Pekerja Kena PHK 2025 Akan Terima 60 Persen Gaji Selama Enam Bulan, Begini Penjelasannya

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Senin, 17 Februari 2025
0 dilihat
Pekerja Kena PHK 2025 Akan Terima 60 Persen Gaji Selama Enam Bulan, Begini Penjelasannya
Seorang demonstran mengenakan kostum super hero saat aksi unjuk rasa di kawasan Monas, Jakarta. Foto: Repro Jawapos

" Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan "

JAKARTA, TELISIK.ID - Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Aturan ini mulai berlaku pada Februari 2025 dan membawa perubahan signifikan dalam perlindungan bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Moh Jumhur Hidayat, menyambut baik kebijakan ini. Ia menyatakan bahwa peraturan baru ini lebih menguntungkan pekerja dibandingkan regulasi sebelumnya.

"Alhamdulillah, aturan ini lebih menguntungkan bagi pekerja dibandingkan dengan PP sebelumnya," ujar Jumhur dalam pernyataan resminya di Jakarta, seperti dikutip dari Beritasatu, Senin (17/2/2025).

Salah satu poin penting dalam PP Nomor 6 Tahun 2025 adalah ketentuan bahwa pekerja yang terkena PHK akan menerima tunjangan sebesar 60 persen dari upah terakhir selama enam bulan.

Jumhur menilai kebijakan ini akan membantu menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

"Kebijakan ini jelas mendukung pekerja dan berkontribusi dalam menjaga daya beli masyarakat, yang merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi," tambahnya.

Baca Juga: Heboh Efek Pangkas Anggaran Prabowo ke Industri Media, Karyawan RRI dan TVRI Terkena PHK Massal

Jumhur juga menyoroti bahwa pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan keberpihakan terhadap kelompok rentan, termasuk pekerja.

Menurutnya, membela pekerja tidak berarti mengabaikan kepentingan dunia usaha, melainkan membangun sinergi untuk menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih menguntungkan.

"Yang perlu disingkirkan adalah hambatan ekonomi, seperti korupsi, praktik impor ilegal, serta keserakahan yang menghambat pertumbuhan usaha," tegasnya.

Sebelumnya, sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja, terjadi pengurangan signifikan dalam jumlah pesangon bagi pekerja. Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja dengan masa kerja puluhan tahun dapat menerima pesangon hingga 32 kali upah.

Namun, dengan adanya UU Cipta Kerja, jumlah tersebut dibatasi maksimal 19 kali upah.

Sebagai kompensasi atas pengurangan pesangon tersebut, pemerintah menyediakan manfaat tambahan berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Namun, ketentuan dalam PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dianggap kurang memadai oleh banyak pihak.

Dalam peraturan tersebut, pekerja yang terkena PHK hanya memperoleh 45 persen dari upah selama tiga bulan pertama dan 25 persen dari upah untuk tiga bulan berikutnya.

Selain itu, mereka juga mendapatkan manfaat berupa pelatihan kerja agar dapat beralih ke sektor lain.

Dengan diterbitkannya PP Nomor 6 Tahun 2025, pemerintah menetapkan perubahan yang lebih menguntungkan bagi pekerja. Pasal 21 dalam regulasi ini menyatakan bahwa pekerja yang terkena PHK berhak mendapatkan tunjangan sebesar 60 persen dari upah terakhir selama enam bulan.

Selain itu, upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat JKP adalah upah terakhir yang dilaporkan kepada BPJS Ketenagakerjaan, dengan batas maksimum Rp 5 juta.

Baca Juga: PHK Karyawan dan Tahan Ijazah, Manajemen Toko Damai Kendari Dinilai Tidak Sesuai Aturan

Jika upah pekerja melebihi batas tersebut, pembayaran manfaat tetap mengacu pada batas maksimal yang telah ditetapkan. Ketentuan ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan program dan memastikan bahwa manfaat dapat diberikan secara merata kepada seluruh pekerja yang membutuhkan.

Perubahan lainnya dalam PP ini termasuk revisi pada Pasal 11, yang mengatur besaran iuran JKP. Sebelumnya, iuran ditetapkan sebesar 0,46 persen dari upah bulanan, tetapi kini diturunkan menjadi 0,36 persen.

Iuran tersebut bersumber dari kontribusi Pemerintah Pusat dan dana JKP. Pemerintah menyumbang 0,22 persen dari upah pekerja per bulan, sedangkan 0,14 persen berasal dari rekomposisi iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).

Selain itu, PP ini juga menambahkan Pasal 39A yang menyatakan bahwa jika suatu perusahaan dinyatakan pailit atau tutup sesuai ketentuan perundang-undangan dan menunggak iuran hingga enam bulan, manfaat JKP tetap akan dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Namun, ketentuan ini tidak menghapus kewajiban pengusaha untuk melunasi tunggakan dan denda program jaminan sosial ketenagakerjaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 39A ayat (2). (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Fitrah Nugraha

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

TAG:
Artikel Terkait
Baca Juga