Sempat Ditutup karena COVID-19, Malioboro Siap Terima Kunjungan Wisatawan
Reporter Yogyakarta
Sabtu, 06 Juni 2020 / 10:06 am
YOGYAKARTA, TELISIK.ID - Siapa yang tidak mengenal Kota Yogyakarta? Kota yang selalu padat oleh para wisatawan pada saat-saat liburan.
Yogyakarta yang merupakan tempat tujuan wisata utama bagi banyak warga Indonesia setelah Bali ini memang sangat istimewa, seperti namanya: Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kota Pelajar ini menjadi sangat istimewa karena merupakan salah satu kota di Indonesia yang masih memiliki keluarga kerajaan.
Kerajaan Yogyakarta disebut Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman (kini bernama Pura Pakualaman). Dipimpin oleh seorang Sultan dan Adipati yang hingga kini sangat dihormati dan disegani oleh penduduk asli Yogyakarta.
Di kota ini juga ada tempat yang dinamakan Malioboro yang padat dikunjungi wisatawan bila musim liburan tiba.
Malioboro adalah nama salah satu kawasan jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Titik Nol Kilometer atau Kantor Pos Besar Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margo Mulyo. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
Baca juga: Hutan Pendidikan Wanagama, dengan Daya Tariknya yang Unik
Kini, Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Malioboro sudah mulai beraktivitas. Meski belum semuanya membuka lapak, sejumlah pedagang mengggelar dagangannya beberapa hari terakhir ini.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara bertahap akan menggeliatkan lagi perekonomian di tengah pandemi COVID-19. Seperti halnya dengan mengizinkan pedagang di Malioboro untuk beroperasi kembali.
Meski tidak melarang para pedagang untuk beraktivitas kembali di kawasan Malioboro, namun Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta para pedagang untuk betul-betul menerapkan protokol kesehatan.
Untuk itu, PKL berkomitmen menerapkan protokol kesehatan agar bisa menarik pembeli datang kembali ke Malioboro. Berbeda dengan situasi sebelum pandemi COVID-19, kawasan Malioboro masih lengang. Karena jumlah konsumen yang datang masih sangat sedikit. Maklum, pariwisata di Yogyakarta belum dibuka.
Wakil Ketua Koperasi Tri Dharma, Paul Zulkarnaen, menjelaskan, penerapan protokol kesehatan itu untuk mengantisipasi potensi penularan COVID-19 saat menjalankan aktivitas keseharian mereka, yaitu berjualan berbagai barang oleh-oleh.
“Kami bersama teman-teman pedagang dan paguyuban lain sudah membahas protokol baru yang akan berisi aturan-aturan yang harus dipenuhi pedagang di Malioboro saat berjualan," kata Paul Zulkarnaen, Sabtu (6/6/2020).
Baca juga: Bupati Muna Siapkan Bantuan Rp 5 Juta untuk Setiap Korban Kebakaran
Meskipun terkenal sebagai surga belanja cendera mata dan barang kerajinan, ternyata tak sedikit wisatawan dan orang lokal mendatangi Malioboro pagi-pagi sekali untuk berolahraga atau sekadar menikmati udara segar sambil mencari sarapan. Wisatawan tersebut biasanya menginap di hotel sekitar Malioboro.
Menjelang siang hingga malam hari, Malioboro menjelma menjadi surga belanja cendera mata dan barang kerajinan. Lebih dari seribu pedagang kaki lima menggelar dagangannya di emperan toko.
Asal pandai menawar, cendera mata dan barang kerajinan tersebut bisa dibeli dengan harga murah. Mungkin, hal ini yang bikin ketagihan wisatawan kunjungi Yogyakarta. Ada tradisi tawar-menawar antara pembeli dan pedagang, hingga ditutup dengan harga terakhir yang disepakati.
Selain belanja, Malioboro sekarang juga nyaman untuk jalan-jalan. Ada pedestrian dengan bangku-bangku yang instagramable di sepanjang jalan hingga Titik Nol Kilometer.
Jadi, mari kita jelajahi tempat wisata Malioboro ini dengan berjalan kaki dari Tugu ke arah Selatan atau keraton Yogyakarta.
Reporter: Affan Safani Adham
Editor: Haerani Hambali