Michael Phelps: Berjuang Atasi Depresi di Raihan Medali Terbanyak
Reporter
Selasa, 17 Agustus 2021 / 7:15 pm
MARYLAND, TELISIK.ID - Sosoknya dikenal sebagai atlet yang memiliki segudang prestasi. Bahkan ia didaulat sebagai peraih medali terbanyak sepanjang sejarah olimpiade.
Michael Phelps, namanya. Pria kelahiran Baltimore, Maryland, Amerika Serikat pada 30 Juni 1985. Ia sukses mengumpulkan 28 medali dalam kurun waktu 12 tahun. Ia meraih 23 emas, tiga perak, dan dua perunggu.
Semua medali itu, ia kumpulkan dari pertandingan Olimpiade Athena 2004, Olimpiade Rio 2012, dan Olimpiade Rio 2016. Di balik gemilang prestasi dan ketenaran namanya, ia harus melewati banyak ujian.
Orang tuanya Deborah Sue dan Michael Fred Phelps, bercerai sejak ia berusia 9 tahun. Karena perceraian kedua orang tuanya itu, Michael mengaku menimbulkan efek trauma yang dalam di hidupnya.
Ia juga divonis oleh dokter mengidap penyakit sejak kecil. Penyakit kelainan mental atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Bahkan ia juga dua kali berurusan dengan polisi karena kasus narkoba.
ADHD merupakan gangguan mental yang membuat seorang anak kesulitan berkonsentrasi terhadap hal-hal yang tidak disukai.
Karena penyakit ini, dilansir dari Kompas.com, gurunya mengatakan bahwa Michael tak akan sukses karena ia tidak bisa fokus pada apa pun dalam waktu lama.
Michael tak mau patah. Ia terobsesi dengan keinginan Ibunya dan menjadikan renang sebagai terapi. Olahraga ini mampu mengurai energi yang selama ini membuatnya ingin selalu melompat dan bergerak gelisah.
Baca juga: Aditya Prayoga: Pedagang Sabun Pemilik 5 Rumah Makan Gratis dan ATM Beras
"Alasan saya berada di air karena ibu menginginkan saya bisa berenang. Setelah itu, saya dan kakak langsung jatuh cinta dengan olahraga ini dan memutuskan untuk terus berenang," ujar Phelps dilansir dari Medcom.id.
ADHD yang dideritanya itu ternyata mengganggu sisi hidupnya yang lain. Sebagai pelarian, ia meminum alkohol dan mengisap ganja.
Karena perilakunya itu, ia dua kali ditangkap polisi dua kali. Ia menyetir kendaraannya dalam keadaan mabuk. Pertama pada tahun 2004.
Sanksi yang diterimanya akibat perbuatannya itu tidak terlalu berat. Ia menjalani masa percobaan selama 18 bulan, mengikuti program rehabilitasi dan membayar denda.
Dalam suatu wawancara, legenda Amerika Serikat itu bercerita, bahwa setiap selesai menghadapi Olimpiade dan mendapatkan medali, hanya ada rasa depresi yang sangat berat.
Tepatnya terjadi setelah olimpiade 2012 ayah. Saat itu, ayah dari Beckett Richard Phelps berhasil menyabet empat emas.
"Saya tidak ingin lagi berolahraga. Saya tidak ingin hidup. Anda merenungkan bunuh diri," kata Phelps dikutip dari Republika.co.id.
Di rundungan depresi itu, ia lalu kembali mengisap ganja. Di tahun 2014, akhirnya ia kedapatan lagi. Kasus ini yang mengakibatkan kariernya mulai terancam. Depresi berat kembali dialaminya.
Baca juga: Kisah Tukang Parkir Polres Berhasil Jadi Polairud
Ia dihukum oleh Federasi Renang Amerika Serikat tidak busa mengikuti semua kompetisi resmi selama enam bulan. Tak hanya itu, Phelps tidak diberi izin negeranya pada ajang Kejuaraan Dunia Akuatik 2015.
Dalam depresinya itu ada seorang wanita yang menuntunnya bangkit, yaitu Nicole Johnson. Miss California ini yang di kemudian hari menjadi istri Michael.
Setelah bangkit, ia mengikuti Olimpiade Rio de Janeiro 2016 dan berhasil mendapatkan lima emas dan saru perak. Ia juga meraih delapan emas di Olimpiade 2008 Beijing.
Di samping Prestasi itu, ia mendapatkan 27 emas di Kejuaraan Dunia dan 16 emas di Pan Pacific Championship.
Setelah olimpiade 2016 ini, Phelps memutuskan pensiun dari dunia olahraga. Ia mendedikasikan dirinya melalui Michael Phelps Foundation.
Yayasan itu fokus pada pengembangan olahraga renang dan mempromosikan gaya hidup yang lebih sehat.
Ia juga menjadi asisten Bowman untuk melatih tim Arizona State Sun Devils. Phelps juga bergabung dengan dewan direksi Medibio, sebuah perusahaan yang berfokus pada diagnosis gangguan kesehatan mental.
Kita belajar dari kisah Michael Phelps bahwa kehidupan ini selalu memberi jalan seseorang untuk bangkit kembali dan meraih gemilang.
Manusia hanya perlu berjalan. Merangkak juga tak apa. Tatap ke depan, tatap ke langit. Di depan sana, dari atas langit, selalu ada harapan. (C)
Reporter: Haidir Muhari
Editor: Fitrah Nugraha