6 Kasus Zombie di Dunia Nyata, Ada Hewan dan Manusia
reporter
Kamis, 25 Agustus 2022 / 12:39 pm
KENDARI, TELISIK.ID - Zombie umumnya istilah yang dipakai untuk mayat hidup yang memangsa manusia. Ini biasanya hanya hadir di dalam film fiksi atau serial TV horor, seperti Train to Busan maupun drama Korea All of Us Are Dead.
Namun, ternyata pernah ada enam kasus zombie di dunia nyata. Walaupun begitu, bukan zombie betulan yang benar-benar muncul, melainkan tingkah hewan dan manusia seperti zombie.
Berikut ini beberapa kasus tingkah hewan dan manusia seperti zombie dilansir dari jalantikus.com, liputan6.com, dan viva.co.id.
1. Zombie Laba-Laba
Pada 2018 lalu, ahli Zoologi Philippe Fernandez-Fournier dari University of British Columbia di Vancouver, Kanada dan rekannya mendapati penemuan mengerikan di Hutan Amazon, Ekuador.
Mereka menemukan bahwa spesies tawon Zatypota dapat memanipulasi laba-laba dari spesies Anelosimus eximius. Laba-laba A. eximius adalah hewan sosial yang lebih suka hidup berkelompok, tidak pernah pergi terlalu jauh dari koloni mereka.
Namun, Fernandez-Fournier dan timnya memperhatikan bahwa anggota spesies ini yang terinfeksi larva Zatypota menunjukkan perilaku aneh, mereka meninggalkan koloni mereka untuk menenun jaring seperti kepompong di lokasi terpencil.
Ketika para peneliti membuka kepompong buatan ini, mereka menemukan larva Zatypota tumbuh di dalamnya.
Penelitian lebih lanjut mendapati serangkaian peristiwa yang mengerikan. Tawon Zatypota yang bertelur di perut laba-laba A. eximius ketika menetas dan larva tawon muncul, ia mulai memakan laba-laba dan mulai mengendalikan tubuhnya.
2. Tawon
Tawon yang berasal dari genus Glyptapanteles ini merupakan parasit yang memakai hewan lain sebagai inangnya. Tawon betina jenis ini akan meletakkan telurnya di dalam tubuh ulat yang kemudian akan menetas dan keluar menjadi larva.
Larva yang keluar akan mulai menjadi kepompong dan tawon dewasa. Namun, larva tawon lainnya akan tetap berada di dalam tubuh ulat dan mengontrol tubuh ulat untuk dijadikan sebagai penjaganya.
Larva parasit ini akan memaksa tubuh ulat untuk melindungi kepompong mereka dari serangan predator. Ketika tawon dewasa muncul dari kepompong, ulat akan dibiarkan mati karena kelaparan.
3. Virus berusia 30.000 tahun
Pada tahun 2014, para peneliti dari Pusat Nasional de la Recherche Scientifique di Aix, Marseille Universit di Prancis menggali organisme 'menarik' dari lapisan es Siberia.
Baca Juga: 7 Ciri Anak Anda Jenius Sejak Dini, Nomor 7 Mengejutkan
Temuan tersebut adalah virus raksasa yang berusia sekitar 30.000 tahun, virus raksasa ini diberi nama Pithovirus sibericum. Virus ini disebut raksasa lantaran, meski kecil, mereka mudah terlihat di bawah mikroskop.
Namun, ada hal lain yang membuat P. sibericum menonjol. Virus ini mengandung sejumlah besar gen DNA, tepatnya 500 gen.
Hal ini sangat kontras dengan virus DNA lainnya, seperti human immunodeficiency virus (HIV) yang hanya mengandung sekitar 12 gen.
Meskipun sejauh ini tetap aman terkendali, pemanasan global dan tindakan manusia dapat menyebabkan mereka muncul dan hidup kembali yang mungkin membawa ancaman kesehatan yang tidak diketahui.
4. Cacing
Jenis Cacing Nematomorpha ini adalah yang hidup di dalam tubuh belalang atau jangkrik. Ketika sudah cukup dewasa, mereka akan memakai protein untuk mengambil alih sistem saraf pusat inangnya. Cacing ini akan memaksa inangnya untuk melompat ke air terdekat.
Cacing dewasa kemudian akan keluar meninggalkan inangnya dan mulai mencari pasangan untuk berkembang biak. Dalam tahap ini, inang tersebut akan mati setelah dipakai sebagai tempat tinggal oleh cacing jenis Nematomorpha.
5. Jamur
Ophiocordyceps unilateralis merupakan jenis jamur yang memakai tubuh semut untuk bertahan hidup. Spora jamur ini masuk lewat lubang tubuh semut yang kemudian akan tumbuh dan mengonsumsi organ dalam semut. Lebih menyeramkan lagi, semut ini harus tetap hidup supaya jamur dapat mengonsumsi jaringan lunaknya.
Ketika jamur ini sudah cukup dewasa untuk berkembang biak, maka ia akan meracuni otak semut dan mengambil alih tubuhnya. Pada tahap ini, semut kehilangan kendali atas tubuhnya. Jamur tersebut nantinya akan tumbuh dari kepala semut tersebut dan melepaskan serbuk spora yang akan menginfeksi semut lain.
6. Manusia Zombie
Pada 1990-an, Dr. Chavannes Douyon dan Prof Roland Littlewood menyelidiki kebenaran zombie Haiti, apakah memang dihidupkan kembali.
Pada tahun 1997, keduanya menerbitkan makalah studi di The Lancet di mana mereka menganalisis kasus tiga individu dari Haiti yang di komunitasnya dikenal sebagai zombie.
Salah satunya adalah seorang wanita berusia 30 tahun yang diduga meninggal setelah jatuh sakit. Keluarganya mendapati dia berjalan-jalan sebagai zombie setelah 3 tahun kematiannya.
Salah satunya adalah seorang wanita berusia 30 tahun yang diduga meninggal setelah jatuh sakit. Keluarganya mendapati dia berjalan-jalan sebagai zombie 3 tahun setelah kematiannya.
Kasus lainnya adalah seorang pria muda yang telah mati pada usia 18 dan muncul kembali setelah 18 tahun di lokasi sabung ayam.
Kasus terakhir pada seorang wanita yang telah meninggal pada usia 18 tahun tetapi terlihat lagi sebagai zombie 13 tahun setelah kematiannya.
Baca Juga: Bingung Foto Background Lamaran Kerja, Simak Penjelasannya Berikut Ini
Dr. Douyon dan Prof. Littlewood memeriksa ketiga zombie itu dan menemukan bahwa mereka bukanlah korban mantra jahat. Sebaliknya, alasan medis dapat menjelaskan zombifikasi mereka.
Zombie pertama menderita skizofrenia katatonik, suatu kondisi langka yang membuat orang tersebut bertindak seolah-olah sedang dalam keadaan pingsan.
Orang kedua mengalami kerusakan otak dan juga menderita epilepsi. Sedangkan orang ketiga tampaknya mengalami ketidakmampuan dalam belajar.
Namun, ada juga gangguan kejiwaan tertentu yang disebut sindrom Cotard yang dapat menyebabkan orang bertingkah laku seperti zombie. Mereka berada di bawah khayalan yang membuat mereka berpikir sudah mati atau membusuk.
Masih belum jelas seberapa umum kondisi ini, tetapi penelitian menunjukkan bahwa ini adalah kejadian langka. (C)
Penulis: Nur Khumairah Sholeha Hasan
Editor: Haerani Hambali