Mulai Turunkan Tensi, Ini Alasan Amerika Ketar-ketir dengan China Pegang Kendali Perang Dagang Dunia
Reporter
Kamis, 24 April 2025 / 10:32 am
Trump dan Xi Jinping kembali memanaskan tensi dagang. Foto: Repro AFP.
NEW YORK, TELISIK.ID - Ketegangan antara Amerika Serikat dan China dalam perang dagang kembali memanas, namun kali ini suasananya berbeda. Bukan hanya karena tarif-tarif yang makin tinggi, tetapi juga karena dominasi China yang kian kuat dalam perdagangan global.
Amerika kini mulai melunak, merasa tekanan dari pengaruh ekonomi China yang terus melebar ke seluruh penjuru dunia.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunjukkan sinyal pelunakan terhadap China di tengah memanasnya kembali perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia tersebut.
Langkah ini dinilai sebagai respons terhadap kenyataan bahwa posisi China dalam perdagangan global kini jauh lebih kuat dibandingkan Amerika Serikat.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyampaikan pandangan dalam sebuah acara tertutup yang diadakan oleh JPMorgan Chase. Dalam pertemuan itu, Bessent mengungkapkan bahwa Presiden Trump menyadari kondisi kebuntuan perdagangan dengan China tidak bisa dipertahankan terus-menerus.
"Kebuntuan perdagangan antara Washington dan Beijing tidak berkelanjutan. Karena Presiden Donald Trump memperkirakan tarif yang sangat tinggi pada banyak impor China akan turun secara substansial," kata Bessent, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (24/4/2025).
Pernyataan ini senada dengan ucapan Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt yang menyebutkan bahwa ada peluang untuk membuka kembali pembicaraan perdagangan dengan China.
Menurut Leavitt, kemungkinan kesepakatan antara kedua negara terbuka lebar jika masing-masing pihak mampu menahan diri dalam menentukan kebijakan tarif.
Baca Juga: Negosiasi Tarif Trump Belum Tuntas, Amerika Tuding QRIS dan GPN Indonesia Penghambat
China sendiri telah merespons kebijakan tarif AS dengan menaikkan bea masuk terhadap barang-barang Amerika hingga 125%. Presiden Xi Jinping secara konsisten menyampaikan bahwa perang dagang tidak akan membawa manfaat bagi siapapun.
Awal pekan ini, China pun memberikan sinyal keras kepada negara-negara lain yang tengah bernegosiasi dengan AS agar tidak merugikan kepentingan China.
Sebelumnya, Amerika Serikat mengancam akan mengenakan tarif hingga 245% terhadap produk-produk China sebagai bentuk pembalasan.
Namun, pihak Beijing tidak menunjukkan rasa gentar terhadap ancaman tersebut. Dalam pernyataan resmi yang dikutip dari China Daily, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lin Jian menegaskan bahwa China tidak menginginkan konfrontasi, tetapi siap menghadapi segala bentuk tekanan.
"Tiongkok tidak ingin berperang (perang dagang), tapi juga tidak takut untuk melawan," ujar Lin Jian dalam konferensi pers menanggapi kebijakan tarif tinggi dari AS.
Perang dagang ini memicu pembahasan luas di panggung internasional mengenai potensi perubahan struktur ekonomi dunia. Negara-negara mulai meninjau kembali ketergantungan mereka pada Amerika Serikat sebagai mitra dagang utama.
Sebaliknya, banyak negara yang kini lebih terbuka terhadap peluang menjalin kerja sama dengan China.
Data dari Visual Capitalist, Biro Statistik AS, dan Kantor Bea Cukai China menunjukkan bahwa dominasi perdagangan China telah melampaui AS dalam dua dekade terakhir.
Pada tahun 2000, total nilai perdagangan Amerika Serikat dengan seluruh dunia mencapai US$ 2 triliun, sedangkan China baru mencatatkan angka US$ 474 miliar.
Namun pada 2024, nilai perdagangan AS tumbuh menjadi US$ 5,3 triliun. Di sisi lain, China melonjak lebih tinggi menjadi US$ 6,2 triliun, menunjukkan pertumbuhan luar biasa.
Baca Juga: Tabuh Gendang Perang Dagang, 10 Barang Ekspor Indonesia Paling Berdampak Kebijakan Trump
Pada periode yang sama, perdagangan AS hanya naik 167%, sementara perdagangan China melonjak hingga 1.200%.
Peta perdagangan global juga memperlihatkan perubahan mencolok. Jika pada tahun 2000 China hanya menjadi mitra dagang utama beberapa negara seperti Kuba, Iran, Libya, Myanmar, dan Korea Utara, maka pada 2024 jaringannya mencakup hampir seluruh dunia.
Contoh paling mencolok dapat dilihat pada hubungan perdagangan Indonesia dengan dua negara tersebut. Pada tahun 2000, nilai perdagangan Indonesia-AS mencapai US$ 12,778 miliar dan meningkat menjadi US$ 38,287 miliar pada 2024.
Sementara itu, perdagangan Indonesia-China melonjak drastis dari US$ 7,464 miliar pada 2000 menjadi US$ 147,99 miliar pada 2024 atau tumbuh hingga 1.882,65%. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS