Pilkada di Cekam Pandemi, Ini Seruan Pemuda Muhammadiyah

Haidir Muhari

Reporter

Senin, 14 September 2020  /  12:39 pm

Ilustrasi Pilkada di cekam pandemi. Foto: Repro hulondalo.id

KENDARI, TELISIK.ID - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 menuai pro kontra, apalagi penyebaran COVID-19 seperti lepas kendali.

Tercatat hingga Senin (14/9/2020) telah memapar 218.382 orang positif, 155.010 pasien sembuh, dan 8.723 orang harus meregang nyawa. Dari data itu, tingkat kesembuhan sebesar 70,98?n mortalitas sebesar 3,99%.

Paparan COVID-19 telah menyasar seluruh elemen, pejabat publik, bahkan pejuang di garda terdepan, para tenaga kesehatan (nakes). Saban hari tersiar kabar ada nakes yang harus meregang nyawa karena amuk virus asal Wuhan, Tiongkok itu.

Beberapa waktu lalu dikabarkan ada anggota KPU RI terkonfirmasi positif COVID-19. Sebelum itu beberapa calon kepala daerah juga diputus positif COVID-19. Suasana deklarasi pasangan calon yang mengumpulkan banyak orang saat mendaftar di KPU pun menjadi kekhawatiran.

Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Hikmah dan Hubungan antar Lembaga Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sulawesi Tenggara, Wahyudin, menyerukan publik harus diedukasi dengan baik agar pandemi tidak menjadi polemik yang berkepanjangan. Untuk itu, ia berharap elemen terkait perlu bergandengan tangan.

"Semua pemangku kepentingan kepemiluan baik penyelenggara pemilu, pemerintah, partai politik, peserta Pilkada dan masyarakat sipil untuk bersama-sama menjaga kesehatan publik serta menjaga demokrasi," papar Wahyudin dalam rilisnya Senin (14/9/2020).

Lebih lanjut ia mengharapkan agar penyelenggara Pilkada dan elemen terkait berikhtiar sehingga Pilkada tidak menjadi kluster baru bagi penyelenggara, peserta, maupun pemilih.

Baca juga: Baharuddin Akhirnya Memilih Dukung Rusman

Menurutnya, ada tiga hal yang perlu diperkuat kembali. Pertama adalah demi tingkat partisipasi pemilih, perlu upaya serius sehingga meyakinkan bahwa pelaksanaan Pilkada aman dari ancaman penularan COVID-19.

Kedua adalah kondisi ekonomi yang rusuh akibat cengkram pandemi dapat membuka peluang massifnya praktik rasuah. Sehingga dapat mengakibatkan pemilih tidak lagi memilih dari hati nurani.

"Peluang praktik money politics seolah menemukan momentumnya," paparnya.

Ketiga adalah politisasi program jaring pengaman sosial. Bantuan yang digulirkan pemerintah untuk masyarakat terdampak pagebluk bisa menjadi akses bagi petahana.

"Rawan menjadi ruang politisasi bagi kandidat petahana," terangnya.

Untuk mengawal itu, pihaknya mendorong semua pihak terlibat. Tidak hanya beban digantungkan kepada institusi elektoral, Bawaslu dan KPU.

"Karenanya kami mendorong lembaga maupun kelompok yang peduli terhadap kualitas pemilu kita untuk sama sama mengambil bagian dalam mengawal demokrasi kita," tutupnya.

Reporter: Haidir Muhari

Editor: Haerani Hambali