Upaya PDIP Menahan Laju Dinamika Koalisi
Kolumnis
Sabtu, 17 September 2022 / 3:54 pm
Oleh: Efriza
Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus & Owner Penerbitan
PUAN Maharani sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sedang berkegiatan melakukan safari politik. Safari politik Puan Maharani dilakukan terhadap pemimpin partai-partai politik.
Pertemuan diawali dengan Surya Paloh dan dilanjutkan menemui Prabowo Subianto. Pertemuan ini masih akan dilanjutkan dalam beberapa bulan ke depan.
Safari politik Puan Maharani ditenggarai adalah upaya menaikkan elektabilitasnya, juga untuk melakukan diskusi mengenai peluang untuk berkoalisi. Sebab, hanya PDIP yang belum menentukan langkah politik menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 mendatang.
Safari politik ini juga disinyalir adalah kesempatan bagi Puan Maharani untuk menunjukkan kemampuan diri sebagai Pimpinan Partai ke depan dalam menghadapi suksesi kepemimpinan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum Partai.
Menariknya dari proses safari politik Puan maharani, ternyata bukan sekadar terbukanya peluang PDIP bergabung dalam kecenderungan tiga koalisi yang ada saat ini. Tetapi realitasnya, strategi politik safari yang dilakukan PDIP melalui Puan Maharani ternyata telah menahan laju kesepakatan bulat dari ketiga koalisi tersebut.
Tiga Pilihan Koalisi
Saat ini ada tiga kecenderungan koalisi. Dari Ketiga koalisi yang sudah Nampak kecenderungan bangunan koalisinya adalah Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Kesepakatan diantara kedua partai ini sudah terjalin. Gerindra sudah bulat menyatakan sikapnya mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden kembali. Sedangkan PKB sedang berjuang menawarkan ketua umumnya Muhaimin Iskandar untuk dipasangkan sebagai paket pasangan calon presiden/wakil presiden dari kedua partai ini.
Sedangkan dua koalisi yang diusung oleh kecenderungan tiga partai belum mempunyai bentuk yang pasti. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang telah mencapai kesepakatan berkoalisi dengan tiga partai yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Baca Juga: PDIP Turun ke "Lantai Dansa"
Sayangnya, KIB ini salah satu partai dari koalisi ini sedang dilanda konflik internal. PPP sedang dalam suhu yang cenderung memanas, terjadinya dua blok yakni blok Mardiono dan pendukungnya yang telah diakui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) dan blok yang tersingkir dari jabatan Ketua Umum yakni Suharso Manoarfa dan pendukungnya.
KIB sedang “pusing kepala,” bangunan koalisi terancam bubar karena kekurangan kursi untuk mengajukan calon presiden di 2024. Padahal KIB juga masih dalam posisi yang tidak dapat menentukan kesepakatan nama-nama untuk diusung sebagai paket pasangan calon presiden/wakil presiden.
Seputar nama masih terus dirembukkan agar tercapai kesepakatan, ternyata juga harus menambah beban kerja dengan merayu PPP agar tetap di koalisi. Sedangkan, Koalisi Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mendapatkan angina yang menyejukkan.
Ketika bangunan koalisi akan dilengkapi oleh Partai Demokrat. Hanya saja, tingkah congkak, Partai Demokrat yang menginginkan di antara paket pasangan calon ini harus ada nama Ketua Umum Partai Demokrat yakni Agus Harimurti Yudhoyono.
Di tengah situasi belum adanya kepastian tersebut. Puan Maharani mencuri perhatian melalui safari politiknya. Akhirnya, peta politik koalisi ini seakan hanya sekadar kumpulan partai-partai dengan nama wadah kebersamaannya saja. Ketika Puan Maharani menemui Nasdem, serasa Nasdem langsung goyah pendiriannya.
Nasdem melalui komunikasi politik elitenya menyatakan, terbuka rapat kerja nasional (rakernas) hasilnya dapat berubah kembali. Nasdem disinyalir juga memikirkan terbuka untuk memadukan Puan-Anies/Anies-Puan. Ini menunjukkan kecenderungan koalisi tiga partai dari Nasdem-PKS dan Partai Demokrat dapat saja batal.
Nasdem dan Partai Demokrat saat ini dalam posisi saling menunggu. Partai Demokrat terkesan masih ‘jual mahal’ belum menentukan pilihan diantara tiga koalisi yang ada. Padahal kuat dugaan Partai Demokrat mengkhawatirkan Nasdem pindah pilihan berkoalisi dengan PDIP, dengan juga turut membawa Anies Baswedan untuk saling berbagi kesepakatan di antara kedua partai tersebut.
Ini menunjukkan jika Partai Demokrat berkoalisi dengan Nasdem dan PKS, tetapi ketika ditinggalkan oleh Nasdem, artinya koalisi ini zonk. Jika hanya PKS dan Partai Demokrat tentu saja tidak akan ada koalisi, sebab tidak dapat memenuhi persyaratan presidential threshold.
Koalisi Partai Gerindra dan PKB, juga dengan kehadiran Puan Maharani telah menggoyahkan pendirian koalisi. Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum PKB, patut hatinya geram dan cemas. PDIP dan Gerindra bisa berkoalisi dengan didukung oleh PKB. Paket pasangan Puan-Prabowo/Prabowo-Puan sudah lama bergulir nama-nama tersebut.
PKB meski dalam kesepakatan bersama dengan Gerindra terdapat klausul tentang penentuan nama-nama capres/cawapres dilakukan bersama oleh kedua partai ini. Tetapi pengaruh PKB dapat menyusut tajam dan peran PDIP dapat meningkat ketika PDIP bergabung dalam koalisi tersebut.
Sedangkan dalam KIB, jelas ketiga partai ini dilematis. Ketiga nama ketua umum tidak memiliki elektabilitas tinggi untuk menjadi calon presiden. Dengan hadirnya Puan Maharani tentu saja akan mengganggu perumusan nama pasangan calon yang akan diusung dalam Pilpres 2024 mendatang.
Ketiga partai ini dengan koalisinya akan tergeser pengaruhnya ketika PDIP bergabung, KIB hanya menjadi Koalisi pendukung Puan Maharani sebagai capres semata.
Bersabar dengan PDIP
PDIP melalui Puan Maharani memang akhirnya menganggu kesolidan ketiga koalisi yang ada sekarang.
Partai-partai yang ada dalam ketiga koalisi ini akhirnya menunjukkan kegenitan dalam politik. Seperti Nasdem yang menawarkan bisa merubah hasil keputusan rakernasnya. PAN juga melakukan hal yang sama dengan mengajukan Sembilan nama dengan adanya nama Puan maharani.
Peta politik koalisi yang awalnya tampak bangunannya akan kokoh di masing-masing koalisi itu, ternyata malah dapat dihambat lajunya oleh safari politik Puan Maharani. PDIP disinyalir juga sekadar melakukan peninjauan semata terhadap kekuatan dan ketetapan pendirian partai-partai politik dari masing-masing koalisi.
Baca Juga: Perjuangan (Bosan) Prabowo Subianto
PDIP malah turut menggulirkan keinginan diri untuk memikirkan upaya mengusung paket pasangan calon tanpa berkoalisi. PDIP sangat “membusung dada” dalam menuju Pemilu Serentak 2024 ini. Ketua Umum Megawati Soekarnoputri malah melemparkan wacana melihat faktanya PDIP bisa mengusung paket pasangan calon presiden/wakil presiden sendiri.
Sehingga PDIP melakukan upaya menekan laju dinamika dan konsentrasi ketiga partai tersebut. Dengan juga menyatakan bahwa PDIP tetap akan bekerjasama politik dengan partai politik lain, tetapi nanti, diharap bersabar disaat yang tepat dan saat persiapan sudah matang.
PDIP juga malah meminta partai-partai politik lainnya dan ketiga koalisi tersebut untuk bersabar, menunggu arah politik PDIP mau kemana dan akan melakukan apa, sabar saat ini PDIP sedang melakukan kekuatan soliditas internal partainya.
Ini menunjukkan bukan sekadar laju dinamika koalisi yang menurun, kukuhnya bangunan koalisi juga dapat diganggu oleh PDIP. Sisi lain, koalisi dan partai-partai ini semestinya menyadari sedang ditampar oleh PDIP, dengan PDIP meminta mereka bersabar karena PDIP sedang konsolidasi dan menguatkan soliditas internal partainya.
Semestinya juga ketiga koalisi yang ada, partai-partainya berani untuk mengambil momentum, unjuk kekuatan partai dan koalisi. Tetapi faktanya, mereka malah ketergantungan oleh PDIP. Wajar akhirnya, peta politik koalisi tergantung oleh pergerakan politik PDIP, koalisi lain sedang menunggu, menunggu PDIP. (*)