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi 0,2 persen (yoy) pada kuartal sebelumnya.

BI menjelaskan kontraksi ini berasal dari penurunan ULN lembaga keuangan yang terkontraksi 3,0 persen (yoy) dan perusahaan nonkeuangan yang terkontraksi 1,7 persen (yoy).

Ramdan menyebut sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik dan gas, serta pertambangan dan penggalian mendominasi posisi ULN swasta dengan porsi mencapai sekitar 81 persen.

“Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor industri pengolahan; jasa keuangan dan asuransi; pengadaan listrik dan gas; serta pertambangan dan penggalian,” jelasnya.

Perkembangan ULN juga tak lepas dari dinamika arus modal asing. Ramdan menuturkan bahwa perubahan pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik turut memengaruhi aliran pembiayaan.

“Perkembangan ini terutama dipengaruhi oleh kontraksi pertumbuhan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara domestik seiring ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi,” terang Ramdan.

Baca Juga: Utang Pemerintah Terbaru Rp 9.138 Triliun Setara 39 Persen PDB, Diklaim Menkeu Purbaya Belum Goyang

BI juga melaporkan rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) berada pada level 29,5 persen atau turun dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 30,4 persen. Penurunan rasio tersebut dinilai sebagai salah satu indikator bahwa struktur ULN Indonesia tetap dalam batas yang dapat terkendali.

Ramdan menegaskan bahwa kebijakan pengelolaan ULN tetap dilakukan secara hati-hati untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional. “Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya,” ujar Ramdan.

Dengan perubahan kondisi pembiayaan dan penyesuaian strategi dari berbagai sektor, tren ULN Indonesia pada kuartal III 2025 memberikan gambaran mengenai upaya menjaga stabilitas ekonomi di tengah tantangan global. Pemerintah dan BI disebut akan terus memantau perkembangan ini untuk memastikan keberlanjutan fiskal dan ketahanan ekonomi nasional dalam periode mendatang. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS