Jokowi Optimis Bursa Karbon Indonesia Bisa Lawan Krisis Iklim
Reporter
Selasa, 26 September 2023 / 1:41 pm
JAKARTA, TELISIK.ID - Pemerintah meluncurkan bursa karbon pada hari ini, Selasa (26/9/2023). Bursa Karbon yang dioperasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) ini merupakan yang pertama kali di Indonesia.
Presiden Joko Widodo menegaskan, bursa karbon yang resmi diluncurkan ini merupakan kontribusi nyata Indonesia untuk melawan krisis iklim. Dia menjelaskan, hasil dari perdagangan tersebut akan direinvestasikan kembali pada upaya menjaga lingkungan, khususnya pengurangan emisi karbon.
Kebijakan itu diambil karena Indonesia dinilai memiliki potensi luar biasa dalam nature-based solution (NBS) atau solusi berbasis alam, dan menjadi satu-satunya negara yang sekitar 60 persen pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam.
“Di catatan saya ada kurang lebih 13 ton CO2 (karbondioksida, red) potensi kredit karbon yang bisa ditangkap, dan jika dikalkulasi, potensi bursa karbon kita bisa mencapai Rp 3.000 triliun, bahkan lebih,” kata Jokowi dalam Peluncuran Bursa Karbon Indonesia di BEI, Jakarta, yang disiarkan secara virtual, Selasa (26/9/2023).
Angka yang sangat besar itu, menurut Jokowi, akan menjadi sebuah kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, sejalan dengan arah dunia yang menuju ke ekonomi hijau.
Terkait angka tersebut, Jokowi mengacu pada Nationally Determined Contribution (NDC) atau komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri atau 43,20 dengan bantuan internasional.
Baca Juga: Ini Topik Penting Jadi Bahasan Perunding Iklim di KTT Glasgow
Untuk itu, Jokowi meminta perdagangan karbon mengacu pada standar karbon internasional dan memanfaatkan teknologi sehingga proses transaksi bisa efektif. Dia juga mendorong harus ada target dan kerangka waktu yang jelas, baik untuk pasar karbon di dalam negeri dan pasar luar negeri.
Selain itu, Jokowi meminta pengaturan dan fasilitasi pasar karbon sukarela sesuai praktik di komunitas internasional, dengan memastikan bahwa standar tersebut tidak mengganggu target pengurangan emisi Indonesia.
“Saya optimistis Indonesia bisa menjadi poros karbon dunia asalkan digarap konsisten bersama-sama seluruh pemangku kepentingan,” ujar Jokowi.
Walau begitu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengakui masih terdapat pekerjaan yang harus diselesaikan. Antara lain terkait peta jalan perdagangan karbon hingga pajak karbon.
Luhut memastikan pemerintah terus mengawal peraturan yang mengatur NDC, perdagangan karbon luar negeri, hingga peraturan soal pajak karbon.
“Berangkat dari hasil ratas (rapat terbatas, red) lalu, Permen LHK (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, red) penyelenggara NDC, dan Permen LHK perdagangan karbon luar negeri dan peraturan pajak karbon yang kami juga ingin kawal supaya ini jangan lari dari hasil keputusan ratas lalu,” jelas Luhut.
Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan sistem integrasinya, menurut Luhut, terus disempurnakan. Tujuannya agar transparansi dapat terlaksana dengan baik. Dia mengatakan, penyelenggaraan bursa karbon Indonesia akan diawasi langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan teknologi blockchain.
Sebelumnya, OJK menerbitkan Peraturan Nomor 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon (SEOJK 12/2023) sebagai aturan teknis dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023.
OJK kemudian menunjuk BEI sebagai penyelenggara bursa karbon. Bursa karbon adalah sistem perdagangan karbon yang mencakup jual beli kredit karbon. Bursa karbon dirancang untuk mengatur perdagangan izin emisi karbon serta mencatat kepemilikan unit karbon sesuai mekanisme pasar.
Jelasnya, bursa karbon merupakan sistem perdagangan di mana izin emisi karbon diperjualbelikan dengan tujuan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Satu kredit karbon yang dapat diperdagangkan setara dengan penurunan emisi satu ton karbondioksida. Ketika sebuah kredit karbon digunakan untuk mengurangi, menyimpan, atau menghindari emisi, itu menjadi pengganti dan tidak lagi dapat diperdagangkan.
Melalui platform perdagangan karbon yang sudah mulai dipersiapkan sejak 2022 itu, pemerintah yakin Indonesia mampu mengambil peran lebih besar dalam upaya pengendalian dampak perubahan iklim secara global. (B)
Reporter: Mustaqim
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS