Siksa Yunior, Santri Al-Amanah Baubau Dipolisikan

Deni Djohan

Reporter Buton Selatan

Selasa, 13 Oktober 2020  /  12:23 pm

Paman korban, Hendra Hakim saat menunjukkan laporan polisi. Foto: Deni Djohan/Telisik

BAUBAU, TELISIK.ID - Kekerasan dalam dunia pendidikan kembali tercoreng. Kali ini terjadi di Pondok Pesantren Al-Amanah, Liabuku, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Seorang senior, AA, menganiaya adik kelasnya, Muhamad Alif Pratama, hingga mengalami luka memar pada bagian pipi.

Tak terima dengan hal itu, paman korban, Hendra Hakim, melaporkan pelaku di Polres Baubau, Selasa (13/10/2020) dengan nomor laporan: LP/166/IX/Res.7.4/2020/Sultra/Res.Baubau.

Menurut Hendra, berdasarkan keterangan ponakannya, peristiwa tersebut terjadi pada, Minggu (11/10/2020). Saat itu, korban Alif tengah bersiap sarapan di kamar asramanya sembari bercanda bersama kawan sekamarnya dengan menggunakan bahasa Indonesia. Sedangkan aturan yang diterapkan di Pesantren, bahasa yang boleh digunakan saat berinteraksi wajib menggunakan bahasa Arab dan Inggris.

Baca juga: Terbangkan Helikopter Bubarkan Unjuk Rasa, Empat Polisi Dipenjara

Mendengar mereka menggunakan bahasa Indonesia, salah satu senior yang diketahui adalah pelaku, menghukum keduanya.

"Mereka disuruh memegang kedua pipinya dengan tangan sendiri kemudian AA menampar korban berkali-kali sampai sampai kedua pipi korban bengkak dan pipi sebelah kanan lebam berwarna biru. Setelah itu AA kembali memukul teman sekamar Alif yang lain dan pergi begitu saja," tutur Hendra sembari menunjukkan surat tanda laporannya.

Alif sempat menyembunyikan hal ini kepada keluarga lantaran takut akan kembali mendapat hukuman jika melaporkan perlakuan seniornya. Namun Alif akhirnya mengaku bila lebam di pipinya itu akibat tamparan dari seniornya.

"Jadi saat itu, dia (Alif) langsung minta keluar. Dia bilang tidak tahanmi karena ternyata budayanya disana sudah begitu kapan salah sedikit disiksa," tambahnya.

Sebelum minta keluar, pihak keluarga sempat meminta pihak Pondok untuk menyelesaikan persoalan ini secara internal. Namun pihak Pesantren membantah dan mengatakan bahwa tak ada kekerasan yang terjadi dalam Pesantren.

Baca juga: Terbukti Korupsi Rp 16,8 Triliun, Tiga Mantan Pejabat Jiwasraya Divonis Penjara Seumur Hidup

"Pasti Alif tak akan mengaku di depan kepala sekolahnya karena takut. Lantas lebam biru di pipinya itu karena apa? Nah ini yang kami tidak terima, makanya kami tempuh jalur hukum," tuturnya.

Menurutnya, budaya kekerasan dalam dunia pendidikan dengan modus pengkaderan telah dihapus sejak dulu. Apalagi, para korban saat ini adalah anak yang masih terbilang muda untuk mendapat penyiksaan seperti itu. Sebab sikap kekerasan terhadap anak dapat mempengaruhi bahkan merusak mental anak. Apalagi proses pengkaderan seperti itu terjadi selama bertahun-tahun.

"Makanya, salah satu pertimbangan kami melaporkan kejadian ini agar budaya kekerasan bisa hilang dari dunia pendidikan apalagi pada sebuah Pondok Pesantren yang mengedepankan nilai-nilai Islam. Harapan kami hal ini bisa menjadi perhatian dari Kementerian Agama dan seluruh pihak terkait agar mengevaluasi kembali sistem pendidikan yang ada di Pesantren, utamanya Pondok Al-Amanah ini," harapnya.

Saat melaporkan hal itu, pihak kepolisian sempat berkata, bakal meminta Komnas Perlindungan Anak dan Perempuan memediasi persoalan ini agar budaya penyiksaan senior di dunia pendidikan tak terjadi lagi. Sebab para orang tua menitipkan anaknya di Pondok Pesantren dengan harapan untuk meningkatkan akhlak buah hatinya. Bukan malah mendapat penganiayaan layaknya berada dalam sel tahanan. (B)

Reporter: Deni Djohan

Editor: Haerani Hambali

TOPICS