Cipayung Plus Soroti Kritik Presiden Dipidana Dalam UU KUHP

Reza Fahlefy

Reporter Medan

Selasa, 20 Desember 2022  /  9:49 pm

I Gede Widhiana Suarda SH MH P.hD (kemeja putih) narasumber diskusi publik membahas RUU KUHP dengan Cipayung Plus Sumatera Utara di Medan. Foto: Reza Fahlefy/Telisik

MEDAN, TELISIK.ID - Cipayung Plus dan Polda Sumatera Utara mengelar diskusi publik membahas UU KUHP di Medan Club, di Jalan R.A Kartini, Kecamatan Medan Polonia, Selasa (21/12/2022).

Dalam diskusi itu, Cipayung Plus mempertanyakan dan menyoroti Undang-Undang tentang menghina Presiden dan Wakil Presiden dapat dipenjara.

Ketua GMNI Sumatera Utara, Daniel Sigalingging atau merupakan perwakilan dari Cipayung Plus mengaku, mendukung KUHP yang telah disahkan itu.

Baca Juga: Pemkab Kolaka Utara Salurkan Ratusan Paket Kebutuhan Pokok Cegah Inflasi

"Kalau katanya mendukung, ya kami mendukung. Tapi, karena belum diberlakukan. Diberlakukannya kan 3 tahun setelah disahkan. Saat inilah harus melakukan kajian-kajian dan perbaikan," ungkapnya.

Selain itu, GMNI Sumatera Utara akan selalu menyoroti setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Semuanya untuk kebaikan masyarakat.

"Kami tetap akan soroti kebijakan yang ada. Kami menyoroti beberapa kebijakan pemerintah di dalam KUHP yang telah disahkan ini. Termasuk menghina Presiden dan Wakil Presiden bisa dipidana," terangnya.

Terpisah, narasumber diskusi itu bernama I Gede Widhiana Suarda SH MH P.hD yang merupakan tim perancang RUU KUHP yang telah disahkan 6 Desember 2022 lalu mengaku, RUU KUHP sangat baik untuk masyarakat, karena dinilai memberikan keadilan terhadap hukum.

Dia juga mengajak mahasiswa untuk selalu mengkritisi produk hukum yang ada di dalam RUU KUHP yang telah disahkan itu. Tujuannya, untuk suatu kebaikan.

"Saya ingin mengajak teman mahasiswa selalu mengkritisi produk hukum yang dibuat pemerintah. Peran mahasiswa sebagai kaum intelektual harus selalu memberikan masukan," ungkap I Gede Widhiana.

Mengenai pidana menghina dan mengkritik Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia itu berbeda. Merendahkan harkat martabat bisa dipidana.

"Tahun 2019 sudah muncul tentang penghinaan presiden, sudah kami klarifikasi antara merendahkan harkat martabat dengan mengkritik itu berbeda. Mengkritik boleh yang tidak boleh adalah merendahkan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden. Itu yang tidak boleh," katanya.

Petugas kepolisian atau penegak hukum tidak tidak boleh melakukan penangkapan dan mempidana kepada orang yang melakukan kritik kepada pemerintah atau presiden.

"Jika dikritik tapi dipidana, jangan khawatir. Karena mahasiswa seluruh Indonesia akan mendukung mahasiswa. Jadi, bisa dibuktikan dan bisa dibedakan," tuturnya.

Dosen Universitas Negeri Jember, Jawa Timur ini. Setelah  RUU KUHP disahkan, tidak menutup kemungkinan akan selalu dilakukan diskusi untuk membahas RUU ini.

"Mahasiswa harus jadi agen perubahan, adik-adik bisa berikan masukan kepada publik terkait UU KUHP yang saat ini," ungkapnya.

Menurutnya, KUHP yang baru ini juga punya satu keunggulan yang tidak dimiliki KUHP yang lama. Keunggulannya adalah, mencoba mendekatkan keadilan kepada pelaku korban dan masyarakat.

"Selama ini, KUHP yang lama, keadilan itu masih jauh dari harapan. Jika seorang pelaku dihukum sesuai dengan hukuman yang diperbuatnya. Karena keadilan yang lama adalah keadilan retributif atau pembalasan. Isinya pembalasan membalas dan membalas," tuturnya.

Baca Juga: Polres Tebingtinggi Tunggu SK Pemecatan Bripka RES Berselingkuh dengan Istri TNI

Sedangkan untuk yang saat ini, lebih kepada rehabilitasi dan restoratif. Untuk rehabilitasi itu cenderung ingin menyelesaikan tindak pidana dengan adil.

"Jadi sekarang adalah rehabilitatif dan restoratif. Jadi KUHP ini lebih baik dari yang sebelumnya," tambahnya.

Selain itu, Undang-Undang ini baru disahkan. Namun belum diberlakukan. Di saat inilah, untuk melakukan kajian kajian dan berikan masukan kepada publik.

"Adik-adik mahasiswa harus terus mengawal dan memberikan masukan terkait dengan peraturan yang telah diterapkan," ungkapnya. (B)

Penulis: Reza Fahlefy

Editor: Kardin 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS