Mahasiswa Lepas Tikus di Kantor Kejati Sultra Desak Tindak Korupsi Tambang
Reporter
Rabu, 26 Februari 2025 / 4:21 pm
Mahasiswa melepas beberapa ekor tikus putih di Kejati Sultra dan mereka mendesak untuk menindak korupsi tambang di Sultra, Rabu (26/2/2025). Foto: Sigit Purnomo/Telisik
KENDARI, TELISIK.ID - Sejumlah tikus dilepas di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) sebagai bentuk kritik atas belum maksimalnya pemberantasan korupsi tambang, Rabu (26/2)2025).
Mahasiswa yang tergabung dalam Himarasi dan P3D Konawe Utara (Konut) menilai, penindakan terhadap kasus korupsi sektor pertambangan masih jalan di tempat. Mereka menantang Kajati Sultra, Hendro Dewanto, untuk bertindak tegas.
Diketahui Kajati Sultra, Hendro Dewanto, yang resmi menggantikan Patris Yusrian Jaya pada 11 Juni 2024, kini telah bertugas di Sultra selama delapan bulan lebih.
Gebrakan dalam mengungkap kasus-kasus korupsi di Sultra, khususnya sektor pertambangan, mendapatkan sorotan dari Himpunan Mahasiswa Pemerhati Demokrasi (Himarasi) dan Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah (P3D) Konut.
Kedua lembaga tersebut menggelar aksi unjuk rasa dan pelepasan tikus-tikus ke kantor Kejati Sultra sebagai simbol para koruptor yang masih berkeliaran dan tidak ditangkap.
Jenderal lapangan aksi protes, Jefri, mengatakan bahwa aksi pelepasan tikus-tikus tersebut sebagai bentuk dukungan dan tantangan kepada Kajati Sultra untuk menangkap tikus-tikus berdasi yang merugikan negara khususnya pada sektor pertambangan.
Baca Juga: Cerita Farhan, Mahasiswa Semester Akhir yang Menikmati Kemudahan Program JKN
"Aksi pelepasan tikus-tikus itu untuk mendukung dan menantang Kajati Sultra untuk menindak tegas para tikus-tikus yang merugikan negara, khususnya pada sektor pertambangan," kata Jeje, sapaan akrab Jefri, saat berunjuk rasa di depan Kantor Kejati Sultra.
Jebolan aktivis HMI ini mengungkapkan bahwa Kajati Sultra, Hendro Dewanto, mesti mengikuti jejak pendahulunya yang tanpa pandang bulu menindak tikus-tikus berdasi.
"Kita tahu bersama bagaimana sepak terjang Kajari Sultra sebelumnya. Tetapi untuk Kajati Sultra yang sekarang patut kita pertanyakan kinerjanya. Sudah delapan bulan menjabat tetapi menurut kami hingga saat ini belum (ada) gebrakan menangkap tikus-tikus berdasi di Sultra khususnya pada sektor pertambangan," tegas putra asli Konut ini.
Pihaknya juga membeberkan bahwa sebelumnya Kejati Sultra sementara menangani perkara Antam site Mandiodo dan Kolaka, 50 perusahaan tambang di Sultra yang mesti membayar denda administratif PNBP PPKH.
"Kita datang ke sini juga untuk mempertanyakan kelanjutan kasus Antam site Mandiodo Jilid II, soal lelang barang bukti Antam site Mandiodo, Antam site Pomalaa, dan 50 perusahaan tambang di Sultra yang mesti membayar denda administratif PNBP PPKH," jelasnya.
Jeje juga membawakan aduan soal dugaan pelanggaran PT Indonusa di Konut.
"Kita juga melaporkan secara resmi izin lintas koridor PT Indonusa yang janggal dan denda administratif PNBP PPKH PT Indonusa," pungkasnya.
Sementara itu Kasipenkum Kejati Sultra, Dody, mengatakan bahwa saat ini Kejati Sultra, khusus pada kasus Antam site Mandiodo, masih fokus pada TPPU.
"Kita masih fokus pada TPPU Antam Mandiodo, yang kedua masalah Antam Pomalaa, dan perkara lainnya," ungkapnya.
Terkait denda administratif PNBP PPKH 50 perusahaan tambang di Sultra, Kasi V Bidang Intelijen Kejati Sultra, Ruslan, menjelaskan bahwa untuk perkara tersebut telah dikembalikan ke Kementerian untuk penagihannya.
"Kemarin memang ada tiga perusahaan yang melakukan pembayaran, itu kita sudah kembalikan ke perusahaan, dan perusahaan membayar langsung ke Kementerian dalam hal ini Kementerian Kehutanan," katanya.
Ia menambahkan, kemarin pihak hanya pengumpulan bahan data dan keterangan, dan menemukan ada perusahaan yang mau membayarkan dan ada juga yang enggan, semua dikembalikan ke kementerian terkait.
Lima puluh perusahaan tambang di Sultra diwajibkan melunasi denda administratif PNBP PPKH ke Kementerian Kehutanan.
Baca Juga: Evaluasi Pilkada 2024, KPU Sultra Rumuskan Perbaikan Pemilu
"Nanti setelah mereka bayar denda administratif PNBP PPKH baru mereka diterbitkan PPKH, kan perusahaan-perusahaan ini telah memiliki IUP. Tetapi untuk menambang di kawasan hutan itu mesti memiliki PPKH, dan berdasarkan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law mereka ini dimaafkan dengan cara membayar denda administratif PNBP PPKH," beber Ruslan.
Ia juga menuturkan bahwa saat ini perkara tersebut telah ditangani oleh Kementerian Pertahanan berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
"Dengan adanya Perpres tersebut ditunjuklah satgas, yang akan menindaklanjuti penertiban kawasan hutan. Satgas tersebut diketuai oleh Menteri Pertahanan, Wakil I Jaksa Agung, Wakil II Panglima TNI, Wakil III Kapolri, Pelaksananya Jampidsus," kata Dody melanjutkan.
"Jampidsus sebagai pelaksana satgas," tambahnya.
Dody juga menuturkan bahwa terkait barang bukti ore nikel Antam Mandiodo akan diajukan lelang ulang, karena yang lalu belum laku sementara harga masih mahal.
"Barang buktinya masih ada, kita akan ajukan ulang lelang," ujarnya.
“Jadi aduan di PTSP Kejati Sultra itu juga sudah diterima,” katanya.
Selanjutnya terhadap pelaporan pengaduan tersebut akan diteruskan ke pimpinan untuk kemudian ditindaklanjuti. (A)
Penulis: Sigit Purnomo
Editor: Mustaqim
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS