Embargo Vaksin, DPR Minta Pemerintah Pikirkan Alternatif Pengadaan Vaksin

Marwan Azis

Reporter Jakarta

Minggu, 28 Maret 2021  /  2:11 pm

Pemerintah diminta untuk segera memikirkan alternatif pengadaan vaksin bagi kebutuhan nasional terkait adanya embargo vaksin sejumlah negara. Foto: Repro Google.com

JAKARTA, TELISIK.ID - Pemerintah diminta untuk segera memikirkan alternatif pengadaan vaksin bagi kebutuhan nasional terkait adanya embargo vaksin sejumlah negara.

Hal tersebut disampaikan Saleh Partaonan Daulay, Ketua Fraksi PAN DPR RI kepada Telisik.id di Jakarta, Sabtu (27/3/2021).

Menurutnya, adanya rencana embargo vaksin dari beberapa negara produsen vaksin dikhawatirkan akan mengganggu kelanjutan dan kelancaran pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Indonesia.

"Vaksin ini adalah kebutuhan mendesak. Selain penerapan protokol kesehatan, vaksinasi dinilai sebagai salah satu solusi dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Karena itu, pemerintah wajib menyediakan vaksin bagi 70 persen masyarakat yang menjadi target sasaran," ujar Anggota Komisi IX DPR-RI ini.

Kalau pakai skema yang ada, kata alumnus HMI ini, Indonesia dinyatakan membutuhkan 420 juta dosis vaksin. Itu untuk memenuhi kebutuhan 181,5 juta warga. Jumlah ini sangat besar. Tidak cukup hanya mengandalkan satu produsen saja.

Dalam konteks itu, pemerintah didesak untuk memprioritaskan pengadaan vaksin di dalam negeri. Vaksin merah putih dan vaksin nusantara dinilai tidak kalah dengan vaksin impor.

Baca juga: Jusuf Kalla Kutuk Aksi Pengeboman di Makassar

Bahkan menurut para penelitinya, untuk hal-hal tertentu, vaksin nusantara lebih baik dari vaksin impor.

Namun anehnya, vaksin nusantara sampai hari ini belum mendapat izin untuk melanjutkan uji klinis tahap kedua. Padahal, jika diberi izin, diperkirakan sudah bisa produksi pada bulan Juli yang akan datang.

"Kalau produk dalam negeri, vaksin nusantara lebih maju dari vaksin merah putih lainnya. Sebab, sudah memasuki uji klinis tahap kedua. Sementara, vaksin merah putih lainnya diperkirakan baru bisa uji klinis pada akhir tahun 2022. Tidak salah, jika kemudian banyak masyarakat yang berharap pada vaksin nusantara," tuturnya.

Ia menyarankan Kementerian Kesehatan, BPOM, peneliti, sponsor, dan pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian vaksin nusantara diharapkan dapat duduk bersama.

Harus dicarikan formulasi yang tepat untuk menyamakan perbedaan persepsi dan pandangan terkait penelitian yang dilaksanakan. Dengan begitu, penelitian ini bisa segera dilanjutkan.

"Pemerintah tidak bisa tinggal diam. Di tengah isu embargo saat ini, campur tangan pemerintah menjadi faktor penentu. Jangan biarkan negara lain mendahului kita dalam penelitian vaksin dentritik seperti ini. Indonesia harus mandiri dan berdaulat dalam rangka melindungi kesehatan warga masyarakat," tandasnya. (C)

Reporter: Marwan Azis

Editor: Haerani Hambali

TOPICS