KPK Didesak Segera Tahan Para Tersangka Suap Wamenkumham, Eddy Berkilah Belum Terima SPDP
Reporter
Jumat, 10 November 2023 / 4:56 pm
JAKARTA, TELISIK.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej, sebagai tersangka suap dan gratifikasi. Namun, hingga Jumat (10/11/2023) ini KPK belum menahan Eddy.
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, berharap KPK segera memanggil para tersangka dan ditahan agar penanganan kasus ini cepat tuntas. Termasuk juga aliran uang dari suap dan gratifikasi kepada siapa saja diberikan yang memberikan, dan digunakan untuk apa.
“Segera lakukan pemblokiran (rekening) hingga penyitaan termasuk juga penggeledahan tempat-tempat yang diduga disembunyikan barang bukti,” desak Yudi di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Yudi meyakini kasus ini akan berkembang dan menyasar pada tersangka lain yang terlibat. Yudi meminta pihak-pihak yang terlibat dengan perkara ini, baik langsung atau tidak langsung, wajib untuk kooperatif dengan penyidik KPK.
Baca Juga: Dipercaya Sebagai Ketua Baru, Suhartoyo Beralasan Selamatkan MK
“Tidak menutup kemungkinan bahwa kasus ini akan berkembang. Bagi yang tidak kooperatif ada sanksinya, kalau dua kali panggilan tidak hadir bisa dilakukan jemput paksa, kalau menghalangi penyidikan bisa dipidana pasal 21 UU Tipikor,” jelasnya.
Yudi pun mengingatkan KPK harus bergerak cepat menuntaskan kasus yang menyeret pejabat negara ini. Berdasarkan pengalaman, kata Yudi, KPK harus sesegera mungkin menuntaskan kasus ini sebab para tersangka sebelumnya sudah mendapatkan pemberitahuan SPDP (surat perintah dimulainya penyidikan).
“Artinya mereka sudah tahu menjadi tersangka,” ujarnya.
Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK ini juga prihatin dengan para pejabat negara yang terjerat kasus korupsi.
“Dengan tersangkanya Wamenkumham menambah keprihatinan mengenai kondisi korupsi di negara kita, karena pejabat selevel Wamenkumham pun yang paham hukum menjadi tersangka korupsi,” kritik Yudi.
Eddy Hiariej dilaporkan ke KPK atas dugaan suap dan gratifikasi bernilai Rp 7 miliar oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, pada Maret 2023. Dua orang dekat Eddy turut dilaporkan, yakni Yogi Ari Rukmana selaku asisten pribadi, dan pengacara Yoshi Andika Mulyadi.
Eddy melalui Koordinator Humas Setjen Kementerian Hukum dan HAM, Tubagus Erif Faturahman, mengatakan belum menerima SPDP dari KPK. Karena itu, Eddy mengaku tak tahu soal penetapan tersangka kepada dirinya.
“Beliau (Eddy Hiariej) tidak tahu menahu terkait penetapan tersangka yang diberitakan media karena belum pernah diperiksa dalam penyidikan dan juga belum menerima sprindik (surat perintah penyidikan) maupun SPDP,” ujar Erif melalui keterangan tertulis.
Erif mengatakan, Kemenkumham tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah hingga ada putusan pengadilan yang bersifat tetap.
Informasi lain terkait jumlah dan aliran uang dalam kasus yang menjerat Eddy ini diperoleh dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Boyamin menyebut jumlah uang suap dan gratifikasi bernilai Rp 8 miliar.
Boyamin menceritakan, uang itu diberikan oleh Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PTCLM), Helmut Hermawan, berkaitan dengan permintaan bantuan pengesahan badan hukum dari perusahaan tersebut kepada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham.
“Urutannya itu adalah Rp 4 miliar, Rp 3 miliar, dan Rp 1 miliar. Uang Rp 4 miliar konon katanya untuk upah lawyer, Rp 3 miliar tambahan lagi untuk menutup perkara yang menyangkut Helmut karena dia juga dilaporkan di Polri. Tapi janji itu tampaknya yang Rp 3 miliar tidak terpenuhi, yang Rp 1 miliar untuk permintaan membiayai kegiatan Persatuan Tenis Lapangan Indonesia, organisasi olahraga,” ujar Boyamin.
Helmut diketahui saat ini menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan. Helmut berstatus terdakwa dalam kasus tambang batubara terkait pelanggaran UU Minerba. Dia diduga membuat dokumen palsu tentang produksi batubara CLM.
Helmut sempat mengaku sakit dan meminta izin untuk tidak mengikuti persidangan secara langsung. Namun, Kejaksaaan Negeri (Kejari) Makassar meragukan alasan sakit Helmut karena surat keterangan sakit dikeluarkan oleh rumah sakit (RS) swasta, bukan RS pemerintah.
Penerimaan uang yang juga menyeret Eddy Hiariej tersebut, menurut Boyamin, bisa masuk kategori suap, gratifikasi maupun pemerasan. Dia menduga ada konflik kepentingan terkait dengan pelayanan dan penerimaan uang dalam kasus ini.
“Mestinya kalau Pak Wamenkum HAM melayani orang yang mengadu karena sengketa, ya dilayani saja, jangan minta upah karena memang tugasnya dia,” tutur Boyamin.
Baca Juga: Anies Turunkan Kemiskinan, Ganjar Kelola Bonus Demografi, Prabowo Lanjutkan Kebijakan Ekonomi Jokowi
Kalau dapat sesuatu, kata Boyamin, paling aman sebagai orang yang ngerti hukum mestinya Eddy melapor ke KPK dalam jangka waktu 30 hari.
“Nanti KPK menilai ini boleh diterima atau tidak karena itu bisa dianggap adanya konflik kepentingan uang itu, setidaknya gratifikasi,” jelas Boyamin yang sempat menyebut dirinya sebagai 'detektif partikelir'.
Boyamin mengaku tidak kaget dengan penetapan Eddy Hiariej sebagai tersangka. Pasalnya, dia sempat membahas kasus tersebut dengan Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso.
“Kita apresiasi bahwa KPK di tengah goncangan Pak Firli (Ketua KPK Firli Bahuri) terkait dugaan pemerasan Pak Syahrul Yasin Limpo, tapi tetap melakukan pekerjaan besarnya untuk memberantas korupsi dengan menangani kasus-kasus yang setidaknya pejabat yang konflik kepentingan maupun gratifikasi,” tandas Boyamin. (A)
Reporter: Mustaqim
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS