Koperasi Merah Putih Masih Mandek, HIPMI Desak Pemerintah Percepat Akses di Daerah

Erni Yanti

Reporter

Selasa, 09 September 2025  /  1:56 pm

Wasekjen HIPMI Pusat, Sucianti Suaib Saenong saat diwawancarai di salah satu hotel di Kota Kendari. Foto: Erni Yanti/Telisik.

KENDARI, TELISIK.ID - Di tengah upaya mendorong pemerataan ekonomi daerah, program Koperasi Merah Putih yang diharapkan mampu menjadi penggerak ekonomi kerakyatan justru belum menunjukkan perkembangan signifikan di Sulawesi Tenggara.

Hingga saat ini, baru satu koperasi yang aktif berjalan di wilayah tersebut, padahal potensinya dinilai sangat besar dalam menyokong sektor riil seperti pertanian, perikanan dan peternakan.

Hal ini menjadi perhatian serius Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Wakil Sekretaris Jenderal HIPMI, Sucianti Suaib Saenong menyatakan, HIPMI tengah mendorong Pemerintah Pusat untuk mempercepat akses dan pelatihan yang berkaitan dengan Koperasi Merah Putih.

"Kami sudah mengirim surat ke empat kementerian agar HIPMI dilibatkan sebagai perantara pelatihan dan pengembangan Koperasi Merah Putih di daerah. Ini harus segera dijalankan karena potensinya sangat besar untuk masyarakat," ujar Sucianti di sela kegiatan Rakerdah HIPMI di Kota Kendari, Senin (9/9/2025) kemarin.

Adapun empat kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

HIPMI ingin memastikan bahwa program koperasi ini tidak hanya menjadi jargon, tetapi benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat bawah.

Menurut Sucianti, program Koperasi Merah Putih saat ini tertinggal jauh jika dibandingkan dengan program Mobil Bahan Guna (MBG) yang sudah lebih dulu aktif dan terorganisir.

Baca Juga: Wagub Sulawesi Tenggara Sentil Lulusan UHO Pulang ke Desa, Kembangkan Koperasi Merah Putih dan MBG

"Kalau MBG sudah duluan bergerak, koperasi ini justru belum. Padahal konsepnya serupa, bahkan koperasi bisa masuk lebih dalam ke desa-desa. Sayangnya, banyak daerah belum menjemput bola," tambahnya.

Pemprov Sulawesi Tenggara sendiri menegaskan pentingnya peran pelaku usaha, terutama pengusaha muda, dalam membangun hilirisasi dan memperkuat ekonomi lokal.

Perwakilan Pemda dalam sambutannya menyatakan bahwa peningkatan nilai tambah produk lokal harus menjadi prioritas agar pertumbuhan ekonomi benar-benar dirasakan masyarakat.

"Kita ingin 90 persen nilai tambah dari produk lokal kembali ke masyarakat. Ini membutuhkan kolaborasi, dan koperasi bisa menjadi instrumen penting," kata perwakilan tersebut.

HIPMI juga mencermati bahwa sektor pertanian, perikanan, dan peternakan yang menjadi kekuatan ekonomi utama di Sulawesi Tenggara masih tertinggal secara struktur dan pendanaan.

Padahal, kebutuhan industri besar seperti smelter dapat membuka peluang bagi pelaku ekonomi kecil untuk menjadi penyokong logistik dan konsumsi, melalui skema koperasi.

"Karyawan industri jumlahnya ribuan. Mereka makan tiap hari, dan itu semua bisa dipenuhi oleh koperasi. Tapi harus ada sistem yang terorganisir. Di sinilah HIPMI ingin masuk, melalui pelatihan dan pendampingan," jelas Sucianti.

Sebagai langkah awal, HIPMI telah menyusun program pelatihan dan mengusulkan audiensi dengan kementerian terkait. Dalam skema ini, HIPMI akan bertindak sebagai pelaksana pelatihan di daerah, sekaligus membuka akses ke pusat.

"Nanti pelatihannya HIPMI yang siapkan. Kita ingin membangun sistem koperasi yang kuat, bukan hanya formalitas. Targetnya, koperasi hadir di setiap kecamatan dan desa, mendukung ekonomi lokal secara nyata," pungkasnya.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Hugua, menegaskan pentingnya membangun sistem ekonomi berbasis keunggulan wilayah. Ia menyebut Sultra sebagai "episentrum pertemuan ekonomi Indonesia, bahkan dunia," karena posisi geostrategisnya yang unik.

"Sulawesi Tenggara itu berada di dua lautan dalam: Laut Flores (WPP 713) dan Laut Banda (WPP 714), yang merupakan pusat bertelur ikan industri. Ini menjadikan sektor agro-maritim sebagai prioritas," jelas Hugua.

Baca Juga: 43 Koperasi Merah Putih Dibentuk di Baubau

Menurutnya, Pemprov Sultra telah menetapkan tiga sektor lintas (linting sektor) sebagai prioritas pembangunan jangka menengah: pertanian dalam arti luas, hilirisasi industri berbasis sumber daya alam dan digitalisasi, serta pariwisata.

Hugua menyoroti bahwa sebagian besar hasil pertanian dan perikanan Sultra masih dikirim ke luar daerah seperti Surabaya, Makassar, dan Jakarta sehingga nilai tambah ekonominya belum kembali ke masyarakat lokal.

"Hampir 90% produk pertanian kita dikirim ke luar daerah, dan nilai ekonominya justru diambil orang lain. Ini masalah konsolidasi. Di sinilah HIPMI bisa berperan," ungkapnya.

Ia mendorong HIPMI untuk ikut mengonsolidasikan rantai ekspor-impor sehingga manfaat ekonomi bisa dirasakan langsung oleh masyarakat Sultra. (A)

Penulis: Erni Yanti

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS