Makna Fitrah

Syaifuddin Mustaming, telisik indonesia
Sabtu, 06 April 2024
0 dilihat
Makna Fitrah
Syaifuddin Mustaming, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kolaka. Foto: Ist.

" Seorang hamba yang sadar akan keterbatasan dan ketidakmampuan, sepatutnya yang lebih sering kita kerjakan adalah mensyukuri rahmat, karunia, hidayah dan inayah Allah SWT "

Oleh: Syaifuddin Mustaming

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kolaka

SEORANG hamba yang sadar akan keterbatasan dan ketidakmampuan, sepatutnya yang lebih sering kita kerjakan adalah mensyukuri rahmat, karunia, hidayah dan inayah Allah SWT.

Dialah yang telah menciptakan kita semua menjadi makhluk yang paling sempurna dan mulia di alam ini, dialah yang menggerakkan detak jantung kita, dialah yang mengalirkan darah ke sekujur tubuh kita, dialah yang menjadikan siang dan malam; serta segala isi alam ini adalah milikNya. Maha besar Allah, maha agung Allah.

Oleh karena itu, marilah kita tundukkan wajah kita setunduk-tunduknya untuk mengingat Allah, untuk berzikir kepada Allah, untuk mengagungkan asma Allah dan untuk memuji kepada Allah bersama-sama dengan seluruh hamba Allah lainnya di muka bumi ini, yang selalu taat dan cinta kepadaNya.

Ketika kita merayakan Idul Fitri, maka hal itu berarti bahwa setidak-tidaknya kita telah menunaikan dua perintah sekaligus; perintah yang pertama: adalah perintah dari Allah SWT. yang merupakan keharusan dan kewajiban untuk melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh, dan perintah yang kedua: adalah perintah dari Rasulullah SAW. yang merupakan sunnat dan anjuran untuk beribadah pada malam-malam bulan Ramadan.

Hari raya yang kita rayakan disebut juga dengan hari raya fitrah. Disebut hari raya fitrah karena kita merayakan kembalinya kita kepada fitrah dan kesucian kita masing-masing. Hal ini didasarkan pada hadist Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasai, bahwa: Sesungguhnya Allah SWT, telah mewajibkan puasa Ramadan bagi kalian, sedang aku mensunnatkan kalian untuk beribadah malam hari di bulan Ramadan.

Barang siapa yang berpuasa dan beribadah pada malam hari di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan penuh berharap pahala dari Allah, maka ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti tatkala ia baru saja dilahirkan dari perut ibunya. (HR. al-Nasai)

Hadits di atas secara tegas menyatakan bahwa ada banyak segi persamaan antara seorang bayi yang baru saja dilahirkan dari rahim ibunya dengan seorang yang baru saja melaksanakan ibadah puasa Ramadan dengan penuh keimanan dan kesungguhan.

Persamaan antara seorang bayi yang baru saja dilahirkan dari rahim ibunya dengan seorang yang telah melaksanakan ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh, setidaknya dapat disebutkan sebagai berikut:

Baca Juga: Ibadah Puasa, antara Syariat dan Hakekat

Pertama: dalam beberapa riwayat, telah disebutkan bahwa seorang bayi yang baru dilahirkan adalah ibarat sebuah kertas yang putih bersih tanpa noda sedikitpun. Ia lahir dengan suci dari dosa dan tidak menanggung dosa apapun dari orang-orang yang berada disekitarnya hal ini seperti yang dipahami dari hadist nabi SAW:

Setiap bayi (yang baru lahir) dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah (yang bertanggung jawab) jika kemudian hari dia berbeda dengan keimanan yang diyakini oleh kedua orang tuanya (menjadi orang nasrani atau majuzi).

Kalau bayi yang baru lahir suci dari dosa dan kesalahan, maka orang yang baru melaksanakan puasa Ramadan sebulan dengan penuh keimanan dan kesungguhan pun dinyatakan oleh Rasulullah SAW. Keluar dari bulan Ramadan dalam keadaan suci dari dosa dan kesalahan. Hadist nabi SAW yang artinya: Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan berharap pahala, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu.

Kedua: Jika (dalam keadaan normal) seorang bayi ditunggu kelahirannya selama Sembilan bulan lamanya maka orang yang berpuasa pun harus menunggu kehadiran bulan Ramadan yang jatuh pada bulan kesembilan di tahun Qamariah yakni datang setelah bulan-bulan: Muharram, Shafar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir. Jumadil Awal Jumadil Akhir, Rajab dan Syaban.

Ketiga: Jika seorang bayi ketika baru saja keluar dari rahim ibunya diperintahkan agar diperdengarkan dan dikumandangkan kalimat takbir (Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar) dalam bentuk adzan dan iqamat, maka seorang yang baru saja menunaikan ibadah puasa Ramadan pun diperintahkan mengumandangkan kalimat takbir (Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar walillahi hamd) dalam bentuk seruan takbir hari raya.

Keempat: Kalau seorang bayi ketika lahir, keluarganya dianjurkan melakukan acara walimah dalam bentuk melakukan aqiqah sebagai tanda kegembiraan dan suka cita atas kelahirannya, maka demikian pula orang yang berpuasa ketika selesai menunaikan ibadah puasanya, diperintahkan melaksanakan ibadah sunnat Idul Fitri sebagai pertanda kegembiraan dan dianjurkan menggembirakannya dalam bentuk membagi-bagikannya makanan terutama kepada kaum fakir miskin.

Kelima: Jika seorang bayi ketika lahir diperintahkan agar diberi nama yang baik oleh kedua orang tuanya, maka orang yang berpuasa pun diberikan nama yang terbaik dengan nama al-Muttaqun (yang berarti orang-orang yang bertaqwa) oleh Allah SWT sebagaimana firmanNya: Hai orang-orang yang beriman telah diwajibakan atas kalian berpuasa (di bulan Ramadan) sebagaimana telah diwajibkan puasa itu atas ummat-ummat sebelum kalian, agar kalian menjadi orang yang bertaqwa.

Keenam: Jika bayi disunnatkan dipakaikan dengan pakaian-pakaian yang bersih ataupun yang baru, maka bagi orang yang berpuasa pun disunnatkan oleh Rasulullah SAW, untuk mengenakan pakaian-pakaian yang bersih dan ataupun yang baru.

Telah diriwayatkan oleh Anas Bin Malik RA, bahwa tatkala rasulullah baru saja selesai menunaikan ibadah shalat pada hari raya Idul Fitri beliau melihat sekelompok anak yang sedang asik bermain dengan penuh gembira dan suka cita, dengan pakaian yang serba baru. Tidak jauh dari tempat itu beliau melihat seorang anak yang duduk sambil menangis dengan pakaian yang kotor dan kumuh.

Rasulullah kemudian mendekati anak itu, lalu disapanya dengan menanyakan apa gerangan yang membuatnya menangis dan tidak ikut bergabung dan bergembira bersama anak-anak lainnya. Anak itu kemudian menjawab: Ayah saya telah meninggal dunia, lalu Ibu saya kawin lagi dan memakan harta saya, sedang ayah tiri saya mengusir saya dari rumah saya sendiri.

Baca Juga: Ramadan Bulan Berkasih Sayang

Sekarang saya tidak punya rumah, makanan, minuman, dan apalagi pakaian. Dan ketika saya melihat anak-anak lain pada hari ini bermain dan bergembira lantaran mereka masih punya ayah, makanan, minuman, rumah serta memakai pakaian baru, maka saya teringat kembali akan segala penderitaan saya. Itulah sebabnya saya menangis.

Mendengar pengakuan anak tersebut maka Rasulullah SAW. langsung membawa anak itu ke rumah beliau, kemudian beliau pakaikan dengan pakaian yang bagus, beliau beri makan dan minuman sehingga kenyang.

Demikian cara nabi SAW, merayakan hari raya Idul Fitri. Dan sebagai umat beliau maka sudah sepantasnyalah kita pun berbuat seperti yang beliau telah contohkan.

Di antara hikmah yang dapat dipetik dari uraian di atas adalah sebagai berikut: Marilah kita pelihara kesucian yang kita raih dari perayaan hari Idul Fitri, dengan tidak menodainya dengan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada perbuatan dosa, baik dosa-dosa kecil maupun dosa-dosa besar.

Marilah kita jadikan hari raya Idul Fitri sebagai momentum awal bagi kehidupan kita yang fitrah untuk masa-masa mendatang, dan menjadikannya modal dasar dalam rangka mewujudkan kesatuan dan persatuan yang kokoh dan wacana uhkuwah islamiyah, ihkuwah basyariyah, uhkuwah wathaniah. Marilah kita pelihara dan menjaga secara baik predikat ketaqwaan yang telah kita peroleh supaya tetap utuh dan tidak rapuh.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Hidayah serta TaufiqNya kepada kita semua dan mudah-mudahan syafaat Rasulullah SAW, senantiasa tercurah kepada kita semua. Selamat hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1445 H. Minal ‘aidiin wal faaidziin. Mohon maaf lahir dan batin. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga