Amnesia Politik

M. Najib Husain, telisik indonesia
Minggu, 21 November 2021
0 dilihat
Amnesia Politik
Dr. M. Najib Husain, Dosen FISIP UHO. Foto: Ist.

" BANGUNLAH. Beranilah. Kuatlah. Pikul semua tanggung jawab di atas pundakmu. Ketahuilah, wahai saudaraku, engkau adalah pencipta nasibmu sendiri. Segala kekuatan dan dorongan yang engkau butuhkan ada di dalam dirimu sendiri "

Oleh: Dr. M. Najib Husain

Dosen FISIP UHO

BANGUNLAH. Beranilah. Kuatlah. Pikul semua tanggung jawab di atas pundakmu. Ketahuilah, wahai saudaraku, engkau adalah pencipta nasibmu sendiri. Segala kekuatan dan dorongan yang engkau butuhkan ada di dalam dirimu sendiri. Maka dari itu, ciptakanlah hari depanmu (Swami Vivekananda).

Di bulan ini saya diundang oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Sulawesi Tenggara untuk memberikan materi 'Perkembangan Politik dan Sistem Demokrasi' pada dua kelompok yaitu pemilih pemula dan generasi muda di Kota Kendari.

Bagi pemilih pemula sudah pasti materi ini agak berat maka judul pun saya balik menjadi 'Sistem Demokrasi dan Perkembangan Politik'. Dalam sistem demokrasi di Indonesia, kita telah mengalami berapa kali uji coba sistem demokrasi mulai dari Demokrasi Konstitusional (1945 s.d. 1959 ), lalu tetap pada masa Orde Lama kita berganti menggunakan sistem Demokrasi Terpimpin (1959 s.d. 1965).

Pada masa Orde Baru kita mengenal Demokrasi Pancasila (1966 s.d. 1998) dan Demokrasi Era Reformasi (1998 s.d. sekarang) yang tetap menggunakan demokrasi Pancasila dengan harapan hak dan kewajiban  warga negara tetap terlindungi dan jauh lebih baik.

Salah satu bagian dari warga negara yang sering terlupakan dalam pemberian pendidikan politik adalah para pemilih pemula, yang masuk dalam kelompok pemilih yang pertama kalinya akan memberikan suaranya.

Baca Juga: Krisis Kepedulian Sosial

Pemilih pemula adalah pemilih yang potensial yang secara kuantitatif cukup signifikan, namun butuh perhatian yang lebih dari partai politik dan pemerintah agar potensi yang dimiliki bisa disalurkan. Riset yang kami lakukan hasilnya menunjukkan bahwa pemilih pemula selama ini menunjukkan gambaran yang kurang baik dalam setiap pemilihan legislatif dan Pilkada

Pemilih pemula dalam pemberian suara dari hari H tergolong kategori kurang, yang menyebabkan banyak pemilih pemula yang tidak datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya. Tingkat partisipasi politik berupa kampanye dilakukan oleh sebagian pemilih pemula kurang, sehingga mereka ikut dalam kegiatan kampanye hanya karena faktor hiburan semata.

Disebabkan karena perhatian besar dalam isu kampanye kurang, pada akhirnya menyebabkan tingkat partisipasi politik dalam berbicara masalah politik oleh pemilih pemula kurang.

Untuk itu partisipasi politik bagi pemilih pemula perlu di dorong dan diberikan ruang agar tiga unsur dalam partisipasi politik dapat terwujud, yaitu: Pertama, adanya penyertaan pikiran dan perasaan; Kedua, adanya motivasi untuk berkontribusi; serta Ketiga, adanya tanggung jawab bersama. Esensinya partisipasi berasal dari dalam atau dari diri sendiri masyarakat tersebut.

Jika sudah tumbuh dan keinginan untuk berpartisipasi pada kaum pemilih pemula, maka sudah pasti mereka dapat diharapkan dapat membantu dan meringan kerja penyelenggara Pemilu untuk mewujudkan Pemilu dan Pilkada yang bersih dan beradab.

Dengan jalan mambantu dalam mengurangi atau dapat menghilangkan politik uang dalam Pilkada, stop black campaign di  media sosial, dan membuat meme, tagline, atau konten kampanya kreatif agar kaum muda bisa tersadarkan untuk menggunakan hak pilihnya, sekalian mengurangi tensi politik yang kadang sangat panas.  

Dalam babakan diskusi, seorang peserta bertanya kepada saya, kenapa pemilih pemula harus mengenal dan mempelajari visi, misi dan program peserta Pemilu, dan mengapa harus mengetahui riwayat hidup calon dan partai politiknya.

Baca Juga: Kekuasaan dan Watak Manusia

Pemilih pemula harus mengenal para wakilnya di dewan agar tidak memilih kucing dalam karung, sehingga akan ketahuan bagaimana jejak rekam para calon wakil rakyat kedepan. Baik pemain lama maupun pendatang baru, bagi pemain lama tinggal dipotret selama mereka menjabat, selama lima tahun apa yang telah dilakukan dan berapa banyak  kontribusi selama ini kepada daerah-daerah konsituen mereka.

Jangan sampai emak-emak lebih berani turun di lapangan dan blokir jalan untuk memperjuangkan kebutuhan yang urgen bagi masyarakat, dibandingkan mereka yang mengaku sebagai wakil rakyat.    Apakah selama ini janji-janji politik saat kampanye telah diwujudkan atau hanya sebatas janji.

Kalau hanya sebatas janji lalu kenapa mau memilih orang yang gagal memenuhi janji. Kenyataan di lapangan kita mudah memaafkan dan melupakan masa lalu. Satu kata yang dapat kami rangkai pada diskusi tersebut, bahwa bangsa ini masih mengalami amnesia politik.

Amnesia tersebut berupa kegelapan sejarah yang menghambat manusia Indonesia memproyeksikan masa kini dan masa depan secara jernih. Untuk itu, dibutuhkan sebuah keberanian untuk menolak dan melahirkan pemain-pemain baru yang masih bisa  ada harapan memperbaiki keadaan, demi membebaskan bangsa ini dari perangkap lingkaran kegagalan dalam berdemokrasi.

Bagi partai-partai politik, berikan hukuman bagi wakil Anda yang gagal, dan beri kesempatan bagi yang punya niatan baik memperbaiki bangsa dan daerah ini. Supaya tidak ada lagi kesan, bahwa partai politik yang melakukan tindakan diskriminatif kepada para kadernya. (*)

Artikel Terkait
Baca Juga