Bupati Kolaka Timur Ditetapkan Tersangka KPK, Abdul Azis Atur Proyek Lelang RSUD Rp 126 Miliar dan Minta Jatah Rp 9 Miliar

Ahmad Jaelani

Reporter

Sabtu, 09 Agustus 2025  /  8:43 am

Bupati Koltim, Abdul Azis ditetapkan KPK terkait proyek RSUD Rp 126 miliar, pada Sabtu (9/8/2025) dinihari. Foto: Repro Tribunnews

JAKARTA, TELISIK.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, sebagai tersangka bersama empat orang lainnya dalam dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

Proyek senilai Rp 126,3 miliar ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan untuk peningkatan fasilitas RSUD Kelas D menjadi Kelas C.

Penetapan tersangka ini disampaikan oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan.

"KPK selanjutnya melakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 8 sampai dengan 27 Agustus 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih," ujar Asep pada Sabtu (9/8/2025) dini hari, dikutip dari Kompas.

Baca Juga: Sri Mulyani Tetap Lanjut Efisiensi Anggaran 2026, Ini 15 Item Dipangkas Prabowo

Selain Abdul Azis, KPK juga menahan Andi Lukman Hakim selaku PIC dari Kementerian Kesehatan, Ageng Dermanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen proyek, serta dua pihak swasta dari kontraktor pelaksana, Deddy Karnady dari PT Pilar Cerdas Putra (PCP) dan Arif Rahman dari KSO PT PCP.

"Setelah melakukan pemeriksaan intensif dan menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup, KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan lima orang sebagai tersangka," jelas Asep.

Dalam konstruksi perkara, Abdul Azis, Ageng Dermanto, dan Andi Lukman Hakim dijerat sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Deddy Karnady dan Arif Rahman sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU yang sama.

Kasus ini bermula pada Desember 2024 ketika Kementerian Kesehatan mengundang lima konsultan perencana untuk membahas Basic Design RSUD Kolaka Timur.

Pada Januari 2025, diadakan pertemuan antara Pemkab Kolaka Timur dan Kemenkes yang membahas pengaturan lelang proyek. Dalam pertemuan tersebut, Ageng Dermanto diduga memberikan uang kepada Andi Lukman Hakim.

Selanjutnya, Abdul Azis bersama sejumlah pejabat daerah berangkat ke Jakarta dan diduga mengatur agar PT PCP memenangkan lelang yang diumumkan di laman LPSE. "Pada Maret 2025, Ageng Dermanto selaku PPK melakukan penandatanganan Kontrak Pekerjaan Pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur dengan PT PCP senilai Rp 126,3 miliar," kata Asep.

Baca Juga: Bahlil Mulai Siapkan Tambang Amerika Keruk 47 Jenis Isi Bumi Indonesia

Pada April, Ageng menyerahkan Rp 30 juta kepada Andi Lukman di Bogor. Kemudian pada Mei–Juni, PT PCP melalui Deddy Karnady menarik dana Rp 2,09 miliar dan menyerahkan Rp 500 juta kepada Ageng di lokasi proyek. Abdul Azis dan Ageng lalu meminta commitment fee sebesar 8 persen atau sekitar Rp 9 miliar kepada PT PCP.

"Saudara ABZ dengan saudara AGD mintanya 8 persen. Yaitu kira-kira sekitar Rp 9 miliar lah," ujar Asep. Pada Agustus 2025, Deddy Karnady menarik cek Rp 1,6 miliar dan menyerahkannya kepada Ageng, yang kemudian diberikan kepada Yasin selaku staf Abdul Azis. Uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan Abdul Azis.

Asep menambahkan, Deddy Karnady juga melakukan penarikan tunai Rp 200 juta yang diserahkan kepada Ageng. Selain itu, PT PCP melakukan penarikan cek Rp 3,3 miliar.

"Tim KPK kemudian menangkap Sdr. AGD (Ageng Dermanto) dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp200 juta yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian dari commitment fee sebesar 8 persen atau sekitar Rp 9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur sebesar Rp 126,3 miliar," pungkas Asep. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS