Biografi Singkat 17 Pahlawan Nasional Wanita di Tanah Air dan Daerah Asalnya

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Selasa, 30 Juli 2024
0 dilihat
Biografi Singkat 17 Pahlawan Nasional Wanita di Tanah Air dan Daerah Asalnya
Cuplikan Film Kartini 2017, sosok pejuang penggerak emansipasi perempuan di Indonesia. Foto: Repro imdb

" Berkat jasa-jasa para pahlawan, Indonesia berhasil merdeka dan menjadi bangsa yang besar dan lebih baik lagi seperti sekarang "

JAKARTA, TELISIK.ID - Indonesia mempunyai pahlawan nasional, baik pahlawan di era penjajahan Belanda dan Jepang, pahlawan revolusi serta pahlawan di era setelah proklamasi.

Berkat jasa-jasa para pahlawan tersebut, Indonesia berhasil merdeka dan menjadi bangsa yang besar dan lebih baik lagi seperti sekarang, seperti dilansir dari gramedia.go.id, Selasa (30/7/2024).

Berikut daftar lengkap dari sosok, pahlawan nasional wanita paling berjasa di Indonesia:

1. Martha Christina Tiahahu dari Maluku

Martha Christina Tiahahu adalah pejuang dari Desa Abubu, Pulau Nusalaut, lahir pada tanggal 4 Januari 1800. Pada usia 17 tahun, ia sudah berani mengangkat senjata melawan penjajah Belanda. Martha Christina Tiahahu juga selalu memberi semangat pada kaum perempuan untuk membantu laki-laki di medan pertempuran.

Setelah ayahnya, Kapitan Paulus Tiahahu, dijatuhi hukuman mati oleh Belanda, kesehatan fisik dan mentalnya terganggu. Ia tertangkap bersama 39 orang lainnya dan dibawa ke Pulau Jawa dengan kapal Eversten untuk dipekerjakan paksa di perkebunan kopi.

Kondisi kesehatan Martha Christina Tiahahu memburuk selama di atas kapal, diperparah oleh penolakannya untuk makan dan diobati. Ia meninggal pada 2 Januari 1818 dan dimakamkan dengan penghormatan militer di Laut Banda.

2. Laksamana Malahayati dari Aceh

Keumalahayati, pejuang asal Kesultanan Aceh, lahir di Aceh Besar pada tahun 1550. Dia memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee, yang terdiri dari janda-janda pahlawan yang telah syahid. Mereka berperang melawan kapal dan benteng Belanda serta membunuh Cornelis de Houtman pada 11 September 1599.

Berkat keberaniannya, Malahayati mendapat gelar Laksamana. Namun, ia gugur pada tahun 1615 ketika sedang melindungi Teluk Krueng Raya dari serangan Portugis yang dipimpin oleh Laksamana Alfonso De Castro.

3. Cut Nyak Meutia dari Aceh

Cut Nyak Meutia, pejuang dari Aceh, awalnya berjuang bersama suaminya, Teuku Muhammad. Setelah suaminya ditangkap dan dihukum mati oleh Belanda pada tahun 1905, ia menikah dengan Pang Nanggroe dan melanjutkan perlawanan.

Suaminya gugur pada 26 September 1910, namun Cut Nyak Meutia berhasil lolos. Ia terus melawan dengan sisa-sisa pasukannya hingga gugur pada 24 Oktober 1910.

4. Raden Adjeng Kartini dari Jepara, Jawa Tengah

R.A. Kartini, lahir di Jepara pada tahun 1879, adalah tokoh yang memperjuangkan kebangkitan perempuan di Indonesia. Ia mengkritisi budaya Jawa yang menghambat perkembangan perempuan dan memberikan gagasan melalui surat-suratnya. Tanggal kelahirannya, 21 April, diperingati sebagai Hari Kartini, untuk mengenang perjuangannya.

5. Cut Nyak Dien dari Aceh

Cut Nyak Dien, lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh, berperan penting dalam melawan kolonialisme Belanda. Ia ikut berperang melawan Belanda dan dikenal sebagai pahlawan nasional wanita.

6. Dewi Sartika dari Jawa Barat

Raden Dewi Sartika, lahir pada 4 Desember 1884, adalah pahlawan pendidikan dari Jawa Barat. Ia mendirikan Sekolah Istri pada 16 Januari 1904, yang kemudian menjadi Sekolah Kaoetamaan Istri dan akhirnya Sekolah Raden Dewi pada 1929.

Baca Juga: Kisah Mualaf Pahlawan Pierre Tendean Berawal dari Cinta pada Calon Istri

Berkat jasanya dalam pendidikan, ia dianugerahi gelar Orde van Oranje-Nassau dan diakui sebagai Pahlawan Nasional pada 1 Desember 1966.

7. Andi Depu Maraddia Balanipa dari Tinambung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat

Andi Depu Maraddia Balanipa dikenal karena keberhasilannya dalam mempertahankan wilayahnya dari penaklukan Belanda. Ia berhasil mengibarkan bendera merah putih saat pasukan Jepang datang di Mandar pada tahun 1942.

Berkat keberaniannya, Andi Depu dianugerahi Bintang Mahaputra Tingkat IV dari Presiden Soekarno dan gelar Pahlawan Nasional pada 2018.

8. Maria Walanda Maramis dari Minahasa, Sulawesi Utara

Maria Walanda Maramis, lahir pada 1 Desember 1872, dikenal sebagai Kartini dari Minahasa. Ia mendirikan organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT) untuk memajukan pendidikan perempuan.

Melalui PIKAT, perempuan dibekali ilmu rumah tangga seperti memasak, menjahit, dan merawat bayi. Maria aktif di PIKAT hingga kematiannya pada 22 April 1924.

9. Siti Manggopoh dari Manggopoh, Agam, Sumatera Barat

Siti Manggopoh, lahir pada bulan Mei 1880, adalah seorang pejuang perempuan dari Manggopoh, Agam. Ia dikenal karena perlawanannya terhadap penjajah Belanda dalam Perang Belasting, menunjukkan keberaniannya yang luar biasa.

10. HR. Rasuna Said dari Maninjau, Agam, Sumatera Barat

Hajjah Rangkayo Rasuna Said, atau lebih dikenal dengan nama Rasuna Said, memperjuangkan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Berkat pidatonya yang mengecam pemerintahan Belanda, ia terkena hukum Speek Delict dan dipenjara pada tahun 1932. Setelah kemerdekaan, ia aktif di Dewan Perwakilan Sumatera, DPR RIS, dan Dewan Pertimbangan Agung hingga akhir hayatnya pada 2 November 1965.

Baca Juga: Sosok Oputa Yi Koo, Pahlawan Nasional jadi Inspirasi Film La Karambau

11. Fatmawati Soekarno dari Bengkulu

Fatmawati Soekarno, ibu negara pertama Indonesia, berasal dari Sumatera Barat dan memiliki keturunan dari Kesultanan Indrapura. Ia mendapat gelar pahlawan karena perannya dalam menjahit bendera merah putih untuk upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, bersumber dari wikipedia.org.

12. Nyi Ageng Serang dari Purwodadi, Jawa Tengah

Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi, atau Nyi Ageng Serang, adalah keturunan Sunan Kalijaga. Lahir pada tahun 1752, ia melawan penjajah bersama ayah dan kakaknya. Setelah kematian kakaknya, ia tetap memimpin pasukan di usia 73 tahun dan menjadi penasihat Pangeran Diponegoro. Nyi Ageng Serang meninggal dunia akibat malaria dua tahun sebelum Perang Diponegoro berakhir.

13. Opu Daeng Risadju dari Sulawesi Selatan

Opu Daeng Risaju, lahir pada tahun 1880, berperan besar dalam perlawanan terhadap tentara NICA di Belopa. Ia memobilisasi para pemuda untuk melawan tentara NICA, yang merupakan tentara dari penjajah Belanda, menunjukkan keberaniannya yang luar biasa.

14. Nyai Ahmad Dahlan dari Yogyakarta

Siti Walidah, atau Nyai Ahmad Dahlan, adalah tokoh emansipasi perempuan yang berpartisipasi dalam diskusi perang bersama Jenderal Sudirman dan Presiden Soekarno. Ia mendirikan perkumpulan Sopo Tresno pada tahun 1914, yang fokus pada dakwah, pendidikan, dan sosial.

Nyai Ahmad Dahlan terus berjuang setelah kematian suaminya, membina generasi muda perempuan agar gigih dan berpendidikan.

15. Ratu Nahrasiyah dari Kerajaan Samudera Pasai

Ratu Sultanah Nahrasiyah adalah penguasa Kesultanan Samudera Pasai yang naik tahta menggantikan ayahnya pada tahun 1405-1428 M. Ia merupakan perempuan pertama di Asia Tenggara yang memerintah sebagai raja.

Meskipun tidak banyak catatan sejarah tentang pemerintahannya, ia telah menggoreskan konsep kesetaraan gender sejak lahirnya kerajaan Islam pertama di Nusantara.

16. Rohana Kuddus dari Padang, Sumatera Barat

Rohana Kuddus, lahir pada 20 Desember 1884, adalah wartawati pertama Indonesia. Pada tahun 1911, ia mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia di Koto Gadang dan aktif menulis di surat kabar perempuan Poetri Hindia. Perannya dalam pendidikan dan jurnalistik membuatnya dikenang sebagai pionir wanita dalam kedua bidang tersebut.

 17. Siti Hartinah (Ibu Tien Suharto)

Raden Ayu Hj. Siti Hartinah, atau Ibu Tien Soeharto, adalah istri Presiden Indonesia kedua, Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto. Ia dianugerahi gelar pahlawan nasional setelah kematiannya.

Siti Hartinah berperan dalam pelarangan poligami bagi pejabat di Indonesia dan mendesak perlunya larangan poligami yang tercermin dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 dan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Selain itu, ia menggagas Taman Mini Indonesia Indah, Taman Buah Mekarsari, perpustakaan nasional. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga