Jakarta Status Waspada dan Awas DBD, Sebulan Naik 1.102 Kasus
Reporter
Senin, 25 Maret 2024 / 4:48 pm
JAKARTA, TELISIK.ID – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jakarta dalam periode Januari hingga Maret 2024, mengalami peningkatan.
Data sebulan sebelumnya pada 19 Feruari 2024, tercatat 627 kasus dan kemudian meningkat menjadi 1.729 kasus pada 18 Maret 2024, atau naik 1.102 kasus.
Wilayah yang terbanyak ditemukan penderita DBD adalah Jakarta Barat yakni 562 kasus dan selanjutnya Jakarta Selatan 450 kasus. Kemudian di Jakarta Timur 395 kasus, Jakarta Utara 194 kasus, Jakarta Pusat 115 kasus, dan Kepulauan Seribu 13 kasus.
Ribuan penderita DBD ini tidak hanya anak-anak, tapi juga orang dewasa. Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta memastikan bahwa penanganan DBD masih terkendali dan kapasitas rumah sakit juga masih mencukupi untuk merawat para pasien.
“Sekarang masih terkendali dan kami masih monitor. Kami terus memantau perkembangan kasus dan sejauh ini tidak tercatat kematian atas kasus tersebut,” ujar Kepala Dinkes DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, di Jakarta, Senin (25/3/2024).
Baca Juga: Deputi Hukum TPN Sebut Kapolri Larang Kapolda Saksi di MK, Mahfud: Pemilu 2024 Paling Brutal
Dinkes DKI Jakarta memperkirakan kasus DBD masih terus mengalami kenaikan hingga periode Mei 2024. Perkiraan ini didasarkan pada kondisi iklim Jakarta yang sedang menghadapi musim hujan.
“Tapi setelah itu kalau sudah mulai iklim berubah kita harapkan (jumlah kasus) juga turun,” harap Ani.
Masyarakat diimbau tetap waspada dan melakukan Upaya pencegahan dari wabah DBD, terutama mencegah munculnya nyamuk Aedes aegypti yang menjadi penyebab DBD.
Ani meminta masyarakat untuk peduli melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di sekitar rumah atau di tempat tinggal masing-masing. Caranya dengan melakukan 3M, yakni menguras, menutup, dan mendaur ulang.
Menguras dilakukan dengan membersihkan tempat yang sering dijadikan penampungan air, di antaranya bak mandi. Kemudian menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum dan toren air.
Selanjutnya, mendaur ulang kembali barang bekas yang berpotensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
Gejala awal seseorang mengalami DBD, kata Ani, adalah penderita mengalami demam selama dua sampai tujuh hari dengan disertai pendarahan.
“Lalu penurunan trombosit (trombositopenia), kemudian hemakonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan hematokrit, asitesis, efusi pleura, hipoalbuminemia),” jelasnya.
Gejala lainnya yang dirasakan penderita DBD, terang Ani, di antaranya nyeri kepala, nyeri otot dan tulang, ruam kulit, dan nyeri belakang bola mata.
Menurut Ani, tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan gejala DBD berat. Ada yang hanya demam ringan dan akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang tanpa gejala sakit atau asimtomatik.
“Sebagian lagi menderita demam dengue saja yang tidak menimbulkan kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian,” imbuhnya.
Mengenai kasus DBD di Jakarta Selatan, Kepala Suku Dinas (Kasudin) Kesehatan Jakarta Selatan, Yudi Dimyati, membenarkan wilayahnya termasuk yang banyak ditemukan kasus. Dia mengatakan lonjakan terjadi dalam periode Maret 2024.
“Peningkatan kasus DBD di Jakarta Selatan ini karena faktor iklim. Curah hujan yang tinggi menimbulkan banyak tempat genangan air yang merupakan media untuk berkembangnya jentik nyamuk,” jelas Yudi.
Yudi pun mengimbau masyarakat melakukan pencegahan terhadap munculnya DBD dengan Tindakan 3M.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mengimbau warga DKI Jakarta menggunakan baju lengan panjang, terutama anak-anak, ketika keluar rumah. Heru meyakini penggunaan baju lengan panjang bisa mencegah dari gigitan nyamuk Aedes aegypti.
"Tentunya anak-anak kalau keluar rumah bisa menggunakan pakaian lengan panjang dan menjaga kebersihan," ujar Heru Budi dalam keterangannya, Jumat (15/3/2024).
“Bulan (Maret) ini rawan DBD jadi anak-anak keluar rumah pake lengan panjang, losion, minyak telon, dan rumah tolong dijaga kebersihannya,” imbau Heru.
Heru tak menutup mata dengan tingginya kasus DBD di DKI Jakarta. Dia pun memastikan bahwa Pemprov DKI melalui Dinkes terus berupaya melakukan pencegahan dan penanganan DBD.
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memetakan lima wilayah DKI Jakarta yang masuk pada status ‘waspada’ dan ‘awas’ terhadap kasus DBD dan tidak satu pun yang berstatus ‘aman’.
Status ‘aman’ menurut BMKG berada pada angka insiden kurang dari 3 (<3>10).
Wilayah yang masuk status ‘waspada’ yakni Jakarta Utara (5,0), Jakarta Timur (8,9), dan Jakarta Pusat (4,5). Sementara Jakarta Barat (12,2) dan Jakarta Selatan (11,2) masuk status ‘awas’.
BMKG juga mencatat tingkat keyakinan yang tinggi dalam prediksi kesesuaian iklim untuk DBD di seluruh wilayah DKI Jakarta. Jakarta Utara dan Pusat menjadi daerah terendah dengan persentase kelembaban 79 persen tapi masih masuk kategori merah.
Jakarta Timur menyusul dengan kelembaban 81 persen, Jakarta Barat 82 persen, dan Jakarta Selatan 83 persen.
Baca Juga: MK Jadwalkan Putusan Sengketa Pemilu 22 April, Tim Hukum AMIN Minta Putaran Kedua Tanpa Gibran
Data ini merupakan peringatan dini berbasis iklim yang dibuat BMKG bersama Pemprov DKI Jakarta. Pedoman yang digunakan berdasarkan curah hujan dan udara yang memengaruhi perkembangan nyamuk penyebab DBD.
Berikut rekomendasi BMKG penanganan DBD berdasarkan status angka insiden:
AMAN (Angka insiden DBD <3>
-Penyelidikan epidemiologi (PE)
-Penyuluhan
-Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
-Larvasidasi selektif
WASPADA (Angka insiden DBD 3 - 10):
-Penyelidikan epidemiologi (PE)
-Penyuluhan
-Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
-Larvasidasi selektif
-Fogging fokus
AWAS (Angka insiden DBD >10):
-Penyelidikan epidemiologi (PE)
-Penyuluhan
-Peningkatan frkuensi PSN
-Larvasidasi massal
-Fogging fokus. (A)
Reporter: Mustaqim
Editor: Fitrah Nugraha
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS