Bu Mensos Risma yang Offside
Efriza, telisik indonesia
Sabtu, 09 Januari 2021
0 dilihat
Efriza, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP). Foto: Ist.
" Risma harus menunjukkan bahwa ia menerima amanat untuk menduduki kursi Menteri Sosial bukan sebagai batu loncatan menuju DKI-1. "
Oleh: Efriza
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP)
KETIKA Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reshuffle kabinet Indonesia Maju dengan menunjuk Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial menggantikan Julian Batubara, yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos) sebesar Rp 17 miliar.
Antusias dan harapan publik melayang tinggi, berdasarkan kinerja Risma sebagai walikota Surabaya yang mendapat poin positif oleh publik.
Persepsi positif masyarakat, dapat menurun bahkan drastis, setelah yang terjadi malah timbulnya pro dan kontra, bukan hanya di publik tetapi juga dikalangan anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) sendiri.
Penyebabnya adalah Risma sebagai Menteri Sosial dalam kurun waktu 16 hari kerjanya pasca dilantik malah mengesankan, Menteri Sosial offside. Risma malah bekerja layaknya menuju kursi DKI-1 dengan gaya ‘blusukan-nya’.
Padahal Risma ditunjuk oleh Presiden Jokowi untuk menata ulang kerja Kementerian Sosial dalam memperoleh kembali simpatik publik, pasca terjadinya korupsi dana Bansos, yang dilakukan oleh pimpinan tertinggi kementerian tersebut, Julian Batubara.
Blunder Blusukan
Pada dinas kerja hari pertama, Risma langsung melakukan aksi, layaknya Jokowi mencari simpatik masyarakat untuk menuju kursi DKI-1, dengan melakukan blusukan dan berdiskusi dengan warga di kawasan Sungai Ciliwung, Jakarta.
Baca juga: HUT-17 Kolaka Utara: Sektor Perikanan, Harapan dan Tantangan
Potret kerja pertama Risma, yang dilanjutkan dengan kerja nyata melalui blusukan diberbagai tempat pada hari-hari berikutnya seperti pada (8/1) Risma mengunjungi Balai Rehabilitasi Sosial Eks Gelandangan dan Pengemis Pangudi Luhur, Bekasi; telah mengundang pro dan kontra di masyarakat dan di kalangan sesama anggota partai tempat Risma bernaung.
Pro dan kontra itu tentu saja bermuara pada satu pertanyaan, apakah Risma sedang mempersiapkan diri menuju kursi DKI-1? Dalam menjawab pertanyaan ini, sebenarnya terlalu terburu-terburu, jika kita men-judge, Menteri Sosial hanya untuk kepentingan Risma menuju kursi DKI-1.
Sebab, rencana Pilkada DKI saja masih terjadi perdebatan, apakah akan tetap mengikuti jadwal yang telah ditetapkan KPU pada tahun 2024 nanti, atau memilih menormalisasikan Pilkada tahun 2022 dan 2023 seperti dorongan dari masyarakat madani.
Sebenarnya tak ada yang salah dari kerja blusukan yang dilakukan Risma. Tetapi, amat disayangkan, Risma memilih blusukan sebagai program kerja pertamanya, dibandingkan melakukan kerja ke dalam dengan membenahi internal di Kementerian Sosial dari dampak korupsi yang dilakukan pimpinan tertinggi lembaga tersebut.
Risma memang juga telah melakukan kerja membenahi dana Bansos misalnya, agar lebih tepat sasaran dengan hanya berpedoman pada Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan domisili, bahkan dana Bansos pun telah mulai dicairkan untuk masyarakat sebesar Rp 300 ribu.
Segera, Hindari Polemik
Polemik ini diyakini akan terus berlangsung hangat di tengah masyarakat, jika Risma tidak buru-buru melakukan langkah yang menunjukkan ia bekerja sebagai Menteri Sosial, bukan malah membiarkan kesan, ia sedang mempersiapkan diri menuju kursi DKI-1 dengan menggunakan jabatan diri sebagai Menteri Sosial.
Tak bisa diabaikan, popularitas dan elektabilitas Risma memperoleh poin positif tinggi bagi masyarakat, selain Ganjar Pranowo dari sesama kader PDI Perjuangan. Popularitas kedua calon ini, tentu akan membentuk persepsi Ganjar atau Risma di RI-1, ataukah Risma menuju DKI-1 sedangkan Ganjar menuju RI-1.
Purna tugas dengan baik sebagai walikota Surbaya dua periode, kemudian langsung ditunjuk sebagai Menteri Sosial, lalu melakukan gebrakan ala Jokowi sebelumnya dengan cara blusukan. Wajar akhirnya, bagi yang bersimpatik terhadap Risma dan penuh harap bahwa DKI-1 akan semakin baik jika ke depannya dipimpin oleh Risma.
Lihat, baru saja, sebuah dukungan bahkan rencana deklarasi diri Relawan Pasutri (Pasukan Tri Rismaharini) For DKI Jakarta, akan dilakukan pada 9 Januari 2021, pukul 14.00 di Restoran Handayani, Matraman Jakarta, yang tentu saja mendukung Risma untuk for DKI-1.
Baca juga: 2021, Tahun Harapan untuk Pulih
Dukungan relawan, tidak salah, meski terlalu dini sekalipun, bahkan untuk Risma menuju for DKI-1 maupun kursi RI-1, sekalipun. Tetapi sangat disayangkan, jika kerja Risma yang belum genap 30 hari, yang diyakini ia juga belum sepenuhnya dapat beradaptasi, telah memperoleh hasil evaluasi yang benar-benar tepat.
Bahkan dapat merumuskan berbagai kebijakan-kebijakan baru berdasarkan visi-misi Presiden Jokowi, malah dapat terjadi kesan bahwa Risma memiliki agenda tersembunyi sebagai Menteri Sosial.
Rakyat Indonesia, tentunya menginginkan Risma yang memiliki kinerja baik di kala menjadi walikota Surabaya, bisa bekerja dengan maksimal sebagai menteri sosial, apalagi pandemi COVID-19 di Indonesia saat ini sedang memasuki resiko penularan tertinggi dan kondisi ekonomi masyarakat pun kian merosot.
Kerja nyata, keputusan dan kebijakan yang tepat sasaran bagi masyarakat, adalah yang ditunggu-tunggu dari kinerja Risma sebagai Menteri Sosial.
Kinerja Risma, melalui blusukan tidaklah buruk. Malah semestinya, Risma melakukan blusukan dalam bentuk program kerja ke berbagai daerah. Agar Risma, menjadi milik seluruh rakyat Indonesia sebagai menteri sosial. Sehingga demikian, dihasilkan keputusan dan kebijakan yang tepat berdasarkan penjaringan aspirasi dari seluruh daerah di Indonesia.
Polemik ini, harus segera diakhiri oleh Risma sendiri, agar ia dapat bekerja maksimal. Jangan sampai Risma bekerja lebih keras, sekadar untuk melayani polemik di masyarakat. Pasca blusukan saja, polemik di masyarakat sudah beraneka ragam, seperti menganggap bahwa diskusi Risma dengan warga dalam kerja dinas blusukan adalah settingan semata.
Risma harus menunjukkan bahwa ia menerima amanat untuk menduduki kursi Menteri Sosial bukan sebagai batu loncatan menuju DKI-1.
Polemik-polemik yang muncul di ruang publik, harus diakhiri oleh Risma sendiri, jangan sampai simpatik masyarakat menurun, Risma lalu dianggap tak memiliki kepantasan sebagai pimpinan kementerian sosial, malah Risma hanya mengejar popularitas.
Dampaknya popularitas dan elektabilitas Risma dapat saja menurun, bahkan imbasnya kepada Pemerintahan sekaligus Presiden Joko Widodo dan PDI Perjuangan.
Kerja Risma yang langsung melakukan blusukan, tidak seperti membalikkan telapak tangan, dapat membuat popularitas PDI Perjuangan menjadi normal kembali setelah Menteri Sosial Julian Batubara tersandung kasus korupsi.
Risma harus bekerja untuk masyarakat banyak, sekali lagi ditegaskan popularitas dan elektabilitas Risma mempengaruhi pemerintahan Presiden Jokowi dan PDI Perjuangan. Dan, kita tak mengharapkan terulang kembali, Menteri Sosial jilid II yang mengundurkan diri dari kabinet Presiden Jokowi untuk menuju kursi eksekutif di daerah, setelah terjadi menteri sosial di periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi mengundurkan diri untuk Jatim-1.
Jika preseden itu terulang kembali, maka pernyataan yang muncul di publik adalah, duduki kursi Menteri Sosial untuk batu loncatan memperoleh jabatan eksekutif di daerah, amat disayangkan jika ini terjadi! (*)