Kakao Kolut Target Pasar Eropa
Muh. Risal H, telisik indonesia
Senin, 13 Januari 2020
0 dilihat
Salah satu perkebunan Kakao, program revitalisasi milik masyarakat di Kolut usia 1 tahun. Foto: Muh. Risal/Telisik
" Kabupaten Jembrana bisa kuat karena korporasinya. Kalau kita ke Jembrana, masuk saja ke lorongnya itu kita harus bayar Rp 25.000 itu baru masuk, minum kopinya bayar lagi Rp 80.000 satu gelas. Kenapa kita tidak bisa, sementara disana luas kawasan kakaonya cuman 7000 hektar sementara kita di sini itu mencapai 78.969 hektar. Kalau ini kita bentuk dalam putaran ekonomi, maka InsyaAllah program Bupati Kolut akan berhasil. Saya 13 tahun di kakao dan saya yakin program pak bupati ini pasti berhasil. "
KOLAKA UTARA, TELISIK.ID - Pemda Kolaka Utara (Kolut) saat ini tengah berupaya menembus jaringan pasar Eropa untuk memasarkan hasil produksi kakao milik warga Kolut.
Baca Juga: Tahun Ini 250 Hektar Sawah Dicetak di Bente
Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Perkebunan, Kolut, Muhammad Shadik mengatakan, untuk mempertahankan harga kakao agar kedepannya tidak anjlok, Pemda Kolut akan membentuk korporasi yang dapat menampung biji kakao petani, sehingga harga kakao nantinya betul-betul sesuai dengan harga yang diinginkan petani.
"Dengan adanya ikatan korporasi yang kita bentuk, inilah nantinya yang akan mencari pasar. Dan Bupati tidak main-main, karena beliau berencana untuk memasarkan langsung produksi kakao Kolut ke pasar Eropa seperti Blummer, Swiss, atau Nestle, dan itu bisa tinggal kita siapkan saja stok yang mereka butuhkan," kata Shadik, Senin (13/1/2020).
Setelah itu, lanjutnya, mereka tinggal datang membawa alat untuk mendeteksi kualitas hasil kakao petani. Alat yang mereka gunakan itu bisa mendeteksi kualitas kakao dan memilahnya. Antara kakao non pestisida dan mengandung pestisida.
"Setelah itu, baru mereka tentukan harganya dan bisa jadi harganya mencapai Rp 80.000, perkilo gram seperti harga kakao di Kabupaten Jembrana," jelasnya.
Untuk mencapai semua itu semua bukan hal yang mustahil, tinggal korporasinya diperkuat dan itu terbukti di Kabupaten Jembrana.
"Kabupaten Jembrana bisa kuat karena korporasinya. Kalau kita ke Jembrana, masuk saja ke lorongnya itu kita harus bayar Rp 25.000 itu baru masuk, minum kopinya bayar lagi Rp 80.000 satu gelas. Kenapa kita tidak bisa, sementara disana luas kawasan kakaonya cuman 7000 hektar sementara kita di sini itu mencapai 78.969 hektar. Kalau ini kita bentuk dalam putaran ekonomi, maka InsyaAllah program Bupati Kolut akan berhasil. Saya 13 tahun di kakao dan saya yakin program pak bupati ini pasti berhasil," terang Shadik.
Saat ini Pemda Kolut berusaha mati-matian mencari dukungan anggaran ke pusat karena APBD tidak bisa.
"Kalau APBN bisa dan kami disupport oleh Dirjen Perkebunan, Bupati juga sangat mendukung dan takkalah pentingnya dukungan dari Kepala Dinas perkebunan apapun yang kami lakukan itu selalu mendapat support dari beliau," pungkasnya.
Saat ini Pemda Kolut tengah membangunan pada sektor pertanian dan perkebunan melalui sub program revitalisasi kakao yang selama ini dicanangkan oleh pasangan An-Nur (Drs. H. Nur Rahman Umar dan H. Abbas, SE) guna mengembalikan kejayaan kakao yang pernah diraih oleh Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) seperti pada era tahun 90 an.
Program ini membuat sebagian masyarakat sangsi dengan stabilitas harga, ketika terjadi over produksi seperti yang terjadi saat ini untuk semua komoditi Lada, Cengkeh, Kopra serta komoditi lainnya.
Reporter: Muh. Risal
Editor: Rani