PDIP Turun ke "Lantai Dansa"

Efriza, telisik indonesia
Minggu, 28 Agustus 2022
0 dilihat
PDIP Turun ke
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan. Foto: Ist.

" PDIP khawatir akan tekad kuat Nasdem tidak lagi sebagai pendukung pemerintah pada Pemilu Serentak 2024 "

Oleh: Efriza

Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan

NASDEM akhirnya dapat mengganggu ketenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Awalnya, PDIP tak mau berdansa politik. Ternyata, PDIP terpancing juga turun ke “lantai dansa.” Tugas diberikan kepada Puan Maharani agar bisa menjadi magnet di “lantai dansa.”

Sayangnya, PDIP responsnya agak lambat. Kecemasan, PDIP mulai tampak, pasca Ketua Umum Nasdem Surya Paloh mengadakan pertemuan dengan Presiden Jokowi. PDIP khawatir akan tekad kuat Nasdem tidak lagi sebagai pendukung pemerintah pada Pemilu Serentak 2024.  

Awalnya, hanya ada poros koalisi saja. Tetapi, pasca Rapimnas Partai Gerindra mengusung kembali Prabowo Subianto sebagai capres dan berkoalisi bersama PKB. Hitung-hitungan menuju Pilpres 2024 mulai tergambarkan, bisa dipetakan kemungkinan berapa poros, kekuatan dan kelemahan medan kompetisinya, serta peluang menang dan kalahnya.

PDIP saat ini masih kukuh, ramai-ramai elit internalnya “menolak” Ganjar Pranowo. Berharap pertarungannya tiga poros, yakni poros KIB dengan calon alternatif, melawan poros Gerindra-PKB, dan poros terakhir adalah porosnya PDIP.  

Hanya saja, PDIP khawatir, munculnya poros keempat, ganggu konstelasi politik. Nasdem-PKS akan terpenuhi paket koalisi, jika bergabungnya Partai Demokrat. Bagi kubu PDIP, wacana ini amat menyebalkan. Poros ini rencananya mengusung “musuh/lawan terkuat” PDIP, yakni Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Situasi inilah yang direspons Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, berdasarkan pengakuan Puan Maharani, ia ditugaskan menemui Ketua Umum Nasdem Surya Paloh.

Tugas Berat Puan Maharani

PDIP sudah realistis, tak bisa sekadar mengamati dansa politik. Jika ingin mendorong Puan menjadi capres. Pilihannya adalah menarik Nasdem untuk bersama dalam koalisi. Jika Nasdem bisa bergabung bersama PDIP, banyak keuntungannya, seperti mengurangi kecemasan dengan memungkinkan pupusnya paket calon kuat Anies Baswedan-AHY.  

PDIP sekaligus ‘melemahkan’ kekuatan PKS-Demokrat. Sebab, PKS-Demokrat, akan digiring kepada bersama Gerindra-PKB, yang hanya tinggal mencari wapresnya saja. Melawan paket pasangan yang kembali mengusung Prabowo Subianto, tidaklah terlalu mengkhawatirkan, sebab dua kali berhasil ditumbangkan oleh poros koalisi PDIP.  

Baca Juga: Koalisi Indonesia Bersatu, Koalisi Setengah Hati

Sebaliknya akan berbeda, jika paketnya Anies Baswedan-AHY. Pasangan ini calon penantang terkuat, punya rekam jejak pernah mengalahkan PDIP, baik secara organisasi melalui Partai Demokrat pada 2004 dan 2009, maupun perseorangan Anies Baswedan yang diusung oleh Gerindra-PKS pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta kemarin.  

PDIP juga sudah berhitung, jika memaksakan Puan untuk melawan pasangan Anies Baswedan-AHY maka peluang koalisi PDIP menang, sangat kecil. Apalagi jika adanya tiga poros, dengan konsekuensi putaran kedua, akan mirip kekalahannya PDIP di Pilkada DKI Jakarta kemarin. Poros yang kalah, akan cenderung memilih paket Anies Baswedan di putaran kedua.  

Kalkulasi lainnya, Nasdem punya komitmen yang disiplin sebagai mitra koalisi, dari sisi finansial juga turut mendukung paket pasangan yang diusungnya, begitu juga dari sisi publikasi melalui penguasaan pers yang dipunyai Nasdem amat menguntungkan.  

Ini adalah tugas sekaligus ujian bagi Puan Maharani, yang diberikan oleh Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum yang adalah pemegang hak tunggal PDIP dalam mengusung capres maupun pasangan capres/cawapres 2024 mendatang. PDIP, mulai cemas Nasdem akan benar-benar pamit, Puan Maharani diminta merayu NasDem agar kembali bersama pemerintah. Nasdem melalui poros koalisinya berpotensi besar menjungkalkan mimpi PDIP untuk hatrick terpilihnya paket pasangan calonnya tersebut.

Pertaruhan PDIP Mengajak Nasdem Berkoalisi

PDIP berkoalisi dengan Nasdem peluangnya kecil. Nasdem tidak punya calon dari internalnya sendiri. Suara internal Nasdem telah menguat kepada Anies Baswedan sebagai pilihan pertama,  berikutnya Ganjar Pranowo dan terakhir Andika Perkasa. Bisa diterka, PDIP tidak mungkin mengajak NasDem semata.  

Peliknya mengajak Anies Baswedan, ia menginginkan jabatan calon presiden. Anies juga tak punya ikatan yang kuat dengan NasDem, berbeda Anies dengan PKS. Anies saja pernah menolak diusung sebagai cawapres mendamping Prabowo yang saat “rematch” dengan Jokowi pada Pilpres 2024 kemarin. Padahal, Prabowo masih dianggap lawan seimbang. Apalagi ini, hanya mendampingi Puan Maharani yang elektabilitas sebagai capres di zona degradasi, sedangkan elektabilitas Anies dalam kategori tiga besar.

Jika mengusung Ganjar, akan menimbulkan kekecewaan dihati sang “putri mahkota.” Puan adalah anak ideologis dan biologis dari pemegang hak tunggal PDIP, dapat digagalkan pencalonannya oleh arahan partai Nasdem peraih peringkat kelima. “Tamparan” juga dapat diberikan oleh Nasdem bagi peraih suara terbanyak ini.

PDIP adalah peraih suara terbanyak, jika mengusung Ganjar, posisi tawar PDIP yang tinggi malah “dilecehkan,” Nasdem. PDIP sebagai peraih suara terbanyak, dalam koalisi dan pasangan koalisinya di dikte oleh Nasdem sebagai peraih peringkat kelima. Nasdem makin di atas angin, membuktikan bahwa PDIP sebagai partai “sombong” mulai sadar diri, dan/atau Nasdem posisi tawarnya makin tinggi.

Pilihan alternatifnya adalah Andika Perkasa. Wajah banteng moncong putih dipertaruhkan, PDIP sesumbar bahwa punya empat nama calon presiden tetapi ternyata yang diusung malah dari eksternal PDIP, yang suaranya berasal dari internal Partai Nasdem. Kemungkinan besar juga akan berdampak gerutu di hati konstituen anggota PDIP, meski sifatnya pasif atau tidak terbuka, sebagai konstituen yang patuh “petugas partai,” mengikuti semua keputusan Megawati Soekarnoputri sebagai pemegang hak tunggal, adalah harga mati.

Jika koalisi ini terbentuk. Nasdem akan “gede rasa,” bisa membusungkan dada. Nasdem telah berhasil mendikte, mengarahkan, lebih menohoknya mengatur “partai sombong,” seperti perdebatan komunikasi antar PDIP dan Nasdem yang sempat terjadi.  

Melihat kemungkinan koalisi cenderung banyak ruginya, konstituen PDIP dalam logika sederhananya, mending sebaiknya mengusung paket calon sendiri seperti Puan Maharani-Ganjar Pranowo. Walau awalnya, ramai-ramai menolak Ganjar di elit PDIP, tetapi Ganjar tetap sama dengan mereka “petugas partai.”

Puan dan Kutak-Katik Peta Koalisi

Puan Maharani terkesan hanya diberikan tugas merayu Nasdem bergabung dalam koalisi PDIP. Padahal, jika diterka tugas Puan Maharani ada dua yang saling berkait yaitu: merayu Nasdem sekaligus mengajak mewujudkan pasangan capres-cawapres yakni Puan Maharani-Anies Baswedan.  

Tugas yang tidak ringan, minimal, jika Nasdem berhasil masuk gerbong PDIP. Dampak yang diharapkan oleh rayuan Puan adalah poros koalisi PKS dan Demokrat jika tanpa Nasdem, otomatis berhasil dibatalkan. Selanjutnya, jika Anies-Puan/ Puan-Anies, tentu akan turut menarik Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) untuk masuk barisan PDIP-Nasdem. Akhirnya, sesumbar Sekretaris Jenderal Hasto Kristianto, dapat dibuktikan, bahwa koalisi pemerintah mayoritas solid mendukung kembali PDIP.

Lalu, kemana nasib Anies-AHY? Dua nama ini tak akan bisa dipasangan bersama. PKS-Demokrat dapat memilih masuk diantara dua poros koalisi. Poros koalisi Gerindra-PKB, sayangnya, koalisi ini kecenderungannya tetap mengusung Prabowo sebagai capres hanya tinggal menentukan bersama cawapresnya saja. Jika Prabowo-Anies, akan membuat Anies mengumpat dihati. Ia telah berjuang keras kemarin menolaknya, jika terjadi sebagai pendamping Prabowo, amat mengecewakan.

Oleh sebab itu, PKS-Demokrat, akan realistis mencoba adu kuat dengan PDIP-Nasdem untuk memperebutkan KIB. KIB akhirnya punya posisi tawar tinggi. Sebab, jika dengan PKS-Demokrat, maka KIB akan punya paket calon yang akan dirembukkan bersama kelima partai itu. Paket Anies-AHY peluangnya sulit diusung juga bersama KIB, karena harus ada kemungkinan kompensasi salah satu calon dari ketiga partai politik insiator KIB.  

Tetapi, jika KIB memilih skenario bergabung pada poros PDIP-Nasdem. Paket pasangan calon, kemungkinan besar ditentukan oleh PDIP-Nasdem. Sedangkan KIB hanya berkalkulasi kemungkinan menang saja. Tanpa lagi punya posisi tawar untuk mendorong salah satu ketua umum dari ketiga partai inisiator KIB untuk sebagai cawapres.

Penutup

Baca Juga: Perjuangan (Bosan) Prabowo Subianto

Apa yang dapat disimpulkan dari turunnya PDIP ke “lantai dansa”? Pertama, PDIP besar kemungkinannya mendorong Puan Maharani sebagai capres. Kedua, PDIP sedang berusaha menduetkan Puan Maharani-Anies Baswedan, tetapi tidak menginginkan PKS dan Partai Demokrat dalam koalisi. Ketiga, PDIP berupaya poros koalisi Nasdem-PKS-PD tidak terjadi. Jika poros koalisi ini gagal, maka Anies-AHY peluangnya semakin mengecil diusung bersama oleh dua poros yang ada lainnya.  

Ini adalah tugas berat, meski sekaligus peluang. Puan Maharani harus meyakinkan Nasdem untuk membentuk poros koalisi dengan PDIP, juga mau mengusung Puan dalam nama pasangan calon dari koalisi itu. Nasdem tentu berpikir cermat, sebab Nasdem telah meminta nama yang layak diusung dengan PDIP adalah Ganjar Pranowo, sebelum menguatnya nama Anies Baswedan.  

Ini bukan pekerjaan mudah bagi PDIP. PDIP telat respons segera turun ke “lantai dansa.” Saat ini, PDIP dianggap menempuh langkah panik dan dilema. Dilemanya, PDIP sebagai partai peraih suara terbanyak akan dapat “dilecehkan” oleh NasDem dengan didektenya, atau memilih berkompetisi melawan poros koalisi Nasdem-PKS-Demokrat, yang saat ini kemungkinannya akan segera terwujud.  

Kalkulasi PDIP adalah antara melawan poros Nasdem-PKS-Demokrat, atau mengagalkan poros itu dan menjadikan Nasdem mitra koalisi. Jika boleh memilih lawan tanding, keinginan PDIP, lawannya adalah kembali berhadapan dengan Prabowo, maupun alternatif paket dari KIB sebagai poros ketiganya. Prabowo bisa saja ketiga kalinya dapat dikalahkan. Sedangkan paket alternatif dari KIB, kecil peluangnya mempasangkan Anies-AHY.  

Sebaliknya, jika harus berhadapan dengan barisan koalisi Nasdem-PKS-Demokrat, maka pilihan sulit tetapi cenderung baik, opsinya adalah PDIP mengusung calon lain yang bukan Puan Maharani, untuk menghadapi poros koalisi Nasdem-PKS-Demokrat. Mungkin saja, PDIP saat ini panik, sehingga Puan Maharani diberikan tugas menemui Surya Paloh oleh Ketua Umumnya. Tugas ini dapat saja suatu penilaian dan evaluasi terhadap dinamika politik, figur Puan Maharani, dan juga dapat menentukan pilihan PDIP ke depannya. (*)

TAG:
Artikel Terkait
Baca Juga