Cuaca Panas Ekstrem di Tanah Air Bak 'Terpanggang' Belum Mereda, Ini Prediksi Awal Hujan

Ahmad Jaelani

Reporter

Kamis, 31 Oktober 2024  /  11:25 am

Cuaca panas masih menyelimuti beberapa wilayah di Indonesia. Foto: Repro CNN Indonesia

JAKARTA, TELISIK.ID - Dalam beberapa pekan terakhir, cuaca panas ekstrem dirasakan di berbagai wilayah Indonesia, dengan suhu yang terasa seperti "memanggang" tanah air.

Namun, kondisi ini diprediksi akan segera mereda pada awal November, seiring peningkatan curah hujan yang mulai terjadi.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi bahwa perubahan cuaca ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk pergerakan siklon tropis dan fenomena Gerak Semu Matahari.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menyebutkan bahwa adanya Siklon Tropis Kong-rey yang kini menjauhi wilayah Indonesia dan diperkirakan melemah, akan membuka peluang untuk pembentukan awan hujan.

"Dalam beberapa waktu ke depan, seiring dengan Siklon Tropis Kong-rey yang akan menjauhi wilayah Indonesia dan diprediksi akan melemah serta adanya potensi aktifnya gelombang ekuator Rossby dan nilai OLR negatif di wilayah Jawa, maka akan dapat meningkatkan potensi pembentukan awan hujan dalam beberapa hari ke depan," ujar Ardhasena, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (31/10/2024).

Baca Juga: Perjuangan Ibu Made, Manfaatkan Cuaca Panas di Kendari dengan Jualan Es Buah

Ardhasena menambahkan bahwa proses ini akan membawa dampak langsung pada penurunan suhu di berbagai daerah, khususnya di Pulau Jawa. Dengan adanya peningkatan awan hujan, suhu permukaan yang selama ini berada pada angka tinggi diperkirakan akan mulai menurun secara konsisten.

"Dengan diprediksi mulai turunnya hujan secara konsisten dalam beberapa waktu ke depan, maka suhu permukaan juga diprediksi akan menurun terutama di wilayah Jawa," terang Ardhasena lebih lanjut.

Sebelumnya, BMKG telah memberikan peringatan terkait suhu panas yang berpotensi "memanggang" beberapa wilayah di Indonesia. Suhu di sejumlah daerah bahkan dilaporkan mencapai antara 37 hingga 38,4 derajat Celsius, dengan suhu tertinggi tercatat di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur yang mencapai 38,4 derajat Celsius pada Rabu (30/10/2024).

Menurut Ardhasena, salah satu faktor utama penyebab terik yang dirasakan ini adalah keberadaan Siklon Tropis.

"Siklon Tropis, seperti Kong-rey yang baru-baru ini aktif di Samudra Pasifik, menarik massa udara dari wilayah sekitarnya, termasuk Indonesia. Dampaknya, wilayah seperti Jawa menjadi lebih kering karena massa udara yang seharusnya membantu pembentukan awan hujan tertarik ke arah pusat siklon," ungkapnya.

Selain itu, peran Gerak Semu Matahari yang terjadi pada bulan Oktober juga menambah intensitas radiasi matahari di Indonesia. Gerak semu ini menyebabkan posisi Matahari lebih dekat ke wilayah selatan ekuator, sehingga radiasi yang diterima oleh wilayah seperti Jawa menjadi lebih tinggi dan terasa lebih panas.

"Pada periode ini Matahari berada lebih dekat dengan wilayah selatan ekuator, sehingga meningkatkan intensitas radiasi Matahari di wilayah Indonesia, khususnya Jawa," lanjut Ardhasena.

Meski wilayah Jawa telah diprediksi memasuki musim penghujan pada akhir Oktober, dinamika atmosfer global dan regional, seperti aktifnya Siklon Tropis di bagian utara Indonesia, turut mempengaruhi pertumbuhan awan hujan.

Hal ini disebabkan angin Muson Timur yang membawa udara kering dari Australia, sehingga wilayah selatan Indonesia seperti Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara belum menerima tutupan awan yang cukup untuk mengurangi suhu.

Baca Juga: Tips Pakai AC Saat Cuaca Panas agar Tagihan Listrik Tak Bengkak

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menambahkan bahwa fenomena Gerak Semu Matahari ini membuat panas terik harian terasa lebih intens, terutama di wilayah-wilayah yang lebih dekat dengan posisi lintang selatan.

"Panas yang terjadi hanya siklus panas terik harian, karena ada pergerakan semu Matahari. Saat ini di bulan Oktober posisi Matahari ada di 8 atau 9 derajat Lintang Selatan," jelasnya.

Lebih lanjut, Guswanto menyebutkan bahwa kondisi cuaca panas ini juga dipengaruhi oleh musim kemarau yang masih berlangsung di sebagian wilayah selatan Indonesia. Menurutnya, tutupan awan di wilayah tersebut masih sangat jarang, terutama di Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara, akibat pengaruh angin Muson Timur.

"Hal ini menyebabkan wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara banyak menerima sinar Matahari langsung," jelasnya. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Fitrah Nugraha

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS