147 Proyek di Sulawesi Tenggara Rugikan Negara Rp 70,4 Miliar, Dominan Tak Sesuai Kontrak
Reporter
Rabu, 15 Januari 2025 / 6:15 pm
KENDARI, TELISIK.ID – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengungkapkan adanya 147 kasus yang menyebabkan kerugian negara selama tahun 2024, dengan total kerugian yang mencapai Rp 70,4 miliar.
Kasus-kasus ini ditemukan di 17 kabupaten/kota dan Provinsi Sultra, melalui pemeriksaan laporan keuangan (LK) yang dilakukan BPK pada semester pertama dan kedua tahun 2024.
Sebagian besar kasus ini berkaitan dengan penyelesaian proyek pembangunan yang mengalami masalah, terutama terkait dengan volume pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak.
Salah satu proyek yang teridentifikasi bermasalah adalah pembangunan Gerbang Toronipa di Kendari, yang ditemukan adanya pengurangan volume pekerjaan.
Baca Juga: Sidang Perdana Gugatan Hasil Pilwali Kendari 2024: Dua Paslon Kompak Sebut Pelanggaran Massif
Selain Gerbang Toronipa, kasus lain menyangkut proyek jalan di Konawe, serta pembangunan gedung kantor, puskesmas, dan sekolah.
“Sebagian besar masalah terletak pada proyek infrastruktur yang tidak sesuai dengan volume yang tercantum dalam kontrak,” ungkap Tim Pemeriksa Muda BPK, La Ode Muhammad Falihin, kepada telisik.id, Rabu (15/1/2025).
Secara keseluruhan, sejak pertama kali dilaksanakan, BPK telah memeriksa sekitar 69 ribu kasus, dengan 147 kasus ditemukan pada tahun 2024.
Salah satu temuan yang menjadi sorotan adalah kurangnya volume pengerjaan pada proyek-proyek fisik pemerintah, yang berpotensi merugikan negara dalam jumlah besar.
Falihin mengatakan bahwa masalah utama dalam kasus-kasus ini adalah pengelolaan proyek yang tidak sesuai standar.
“Beberapa faktor penyebabnya adalah penganggaran yang tidak tepat, perencanaan yang kurang matang, dan pengawasan yang lemah selama pelaksanaan proyek,” beber Falihin.
BPK menemukan banyak proyek yang dikerjakan oleh kontraktor yang tidak mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perjanjian, yang mengarah pada pengurangan volume pekerjaan.
Selain masalah volume pekerjaan, proyek Gerbang Toronipa juga terindikasi tidak memenuhi spesifikasi yang telah disepakati. Pembangunan jalan, gedung, dan fasilitas lainnya juga menunjukkan adanya ketidakberesan dalam pengelolaan anggaran dan pelaksanaan pembangunan.
BPK sudah menyampaikan temuan ini kepada pemerintah daerah dan DPRD, sementara proses penyelesaian kasus kerugian negara masih terus berlangsung.
BPK mengingatkan bahwa tindak lanjut atas temuan ini harus diselesaikan dalam waktu 60 hari setelah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) diterbitkan. BPK juga memantau tindak lanjut yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Meskipun telah ada upaya untuk menyelesaikan masalah ini, termasuk kerjasama dengan kejaksaan untuk menagih kerugian negara, hingga kini belum ada kasus yang diselesaikan dengan pembayaran penuh.
“Beberapa pihak yang terlibat dalam kerugian ini sedang melakukan pembayaran cicilan pengembalian kerugian negara, namun jumlah yang telah dikembalikan masih belum mencukupi kerugian yang ditimbulkan,” jelas Falihin.
Falihin mengingatkan bahwa temuan-temuan ini berpengaruh besar terhadap pengelolaan keuangan daerah.
Proyek-proyek yang mengalami pengurangan volume atau tidak sesuai spesifikasi dapat memengaruhi nilai aset yang tercatat dalam laporan keuangan daerah dan berpotensi menyebabkan pemborosan anggaran yang seharusnya digunakan untuk pembangunan lainnya.
“Pemerintah daerah diharuskan mencatat seluruh aset yang sudah terbangun dalam laporan keuangan, meskipun dalam kenyataannya proyek tersebut tidak sesuai dengan perencanaan awal,” tegas Falihin.
Baca Juga: Kisah Roslina, Rasakan Manfaat Layanan Kesehatan Tanpa Diskriminasi
Hal ini, kata Falihin, akan memengaruhi keakuratan laporan keuangan daerah dan menambah beban dalam pengelolaan keuangan daerah, karena dana yang seharusnya digunakan untuk proyek lain terpakai untuk menutupi kerugian akibat proyek yang bermasalah.
BPK menggunakan dua pendekatan, kekeluargaan dan represif, dalam penyelesaian kerugian negara. Pendekatan kekeluargaan dilakukan dengan pembentukan Tim Penyelesaian Kerugian Daerah (TPKD) untuk melakukan verifikasi terhadap kerugian dan meminta pertanggungjawaban dari pihak yang bertanggung jawab.
“Jika pendekatan ini tidak berhasil, proses akan berlanjut ke jalur represif, yaitu melalui proses hukum di tingkat pengadilan,” jelas Falihin.
BPK mengingatkan agar temuan-temuan ini segera diselesaikan, untuk meminimalkan kerugian negara dan memastikan pengelolaan keuangan daerah yang lebih efisien dan transparan ke depannya. (C)
Penulis: Erni Yanti
Editor: Mustaqim
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS