BPOM Sebut Efikasi Vaksin Sinovac hanya 65 Persen, Begini Konsekuensinya

Muhammad Israjab, telisik indonesia
Rabu, 13 Januari 2021
0 dilihat
BPOM Sebut Efikasi Vaksin Sinovac hanya 65 Persen, Begini Konsekuensinya
Hasil uji klinis vaksin COVID-19 menunjukkan efikasi Sinovac 65,3 persen. Foto: Repro DW News

" Itu masuk jadi pemantauan dan akan jadi perhitungan dari efikasi dalam jangka yang panjang. Karena efektivitas vaksin itu baru kita ketahui setelah ada di populasi. "

JAKARTA, TELISIK.ID - Vaksin Corona Sinovac secara resmi mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

Ini diberikan dua hari sebelum vaksinasi yang akan dilakukan serentak pada 13 Januari 2021 di Indonesia.

Dalam penjelasannya, Kepala BPOM Penny K Lukito mengungkapkan hasil analisis interim uji klinis di Bandung menunjukkan efikasi Sinovac sebesar 65,3 persen.

Angka ini telah memenuhi persyaratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu di atas 50 persen.

Dimana tingkat efikasi vaksin COVID-19 ikut berpengaruh terhadap cakupan populasi yang harus diimunisasi oleh pemerintah.

"Efikasi adalah estimasi bagaimana nanti efektivitasnya (vaksin). Di atas 50 persen itu sudah ada jaminan, ada harapan vaksin akan menurunkan kejadian penyakit," kata Penny dalam konferensi pers daring, Senin (11/1/2021), seperti dikutip dari Detik.com.

Menurut Penny, efikasi ini adalah sebuah perhitungan yang digunakan untuk menunjukkan efektivitas.

Termasuk juga dengan berapa yang terinfeksi dan sudah divaksin dan hasilnya akan dibandingkan dengan mereka yang terinfeksi tetapi hanya mendapat plasebo.

"Nanti masuk ke dalam perhitungan terus ya pemantauan dari efikasinya. Nanti juga akan menunjukkan efektivitas vaksin tersebut pada saat sudah di populasi, jadi sesudah program vaksinasi itu dilakukan," jelasnya.

"Itu masuk jadi pemantauan dan akan jadi perhitungan dari efikasi dalam jangka yang panjang. Karena efektivitas vaksin itu baru kita ketahui setelah ada di populasi," lanjutnya.

Baca juga: Waspada Cuaca Ekstrem di Puncak Musim Hujan

Dengan hasil sementara uji klinis vaksin Sinovac di Indonesia yang efikasinya sekitar 65,3 persen, populasi yang harus diimunisasi berarti berkisar 80-90 persen.

“Harus lebih kerja keras lagi proses vaksinasinya dari pemerintah,” ujar epidemiolog dari Universitas Padjadjaran Budi Sujatmiko, dilansir dari Tempo.co, Selasa (12/1/2021).

Dia menerangkan, efikasi vaksin 65,3 persen itu berarti akan mengurangi jumlah kasus COVID-19 sebanyak 65,3 persen pada kelompok populasi yang diimunisasi.

Tapi, dari laman covid19.go.id, pemerintah menargetkan hanya 70 persen penduduk atau sekitar 182 juta orang dapat diimunisasi.

Menurut Budi, angka cakupan 70 persen vaksinasi target pemerintah itu dibuat dengan asumsi angka reproduksi (basic reproduction number) virus atau R0=3.

“Artinya dari seorang yang positif bisa menulari 3 orang lainnya,” kata pengajar di Fakultas Kedokteran Unpad itu.

Adapun efikasi vaksin taksiran awalnya kurang lebih 90 persen. Dengan asumsi-asumsi itulah muncul target 70 persen imunisasi populasi untuk mencapai kekebalan imunitas (herd immunity) COVID-19.

Dengan penambahan kasus COVID-19 di Indonesia yang sampai kini cenderung meningkat, kata Budi, angka reproduksinya kemungkinan juga masih tinggi.

Karena itu dengan hasil tingkat efikasi 'hanya' 65,3 persen, cakupan populasinya harus ditambah pemerintah.

Baca juga: Berhasil Ditemukan, Ini Penampakan Black Box Sriwijaya Air SJ182

Sementara, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) Mardani Ali Sera menyayangkan efikasi vaksin virus corona atau COVID-19 buatan Sinovac hanya sebesar 65,3 persen.

Menurutnya, efikasi vaksin itu yang seharusnya diberikan ke masyarakat minimal 80 persen.

"Pertama amat disayangkan efikasi vaksin sinovac hanya 65% yg seharusnya minimal 80%," kata Mardani lewat akun Twitter-nya, @MardaniAliSera, Selasa (12/1/2020).

Lebih lanjut, ia meminta pemerintah mengendalikan infodemik yang beredar di media sosial (medsos).

Menurutnya, pemerintah juga harus menangani sejumlah kesalahan informasi yang terjadi di tengah masyarakat secara bijak. Pasalnya, banyak informasi mengenai vaksin COVID-19 berasal dari sumber yang kurang kredibel.

Hal ini mengakibatkan masyarakat kurang yakin dengan keamanan vaksin.

Hal tersebut, kata dia, terungkap dalam survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Desember 2020. Dalam survei itu disebutkan 56 persen masyarakat percaya, 23 persen tidak percaya, dan 21 persen tidak punya sikap.

Dia mengingatkan efektivitas vaksin di lapangan sangat ditentukan penerimaan masyarakat.

"Publik memerlukan sarana komunikasi yang interaktif dan terbuka. Jika penerimaannya baik, Insyaallah akan ikut meningkatkan cakupan vaksinasi dan mendorong tercapainya kekebalan kelompok," ucapnya. (C)

Reporter: Muhammad Israjab

Editor: Haerani Hambali

TAG:
Baca Juga