Masyarakat Adat Nyaris Bentrok Dipicu Sertifikasi Tanah Lewat PTSL di Wabula Satu Kabupaten Buton
Reporter
Selasa, 11 Februari 2025 / 3:43 pm
Warga Desa Wabula Satu, Kabupaten Buton, bersitegang sesama mereka buntut dari sertifikasi tanah lewat PTSL, Selasa (11/2/2025). Foto: Febriyani/Telisik
BUTON, TELISIK.ID — Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Wabula Satu, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, memicu ketegangan masyarakat setempat.
Sebagian warga mendukung program ini, sementara yang lain menolaknya dengan alasan bahwa tanah di Wabula merupakan tanah adat yang dimiliki secara komunal, bukan individu.
Sejak lama masyarakat Wabula tidak memperjualbelikan tanah sebagai hak milik, melainkan hanya melalui penggantian tanaman seperti kelapa.
Tradisi ini mengakar kuat bagi masyarakat Wabula, di mana seseorang dapat membangun rumah dengan izin lembaga adat tanpa kepemilikan formal.
Baca Juga: Pencarian Lansia Hilang di Hutan Buton Selatan Dihentikan Sementara, Anak Optimis Temukan Ibunya
Berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat, jika terdapat tanaman kelapa di lokasi pembangunan rumah, pemiliknya sering mengizinkan penebangan tanpa tuntutan ganti rugi, berlandaskan prinsip kekeluargaan dan kesadaran bahwa tanah adalah milik bersama.
Namun, upaya sertifikasi tanah melalui program PTSL menimbulkan keberatan. Beberapa warga yang memiliki tanaman kelapa di tanah yang kini hendak disertifikatkan merasa memiliki hak lebih kuat dibanding mereka yang hanya mendirikan rumah.
Penolakan semakin menguat karena mayoritas masyarakat masih berpegang pada prinsip bahwa tanah di Wabula bukan hak individu, melainkan berada di bawah pengawasan lembaga adat.
Ketegangan memuncak pada Selasa (11/2/2025) di Dusun Lacupea, Desa Wabula Satu. Perdebatan sengit antara warga hampir berujung pada bentrokan fisik sebelum akhirnya dilerai oleh masyarakat setempat. Dalam insiden ini hanya terlihat dua personel TNI di lokasi, tanpa kehadiran aparat kepolisian.
Sejumlah warga menyayangkan kebijakan pemerintah desa yang mereka nilai kurang mempertimbangkan dampak sosial sebelum menggandeng Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan pengukuran tanah.
Mereka menduga inisiatif ini lebih didorong oleh keinginan pemerintah desa daripada oleh masyarakat. Masyarakat mencurigai bahwa sertifikasi tanah akan digunakan sebagai jaminan pinjaman di koperasi yang diduga terkait dengan kepala desa, sehingga menambah ketidakpercayaan warga terhadap program PTSL.
Menanggapi polemik ini, Kepala Desa Wabula Satu, La Budi Nuha, menegaskan bahwa pemerintah desa hanya memfasilitasi warga yang tanahnya tidak bermasalah. Ia menolak tuduhan adanya pemaksaan dalam program sertifikasi.
"Sepanjang ada permasalahan, kami tidak akan melayani. Artinya, tidak ada paksaan. Hanya yang tidak bermasalah yang bisa mengajukan permohonan sertifikasi," jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan dalam penyelesaian sengketa tanah antarwarga dan menganjurkan masyarakat untuk menyelesaikan persoalan batas tanah secara kekeluargaan sebelum mengajukan permohonan sertifikat.
"Selesaikan dulu baik-baik, bicarakan secara kekeluargaan. Jika sudah tidak ada masalah, baru kami layani untuk sertifikasi," tambahnya.
Saat ini, lebih dari 200 bidang tanah telah didaftarkan untuk sertifikasi. Namun, menurut La Budi, jumlah tersebut kemungkinan akan berkurang karena masih banyak lahan yang bermasalah.
Baca Juga: ATR/BPN Wakatobi Didesak Klarifikasi Reklamasi Pantai di Kawasan Marina Wangi-Wangi
La Budi menegaskan bahwa pengukuran hanya akan dilakukan pada lahan yang sudah jelas batas-batasnya dan tidak dalam sengketa.
Masyarakat berharap adanya mediasi antara pemerintah desa, lembaga adat, dan pihak terkait untuk mencari solusi terbaik guna menghindari konflik berkepanjangan.
Jika tidak ditangani dengan bijak, mereka khawatir program sertifikasi tanah ini berisiko mengganggu harmoni sosial yang telah lama terjaga di Wabula.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan dari pihak Polsek Wabula. Namun, pihak kepolisian tetap memantau kondisi keamanan di Desa Wabula Satu. (C)
Penulis: Febriyani
Editor: Mustaqim
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS