Komentari Putusan MA, Eggi Sudjana: Pasangan Jokowi-Maruf Batal Demi Hukum
Marwan Azis, telisik indonesia
Rabu, 08 Juli 2020
0 dilihat
Mantan tim advokat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Eggi Sudjana Mastal. Foto: Antara
" Oleh karena itu pada dataran berikutnya sudi kiranya Menhan Prabowo, Mendagri Tito kemudian Menlu, Ibu Retno disepakati dalam konteks terakhir ini karena anda kalian semua sudah dibebankan oleh UUD 1945. "
JAKARTA, TELISIK.ID - Keputusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 44 Tahun 2019 terkait Pilpres yang mengabulkan permohonan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang diajuhkan Rachmawati Soekarnoputri, membuat status pasangan Jokowi-Maruf batal demi hukum.
Pendapat tersebut disampaikan disampaikan pakar hukum yang juga mantan tim advokat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Eggi Sudjana Mastal.
Eggi menyesalkan terkait lambatnya MA merilis keputusan tersebut, pasalnya keputusan itu ditetapkan pada tanggal 28 Oktober 2019 tetapi baru dipublis tanggal 3 Juli 2020 sehingga telat diketahui oleh publik.
"Jadi pertanyaan seriusnya kenapa jedanya terlalu lama 9 bulan jadi perlu diperiksa Ketua Mahkamah Agung yang sebelum ini, mengapa mempublishnya lama padahal amat sangat serius yaitu tentang pembatalan Pilpres kemenangan ada pada Jokowi itu tidak sah," ujarnya melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (8/7/2020).
Dengan keputusan MA tersebut kata Eggi, kemenangan pasangan Jokowi-Ma'ruf batal demi hukum karena bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu.
Berdasarkan putusan Nomor 44 Mahkamah Agung tahun 2019 tersebut konsekuensi hukum secara logis kenal mendasari ke pada Pasal 9 Undang-Undang Dasar 1945 tentang Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang bersumpah demi Allah akan menjalankan Undang-Undang sebaik-baiknya dan seluruhnya sehingga untuk demi Nusa dan Bangsa.
“Jadi kalau itu sumpah jabatan presiden maka dengan adanya putusan Mahkamah Agung ini yang membatalkan sahnya terpilihnya Jokowi sebagai presiden maka logika hukum berikutnya tidak bisa tidak Jokowi mesti meletakkan jabatannya sebagai presiden termasuk Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden," tuturnya.
Dijelaskan, karena Jokowi-Ma’ruf bersumpah bersamaan dengan itu pasal 9 UUD 45 lalu siapa presiden atau kendali negara menurut UUD 1945 ada trium virat yaitu Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri, ketiga kementerian inilah yang menggantikan sementara kedudukan Presiden dan Wakil Presiden.
“Sebagai tim advokasi BPN Prabowo-Sandi ketika itu, saya pernah mengatakan people power sudah mendatangi sebelumnya KPU Bawaslu memprotes bahwa ini pemilunya curang bisa mengadakan perlawanan hanya dengan people power karena waktu itu kita melihat secara hukum sudah ditempuh secara prosedur yang benar tapi tidak ada tanggapan bahkan tetap dinyatakan Jokowi-Ma’ruf yang menang padahal itu jelas kecurangan yang sangat serius, Allah tidak terlalu lama membuktikan kekuasaan-Nya," ucapnya.
Ditegaskan, putusan MA yang membatalkan kemenangan Jokowi pada tanggal 28 Oktober 2019 tetapi baru diumumkan ke publik tanggal 3 Juli 2020, isi keputusan kemenangan Jokowi tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 maupun UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
"Allah sangat teliti cerdas dalam arti segala sesuatu itu pasti tidak tidak mengetahui oleh karena itu dalam pengertian ini KPU konsekuensi logisnya telah melakukan satu perbuatan makar kepada negara dalam hal ini munculnya satu kepemimpinan presiden dan wakil presiden itu patut diperiksa ditangkap sana sanksi-sanksinya lebih dari 5 tahun," ujarnya.
Katanya menegaskan, dugaan kecurangan Pilpres 2019 yang terjadi sudah terbukti lewat putusan Mahkamah Agung itu seluruh Komisioner KPU RI dan pihak-pihak lain yang terlibat harus ditangkap, diperiksa dan diadili.
Baca juga: MA Batalkan Jokowi-Maruf di Pilpres 2019, Secara Politik Sulit Dilaksanakan
Soal kekosongan kepimpinan nasional, Eggi menyarankan segera diambil mekanisme Ketatanegaraan yang diatur Konstitusi bisa disepakati dalam pengertian apakah lewat sidang istimewa MPR, trium virat maju untuk mencegah kekosongan hukum yang yang tidak boleh berlarut-larut.
“Oleh karena itu pada dataran berikutnya sudi kiranya Menhan Prabowo, Mendagri Tito kemudian Menlu, Ibu Retno disepakati dalam konteks terakhir ini karena anda kalian semua sudah dibebankan oleh UUD 1945," tuturnya.
Eggi juga menuntut pihak Kepolisian segera mencabut status tersangka tuduhan makar ditimpahkan ke dirinya.
“Kalau tidak juga berarti ke pihak Kepolisian dipergunakan atau jadi alat dari penguasa bertetangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang bersifat Tribrata Polisi itu mengayomi melindungi dan melayani rakyat bukan melayani penguasa," jelasnya.
Eggi ditetapkan sebagai tersangka, diperiksa, lalu ditangkap (14/5/2019) lalu, atas seruan People Power dan menuding ada banyak kecurangan dalam pelaksanaan Pilpres dan Pemilu 2019 yang menguntungkan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Seperti diketahui, MA mengabulkan permohonan uji materi Pasal 3 Ayat (7) PKPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum. Gugatan ini diajukan oleh pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, dan kawan-kawan.
Dalam putusan Nomor 44 P/PHUM/2019 tersebut dan diunggah pada 3 Juli 2020 lalu, MA menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan denan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama Pasal 416 ayat 1.
“Mengabulkan permohonan hak uji materiil yang diajukan para pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan dengan UU 7/2017,” seperti dikutip putusan MA Nomor 44 Tahun 2019.
Dalam hal hanya terdapat dua Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai Pasangan Calon terpilih.
Sedangkan Pasal 416 ayat 1 UU 7/2017 berbunyi "Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.
MA dalam pertimbangan berpendapat, KPU yang mengeluarkan PKPU 5/2019 telah membuat norma baru dari peraturan yang berada diatasnya, yakni UU 7 Tahun 2019. Selain itu, KPU juga memperluas tafsir dalam pasal 416 UU 7 Tahun2017.
Reporter: Marwan Azis
Editor: Kardin