Tangkap Djoko Tjandra, Bukti Polri Ingin Bersih-Bersih Internal

Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Sabtu, 01 Agustus 2020
0 dilihat
Tangkap Djoko Tjandra, Bukti Polri Ingin Bersih-Bersih Internal
Ketua Dewan Pembina PUSKOMPOL, Suryadi. Foto: Ist.

" Kan mana mungkin hidup hedon, jika hidup hanya dari penghasilan sebagai seorang anggota Polri yang harus menghindarkan diri dari kerakusan akan materi. "

JAKARTA, TELISIK.ID - Tertangkapnya terpidana dan buronan kasus alih tagih utang (Cesi) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, bukti bahwa Polri serius ingin menyikat bersih "kultur buruk" dari struktur dalam institusi penegak hukum ini.

Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Komunikasi Kepolisian (PUSKOMPOL), Suryadi, mengapresiasi kinerja dari Polri yang berada di bawah Kapolri, Idham Aziz, yang menangkap Djoko Sugiarto Tjandra sebagai buronan kasus alih tagih utang Bank Bali.

"Saya apresiasi, tapi saya juga yakin ini pertanda Polri di bawah Kapolri, Idham Aziz mau mengikis kultur lama yang masih mengotori struktur di internal Polri," kata Suryadi kepada Telisik.id, Sabtu (1/8/2020).

Sudah menjadi rahasia umum, tambah Suryadi, Polri sebagai institusi penegak hukum sudah mandiri sebagai Polisi sipil sejak diundangkannya UU No 2/2002 tentang Polri.

Undang-Undang tersebut merupakan wujud konkret dan resmi menyahuti tuntutan reformasi 1998.

Menjadi Polisi sipil itu, kata dia, bukan sekadar keluar dari perilaku yang militeristik, melainkan juga keluar dari kultur lama yang hedonistik penuh KKN.

Secara struktur, seperti diakui Tito Karnavian semasa masih menjadi Kapolri sebelum Idham, relatif sudah banyak perbaikan yang dicapai. Namun, yang tak kunjung selesai adalah pembenahan secara kultural.

Kapolri saat ini, Ia melanjutkan, Jenderal Idham Aziz, memang tidak pernah langsung menyinggung soal kultur lama yang sulit dibersihkan.

Akan halnya kultur lama di tubuh Polri, kata Suryadi, dimunculkan Idham lewat larangannya terhadap setiap anggota Polri hidup dengan gaya yang hedonistik. Termasuk, dalam hal ini, memviralkannya.

"Kan mana mungkin hidup hedon, jika hidup hanya dari penghasilan sebagai seorang anggota Polri yang harus menghindarkan diri dari kerakusan akan materi," ujarnya.

Baca juga: Digerebek di Dalam Mobil Bersama Anggota DPRD, Wanita Ini Lapor Polisi

Suryadi mengakui, kebijakan untuk tidak hedon itu juga sekaligus agar setiap anggota Polri tampil sesuai aslinya yaitu hidup sederhana di mata masyarakat.

"Masyarakat itu butuh keteladanan hidup sederhanya, apalagi itu dari penegak hukum tempat mereka mengharapkan ayoman," kata Suryadi.

Perubahan kultur pada Polri, kata Suryadi, bukan cuma menjadi berkarakter sipil, tapi juga bersih dari KKN. Itulah sipil yang paham akan adab.

Terkait kasus Djoko Tjandra yang terungkap difasilitasi oleh surat jalan sebagai konsultan dari Karo Korwas PPNS Bareskrim, Brigjen PU, adalah wajar cepat mengundang prasangka publik.

Publik berprasangka surat jalan itu diterbitkan tidak terlepas dari kemungkinan adanya KKN.  KKN itu umumnya tidak dilakukan sendirian.

"Dugaan publik itu harus dibuktikan segera oleh Polri sendiri, benar terjadi atau sebaliknya," kata Suryadi.

Jadi, lanjut Suryadi, hendaknya Polri berinisiatif membuka seluas-luasnya penyelidikan termasuk hal-hal yang terkait dengan keterungkapan kasus Djoko Tjandra.

Keterbukaan itu, lanjutnya, agar publik makin yakin bahwa Polri serius melakukan pembenahan di tubuhnya baik struktural maupun kultural.

Dalam bahasa komunikasi, kata Suryadi, keterbukaan itu mengadu sekaligus menggugat tanggung jawab publik untuk memberi dukungan termasuk tidak menggoda-goda anggota Polri untuk menyimpang.

"Publik kan ikut bertanggung jawab bahwa Polri itu 'milik masyarakat'. Termasuk mereka itu merupakan bagian dari pengawasan eksternal," kata Suryadi.

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Kardin

Baca Juga