Buruh Perempuan di Perusahaan Ikan Adukan Nasib di Dewan Kendari
Reporter
Selasa, 29 Desember 2020 / 4:47 pm
KENDARI, TELISIK.ID - Yodiati, wanita 48 tahun yang juga seorang buruh perempuan bersama beberapa warga pesisir di area Kecamatan Abeli mengadu nasib ke DPRD Kota Kendari.
Ia mengadukan sebuah perusahaan ikan, yakni PT Kelola Mina Laut (KML) yang tak pernah lagi memanggilnya bekerja setelah dirinya mengalami sakit.
Menurut pengakuan Yodiati, sejak 2017 silam, setelah sembuh dari penyakit yang dialami, dirinya tidak pernah lagi dipanggil kembali oleh pihak perusahaan. Padahal katanya, dirinya juga sudah menghadap ke managemen PT KML untuk masuk kembali bekerja seperti biasanya.
Malangnya, hingga lima bulan lamanya ia menunggu, panggilan itu tak juga kunjung datang dari perusahaan. Ia akhirnya tahu, jika dirinya sudah dalam pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh perusahaan.
"Saya sampai lima bulan tunggu panggilan tapi tidak pernah ada. Padahal saya kerja di sana itu sudah 10 tahun, mulai dari 2007," jelasnya saat ditemui di DPRD Kota Kendari, Selasa (29/12/2020).
Yodiati mengaku, hal yang dialaminya itu tidak sendiri, namun terdapat dua orang lagi yang mengalami nasib sama, yakni Norma dan Sumiati. Namun, Sumiati yang sama-sama ia berjuang sejak awal telah meninggal dunia belum lama ini.
Yodiati bersama rekannya tidak meminta hal yang muluk-muluk dari pihak perusahaan. Mereka hanya meminta hak-hak mereka seperti diberikan kompensasi atau uang penggantian hak.
"Teman kami (Sumiati) yang sama-sama berjuang kemarin meninggal dunia. Kami juga minta perusahaan untuk memberi uang duka terhadap keluarga mereka," pintanya sambil meneteskan air mata atas kepulangan kawan seperjuangannya itu.
Pekerjaan yang selama 10 tahun dilakoni mereka adalah sebagai tukang bersih-bersih area perusahaan ikan. Namun, terkadang mereka juga ikut membersihkan ikan yang ada.
Baca juga: Libur Natal dan Tahun Baru Sampah di Kendari Meningkat
Upah yang diberikan pun tergolong rendah, gaji tertinggi yang diterima setiap dua minggu sekali gajian dengan sistem kerja shift sebesar Rp 300 ribu saja.
"Saya masih ingat, gaji terakhir saya itu hanya 300 ribu," jelas wanita yang tinggal di Kelurahan Talia itu.
Sementara itu, pendamping para buruh wanita itu, Mutmainah menerangkan, para pekerja dimaksud bukan hanya di PT KML tetapi juga dialami oleh beberapa pekerja di PT Sultra Tuna Samudra.
Mutmainah menerangkan, untuk di PT Sultra Tuna Samudra juga terdapat tiga pekerja yang mengalami nasib sama, yakni di PHK sepihak, mereka adalah Ulfa, Yanti dan Winda.
Olehnya itu, pihaknya meminta agar anggota dewan yang menangani persoalan buruh dapat memberi solusi terbaik kepada para pekerja yang ada di dua perusahaan tersebut.
"Paling tidak mereka bisa mendapat hak-haknya seperti pesangon," ujarnya.
Sejurus dengan itu, Ketua Komisi I DPRD Kota Kendari, Rizki Brilian Pagala menerangkan, pihaknya melakukan mediasi antara buruh dan perusahaan, meski untuk PT KML telah ditangani oleh Pengadilan dan telah mengeluarkan putusan.
"Kalau itu tergantung teman-teman pekerja apakah akan melakukan kasasi atau tidak. Sementara untuk PT Sultra Tuna Samudra ini masih tahap mediasi dengan Nakertrans," jelasnya.
Namun katanya, setelah dilakukan mediasi dengan Komisi I DPRD Kendari, kata Rizki, pihak PT Sultra Tuna Samudra siap menerima kembali ketiga pekerja yang sebelumnya terkena PHK tersebut.
Baca juga: Penjualan Kondom Jelang Tahun Baru di Kendari Sepi Pembeli
Atas hal itu, kata dia, pihaknya bakal melakukan pengawasan ketat sampai ada hasil yang tidak merugikan para pekerja di dua perusahaan itu.
"Kita akan kawal ketat komitmen antara pekerja, Nakertrans dan pihak perusahaan itu. Jangan sampai ada pekerja yang dirugikan. Pengawasan itu sampai di hak-hak mereka," tegasnya.
Sedangkan untuk kompensasi atau uang penggantian hak karyawan diserahkan ke Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian (Nakertrans) selaku pengawas terhadap tenaga kerja.
"Kalau pun tidak mendapat kesepakatan akan dilanjutkan ke tingkat pengadilan, yaitu kasasi," jelasnya.
Politisi PKS itu juga memberi catatan terhadap PT KML dikarenakan perusahaan itu tidak memberikan perjanjian kerja terhadap pekerjanya.
"Padahal itu wajib bagi setiap perusahaan harus mencatat semua perjanjian kerja karyawannya. Tapi PT KML tidak ada," bebernya.
Olehnya itu, jika PT KLM tidak mencatat karyawannya dalam perjanjian kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, berarti pekerja tersebut secara otomatis menjadi karyawan tetap.
"Jadi mereka itu bukan lagi pekerja harian, tapi sudah karyawan tetap," pungkasnya. (A)
Reporter: Kardin
Editor: Fitrah Nugraha