Wawancara Khusus Ketua DPRD: Telusuri Visa 500 TKA Akan Masuk Sultra
Reporter
Sabtu, 20 Juni 2020 / 10:11 pm
KENDARI, TELISIK.ID – Ketua DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra) Abdurrahman Shaleh (ARS) menanggapi pemberitaan yang menyebutkan bahwa DPRD telah menyetujui kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China di Sultra.
Kabar yang beredar melalui pemberitaan di berbagai media tersebut, membuat publik mempertanyakan konsistensi Ketua DPRD yang sejak awal menolak 500 TKA datang di Sultra, namun kini melalui pemberitaan disebutkan DPRD telah menyetujuinya.
Berikut ini wawancara eksklusif jurnalis Telisik.id bersama Ketua DPRD Sultra, ARS.
Apakah DPRD menyetujui 500 TKA masuk di Sultra seperti yang telah diberitakan?
Terkait rencana masuknya 500 TKA, DPRD tidak menyoalkan setuju atau tidaknya seperti berita yang beredar. Sejak awal dikatatakan bahwa saya tidak pernah anti terhadap investasi asing, namun bagi TKA yang masuk di Sultra harus mengikuti aturan dan mekanisme yang sudah ditetapkan Pemerintah Indonesia.
Sejak awal disetiap wawacara saya, saya selalu bilang, silahkan masuk tapi tolong mereka harus mengikuti regulasi yang ada.
Baca juga: DPRD Sultra Melunak Soal Kedatangan 500 TKA China
Apa masalah yang ditemukan terkait kedatangan TKA di Sultra?
Persoalan TKA yang pernah terjadi di Sultra seperti yang datang bekerja di perusahaan pemurnian nikel PT Virtue Dragon Nickel Industry (PT VDNI) Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, adalah mereka (TKA) menggunakan visa kunjungan.
Misalnya saja, 49 TKA China yang masuk di Sultra 17 Maret 2020 lalu, berdasarkan pengakuan dari Dinas Nakertrans, mereka (TKA) tidak menggunakan visa kerja justru menggunakan visa kunjungan. Fakta ini jelas merugikan negara.
Kali ini, kami tidak ingin kecolongan lagi, kami ingin memastikan 500 TKA yang masuk ini menggunakan visa kerja atau 312 bukan bisa kunjungan atau visa 211.
Karena kenapa? kalau TKA yang masuk di Sultra itu menggunakan visa kunjungan, maka negara akan mengalami kerugian. karena dengan visa kunjungan maka otomatis, ada kewajiban yang tidak dipenuhi oleh TKA, di mana kewajiban itu harusnya perorang TKA memenuhi kewajiban dengan membayar USD 100 dolar perorang perbulannya.
Selain diwajibkan membayar USD 100, para TKA juga dikenakan Pph 21 persen dari gaji yang diterima perbulannya.
TKA yang bekerja di Indonesia itu digaji USD 1.500 perbulannya. Dari total tersebut jika dikurskan Rp 14.000 maka gaji TKA senilai Rp 21 juta perbulannya untuk setiap orang TKA.
Dari gaji yang diterima, maka akan mendapatkan pajak yang harus mereka keluarkan adalah 20 persen sesuai PPh 21 yaitu Rp 4,2 juta.
Kalau 500 TKA ini menggunkan visa kunjungan maka kerugian negara semakin besar, misalnya dari total pajak yang dikenakan dikali dengan jumlah TKA yang masuk, contoh Rp 4,2 juta (total pajak) dikali 500 orang TKA harusnya negara dapatkan adalah Rp 2,1 miliar perbulannya.
Baca juga: Soal Izin Masuk 500 TKA, Ketua DPRD dan Gubernur Ali Mazi tak Satu Suara
Bagaimana sikap DPRD untuk memastikan masalah tersebut tidak lagi terjadi?
Saya bersama Komisi IV DPRD telah melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan mengundang Kemenkumhan, Dinas Nakertrans dan Pihak PT VDNI karena ada indikasi mereka (TKA) akan datang tanggal 23 Juni 2020.
Untuk membuktikan apakah TKA menggunakan visa kerja atau visa kunjungan, saya minta kepada pihak terkait sebelum kedatangan TKA pihaknya yang terkait memberikan copy visa, hasil copy visanya ini akan dicek di bandara kalau TKA itu hadir.
Dengan adanya desakan saya lakukan beberapa hari ini terkait visa, pemikiran saya pasti mereka akan memperbaiki. Karena mereka tidak ingin diketahui kecolongan, selama inikan sudah terjadi seperti itu.
Maka dari situlah kami di DPRD lakukan RDP, bukan RDP untuk mengatakan kami lemah. Saya kan selama ini sampaikan bahwa, silahkan masuk investasi selama itu mengikuti regulasi dan ketentuan yang ada. Tapi kalau tidak mengikuti regulasi dan ketentuan yang ada, mereka tidak boleh masuk dong.
Nantinya, setelah diketahui visanya, jika memang mereka menggunakan visa kerja, kemudian harus dipastikan dulu mereka tenaga ahli seperti apa, jangan sampai kita dikibulin, olehnya itu nanti kita minta di Kemenkumham dan Dinas Nakertrans, untuk pergi mengecek mereka kerjanya apa, jangan sampai tenaga ahli ini, ternyata bukan tenaga ahli.
Reporter: Musdar
Editor: Sumarlin