Populasi Satwa Endemik Anoa Sulawesi Tenggara Dipastikan Aman

Bambang Sutrisno

Reporter

Sabtu, 08 Juni 2024  /  5:18 pm

Kepala BKSDA Sulawesi Tenggara, Sakri Anto Djawie (kiri) dan Anoa, satwa endemik Sulawesi Tenggara (kanan). Foto: Bambang Sutrisno/Telisik

KENDARI, TELISIK.ID - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara memastikan populasi satwa endemik Anoa di Sulawesi Tenggara masih aman.

Sejauh ini belum ada penurunan populasi, khususnya di SM Buton Utara masih terjaga habitatnya dan Tanjung Peropa. Kemudian di sebagian kawasan hutan lindung yang tidak diperuntukkan untuk kegiatan lain.

"Sekarang ini kami khawatir di kawasan-kawasan hutan produksi, karena ada izin masuk perkebunan, ada juga izin tambang dan itu juga bagian dari hutan satwa endemik. Ini yang kita coba upayakan untuk tetap dilindungi," kata Ketua BKSDA Sulawesi Tenggara, Sakri Anto Djawie, Sabtu (8/6/2024).

Kalau habitatnya terus menyempit, kata Sakri, otomatis satwanya akan stres. Selain itu, satwa tidak bisa kawin, sehingga mereka bisa mati.

Baca Juga: Perkuat Hubungan Bilateral, Anggota BKSAP DPR RI Hugua Berkunjung Ke Namibia

Untuk hutan lindung dipastikan tidak ada aktivitas lain, kecuali perizinan di kawasan hutan industri yang dipinjam pakaikan. Seperti kegiatan sektor hutan produksi biasa, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi yang dikonversi.

Dan itu tidak bisa dicegah, tinggal mengatur strateginya seperti apa supaya satwa Anoa tetap hidup.

Jadi kewajiban mereka harus ada penggunaan TSL mengenai satwa di seputaran kawasan tersebut, biar mereka memahami tentang satwa dan memasukkan di dalam IUP mereka alokasikan untuk perlindungan satwa.

"Hal ini sedang kami gagas dengan PT. CSM dan kerja sama dengan BKSDA Sulawesi Tenggara. Ada 442 hektare wilayah perlindungan satwa liar yang akan didorong menjadi habitat satwa endemik Anoa, lokasi itu ada di Routa," tambahnya.

Dia berharap hal itu akan menjadi contoh projek atau dapat diikuti oleh perusahaan-perusahaan lain.

"Harusnya ada kajian mengenai izin perlindungan satwa pada kawasan hutan habitat satwa endemik," ujarnya.

Hal itu agar bisa dilakukan evakuasi terlebih dahulu sebelum mulainya aktivitas industri. Atau dibuat daya perlindungan satwa liar (DPSL) supaya satwa tetap hidup disitu, karena itu adalah kawasan tempat hidup habitatnya.

Dia menambahkan, seharusnya negara melakukan tindakan pada perusahaan tambang yang mengancam hutan tempat habitat satwa endemik, dan memberikan sanksi pada penyerobotan hutan secara ilegal di kawasan industri dan dikembalikan pada negara. Barulah pinjam pakai kawasan hutan diberikan, jadi ada langkah-langkah terlebih dahulu sebelum aktivitas industri berjalan.

"Administrasi perlindungan kawasan harus dipenuhi, dan pengelolaan hutan habitat satwa endemik aman," tegasnya.

Di Buton Utara masih ada 200 ekor Anoa berdasarkan pengamatan 4 sektor, pertama Tanjung Peropa masih ada ratusan ekor. Kawasan Tanjung Amolengo ada 4 ekor dan itu dekat dengan pemukiman warga.

"Di samping itu juga terjadi perburuan liar, pemasangan jerat pada kawasan-kawasan konsen kita, baru ini sudah mau masuk Idul Adha jadi kita monitoring supaya menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," tambahnya.

Baca Juga: Dianggap Merusak Lingkungan Baliho Cagub dan Cawali di Kendari Ditulisi Status Tersangka

Dan masih banyak pula di dataran tinggi hutan lindung Mekongga. Ancaman perburuan liar di sana masih sering terjadi. Tapi jenis bubalus quarlesi (Anoa pegunungan) yang hidup di dataran tinggi masih bagus habitatnya, juga masih terjaga karena hutan lindung ada pada ketinggian 2000 mdpl.

Yang sering diburu Anoa yang ada di dataran rendah (Bubalus depressicornis), pernah ada Anoa ke kawasan pantai Kolono untuk minum air asin atau menjilat batu karang karena menyukai garam. Hal itulah yang menjadikan ia ditembak atau dipasangi jerat saat muncul.

Satwa kebanggaan Sulawesi Tenggara ini harus dijaga dengan baik. Masyarakat yang hidup dekat kawasan hutan habitat satwa endemik diharapkan bisa diajak kerja sama. Kalau tidak dijaga bisa-bisa nasibnya sama dengan Harimau Jawa yang punah dalam waktu 50 atau 20 tahun yang akan datang.

Koordinator Rescue BKSDA Sultra, Ashar menuturkan, kita harus bersama-sama dengan masyarakat melestarikan hutan yang merupakan habitat satwa endemik Anoa. (B)

Penulis: Bambang Sutrisno

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS