UU ASN Segera Direvisi, Presiden Bisa Langsung Ganti Sekda dan Kadis
Reporter
Kamis, 17 April 2025 / 8:50 am
Revisi UU ASN beri Presiden wewenang ganti Sekda dan Kadis. Foto: Repro Kemenag.
JAKARTA, TELISIK.ID - Rencana revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mencuat ke permukaan dan menuai perhatian publik.
Komisi II DPR RI menyampaikan bahwa revisi tersebut masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun ini dan akan segera digodok secara serius oleh legislatif.
Dalam prosesnya, salah satu poin penting yang tengah menjadi sorotan adalah potensi perubahan kewenangan presiden dalam pengangkatan hingga pemberhentian pejabat tinggi pratama dan madya seperti Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Dinas (Kadis).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, menjelaskan bahwa Komisi II tidak sedang menyiapkan revisi terhadap Undang-undang Pemilu. Menurutnya, fokus Komisi II saat ini diarahkan untuk menyelesaikan revisi Undang-undang ASN.
"Kita di Komisi II tidak sedang menyiapkan perubahan UU Pemilu, mohon maaf ini ya, karena Komisi II tahun ini, prolegnas tahun ini, itu diminta untuk mengubah UU ASN," kata Arse kepada wartawan, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (17/4/2025).
Baca Juga: Heboh Sri Mulyani Naikan Gaji ASN dan Pensiunan 16 Persen di 2025, Begini Penjelasannya
Meski revisi ini menjadi prioritas, Arse menyampaikan bahwa dirinya tidak setuju terhadap wacana perubahan pasal yang berkaitan dengan kewenangan pengangkatan dan pemberhentian pejabat pimpinan tinggi ASN. Ia menyebutkan bahwa usulan perubahan tersebut hanya menyasar satu pasal dalam UU ASN.
"Jadi hanya mengubah satu pasal, saya enggak hafal isinya itu, tapi isinya itu pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pimpinan tinggi, pimpinan tinggi pratama, pimpinan tinggi madya itu mau ditarik ke presiden," jelas Arse.
Menurut Arse, jika kewenangan tersebut ditarik langsung ke Presiden, maka hal itu berpotensi mengurangi prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, otonomi daerah merupakan bagian penting yang diatur oleh konstitusi.
Ia menilai rencana tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip yang selama ini dijaga dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
"Ini saya enggak tahu nih kenapa bisa begitu, jadi menafikan negara kesatuan yang didesentralisasikan, menafikan otonomi yang seluas-luasnya di UUD dinyatakan termasuk menafikan kewenangan pejabat pembina kepegawaian," sambungnya.
Sebagai informasi, Undang-undang ASN yang berlaku saat ini, khususnya dalam Pasal 29, menyatakan bahwa Presiden dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama, pejabat pimpinan tinggi madya, dan pejabat fungsional tertinggi kepada empat pihak.
Keempat pihak itu antara lain menteri di kementerian, pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan sekretariat di lembaga negara dan lembaga nonstruktural, serta kepala daerah seperti gubernur, bupati, dan wali kota.
Dengan adanya delegasi tersebut, kepala daerah masih memiliki peran dalam proses penempatan dan pergeseran pejabat di lingkungan birokrasi daerah.
Baca Juga: PNS dan PPPK Wajib Tahu, Begini Panduan Lengkap Aktifasi MFA ASN Digital di Situs BKN
Namun, bila revisi tersebut benar-benar dilakukan dan disahkan, maka posisi kepala daerah bisa kehilangan sebagian besar otoritasnya dalam mengelola ASN di wilayah masing-masing. Hal ini tentu akan membawa konsekuensi besar terhadap sistem pemerintahan daerah di seluruh Indonesia.
Revisi UU ASN terakhir kali dilakukan pada tahun 2023. Jika kembali diubah dalam waktu yang singkat, maka ini akan menjadi sorotan tersendiri dalam dunia legislasi nasional.
DPR sendiri belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai urgensi perubahan tersebut, termasuk pihak mana yang meminta agar Komisi II lebih fokus pada revisi UU ASN dibanding revisi regulasi lain seperti UU Pemilu. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS