Tolak PSBB, Orang Terkaya di Indonesia Robert Budi Hartono Kirim Surat ke Jokowi
Marwan Azis, telisik indonesia
Minggu, 13 September 2020
0 dilihat
Salah satu orang terkaya di Indonesia yang juga pemilik Group Djarum, Robert Budi Hartono yang menolak kebijakan PSBB di Jakarta. Foto: Ist.
" Menurut kami, keputusan untuk memberlakukan PSBB kembali itu tidak tepat. "
JAKARTA, TELISIK.ID - Pemilik Group Djarum yang juga tercatat sebagai orang terkaya di Indonesia, Robert Budi Hartono, mengirim surat kepada Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) yang berisi penolakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta.
Dalam surat bertanggal 11 September di-posting oleh mantan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Polandia, Peter Frans Gontha di Instagram, Sabtu malam (12/9/2020). Robert menyampaikan penolakan atas kebijakan PSBB yang diterapkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan merespon tingginya kasus COVID-19.
"Menurut kami, keputusan untuk memberlakukan PSBB kembali itu tidak tepat," tulis pengusaha pabrik rokok yang juga pemilik Bank BCA ini.
Menurut Robert, PSBB di Jakarta telah terbukti tidak efektif di dalam menurunkan tingkat pertumbuhan infeksi di Jakarta.
"(Bukti terlampir - Chart A negara yang berhasil dalam menurunkan tingkat infeksi melalui measure circuit breaker). Di Jakarta meskipun pemerintah DKI Jakarta telah melakukan PSBB, tingkat pertumbuhan infeksi tetap masih naik. (Bukti terlampir - Chart B - DKI Jakarta)," jelasnya dalam suratnya kepada Jokowi.
Robert juga mengatakan, alasan Anies untuk memberlakukan kembali PSBB karena khawatir soal daya tampung Rumah Sakit di Jakarta, kurang masuk akal.
"Kapasitas Rumah Sakit DKI Jakarta tetap akan mencapai maksimum kapasitasnya dengan atau tidak diberlakukan PSBB lagi. Hal ini disebabkan seharusnya pemerintah daerah/pemerintah pusat terus menyiapkan tempat isolasi mandiri untuk menangani lonjakan kasus," ujarnya.
Dalam surat tersebut, Robert memberi saran apa yang seharusnya dilakukan pemerintah ketimbang menyetujui pemberlakuan kembali PSBB.
Misalnya dengan membangun rumah sakit darurat di pelabuhan, seperti yang dilakukan Singapura.
"Contoh Solusi terlampir: ini adalah photo di Port Singapore yang membangun kapasitas kontainer isolasi ber-AC untuk mengantisipasi lonjakan dari kasus yang perlu mendapatkan penanganan medis. Fasilitas seperti ini dapat diadakan dan dibangun dalam jangka waktu singkat (kurang dari 2 minggu - Photo 1 - karena memanfaatkan container yang tinggal dipasang Air-con dan tangga)" terangnya.
Hingga berita dibuat, belum ada konfirmasi resmi dari Robert mengenai kebenaran surat yang diposting Peter Frnas Gontha tersebut.