7 Sunah yang Dianjurkan Sebelum Berhubungan Badan dalam Islam
Haidir Muhari, telisik indonesia
Jumat, 10 September 2021
0 dilihat
Dalam Islam ada tuntunan sunah yang perlu dilakukan sebelum bercinta. Foto: Repro Jambitribunnews.com
" Berjimak dalam Islam tidak hanya pelampiasan hasrat seksual. Mengikuti sunah dalam jimak bisa memberikan keberkahan dalam rumah tangga "
KENDARI, TELISIK.ID - Sebagai bukti kesempurnaan ajaran Islam adalah diaturnya berbagai aktivitas manusia, termasuk tata cara sebelum berhubungan badan (jimak).
Berjimak dalam Islam tidak hanya pelampiasan hasrat seksual. Mengikuti sunah dalam jimak bisa memberikan keberkahan dalam rumah tangga.
Berkah dalam hal ini bukan hanya memperoleh keturunan, tetapi keturunan yang saleh-salehah. Termasuk juga membangun rumah tangga sebagai replika surga, harmonis, dan saling membahagiakan.
Bercinta antara pasangan suami istri dalam Islam dinilai sebagai ibadah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
“Dan hubungan intim di antara kalian adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana bisa mendatangi istri dengan syahwat (disetubuhi) bisa bernilai pahala?” Ia berkata, “Bagaimana pendapatmu jika ada yang meletakkan syahwat tersebut pada yang haram (berzina) bukankah bernilai dosa? Maka sudah sepantasnya meletakkan syahwat tersebut pada yang halal mendatangkan pahala.” (HR. Muslim).
Dikutip dari berbagai sumber, simak 10 amalan sunnah yang perlu diperhatikan sebelum berjimak:
1. Berwudu, Mandi dan Memakai Wewangian
Sebelum berjimak, hendaknya pasangan suami istri terlebih dahulu membersihkan diri. Bersihkan seluruh anggota badan, termasuk alat kelamin.
Memperindah diri bagi suami istri dalam hal ini menjadi penting. Mandi serta menggosok gigi akan membuat penampilan suami istri lebih segar.
Setelah itu, mengambil wudu dengan sempurna, seperti wudu saat hendak salat. Agar lebih maksimal pakai wewangian. Semua itu adalah sunah Nabi yang dianjurkan.
"Empat macam di antara sunnah-sunnah para Rasul yaitu berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah." (HR. At-Tirmidzi)
2. Salat Dua Rakaat
Sunah selanjutnya adalah mendirikan salat dua rakaat secara berjamaah. Ini seperti diterangkan dalam atsar dari Abdullah Ibnu Mas’ud RA, bahwa beliau memerintahkan Abu Huraiz, apabila isterinya mendatanginya agar salat di belakangnya sebelum menggaulinya.
Ini diriwayatkan oleh Abu Bakar Abi Syaibah dan ath-Thabrani. Mendirikan salat berjamaah ini terutama bagi pengantin baru.
3. Dilakukan di Tempat Tertutup
Untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan, maka jimak pasangan suami istri harus dilakukan di tempat tertutup. Ini dilakukan agar tidak diketahui orang lain meskipun keluarga atau anak sendiri.
4. Membaca Doa
Doa sangat dianjurkan dalam Islam, termasuk saat sebelum berhubungan suami istri. Doa ini diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Abbaas.
Dari ‘Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian (suami) ketika ingin mengumpuli istrinya, ia membaca do’a:
Bismillaahi, Allaahumma jannibnasy syaithaana wa jannibisy syaithaana maa razaqtanaa.
Artinya: Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami.
Doa tersebut memiliki keutamaan khusus. Disebutkan dalam hadis yang dimaksud, Nabi SAW bersabda:
"Kemudian jika Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Doa tak hanya dilakukan sebelum, tapi juga saat sperma keluar serta saat hubungan seks telah berakhir. Ketika suami mencapai ejakulasi, ucapkan doa sebagai berikut:
Allaahumma aj'al nuthfatanaa dzurriyyatan thayyibatan.
Artinya: Ya Allah jadikanlah nutfah kami ini menjadi keturunan yang baik.
Setelah aktivitas bercinta telah selesai, jangan lupa juga untuk membaca bersama-sama doa ini:
Alhamdulillaahil ladzii khalaqa minal maa-i basyaran
Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan air mani ini menjadi manusia (keturunan).
5. Santai dan Diawali Cumbuan
Sesaat sebelum memulai, sunah selanjutnya adalah dengan cumbuan (foreplay). Hal ini seperti hadis Rasulullah SAW.
"Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu," (HR. At-Tirmidzi)
Tindakan yang disarankan selama pemanasan dalam Islam termasuk membelai atau merangsang organ sensitif.
Baca Juga: Ini Balasan Bagi Orang yang Zalim
Baca Juga: 10 Hewan yang Dijamin Masuk Surga
6. Jangan Egois
Dalam Islam, cara berhubungan suami istri sepatutnya saling menyenangkan dan dapat dinikmati oleh kedua belah pihak. Niatnya adalah saling menyenangkan, suami menyenangkan istri, dan istri menyenangkan suami.
Masing-masing tidak boleh egois atau tidak mementingkan kepuasan diri sendiri. Untuk ini maka komunikasi dan keterbukaan menjadi saat penting.
"Apabila salah seorang di antara kamu menjimak istrinya, hendaklah ia menyempurnakan hajat istrinya. Jika ia mendahului istrinya, maka janganlah ia tergesa-gesa meninggalkannya." (HR. Abu Ya'la)
7. Menjaga Rahasia
Menceritakan rahasia saat di atas ranjang kepada orang lain merupakan perbuatan tercela. Ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya.” (HR. Muslim)
Imam An-Nawawi Rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim berkata ketika menjelaskan hadits riwayat Muslim di atas:
“Dalam hadits ini, terdapat larangan bagi suami untuk menyebar-nyebarkan apa yang terjadi antara dia dan istrinya dalam perkara istimta’ (bersenang-senang, yaitu hubungan biologis), menggambarkan detil yang terjadi di antara keduanya, dan apa yang dilakukan oleh pihak wanita (istri), baik berupa ucapan, perbuatan, dan semacamnya. Adapun semata-mata menceritakan adanya hubungan suami istri (tanpa menyebutkan detilnya, pent.), jika hal itu tidak ada faidah dan tidak ada kebutuhan, maka hukumnya makruh, karena hal ini dinilai menyelisihi (menurunkan) muru’ah (kehormatan seseorang).” (C)
Reporter: Haidir Muhari
Editor: Fitrah Nugraha